Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Menggunakan Media Gambar Di Taman Kanak-kanak

Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Menggunakan Media Gambar Di Taman Kanak-kanak

A. Latar Belakang Masalah

Usia anak pra sekolah ialah 0-6 tahun dimana di umur ini adalah masa sangat penting untuk menempatkan dasar keterampilan anak guna kehidupan selanjutnya. Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 Ayat 3 mengaku bahwa: Taman Kanak - kanak (TK) adalah pendidikan anak umur dini pada jalur edukasi formal, yang bertujuan menolong anak didik mengembangkan sekian banyak  potensi baik psikis dan jasmani yang mencakup moral dan nilai agama, sosial, emosional, kemandirian, kognitif, bahasa, jasmani motorik dan seni guna kesiapan anak menginjak Sekolah Dasar.

Pentingnya mengenyam edukasi TK juga diperlihatkan melalui hasil riset terhadap anak – anak dari kelompok ekonomi lemah yang diketahui tidak cukup memperoleh rangsangan mental sekitar masa prasekolah, ternyata edukasi selama 10 tahun berikutnya tidak memberi hasil yang memuaskan (Adiningsih, 2001:28). Beberapa tahun belakangan ini pun, tidak sedikit sekolah dasar, khususnya sekolah dasar kesayangan yang memberikan sejumlah persyaratan masuk pada calon siswanya. Sekolah ini menyelenggarakan tes psikologi dan mensyaratkan anak telah harus dapat membaca (Andriani, 2005:1).

Corak edukasi yang diserahkan di TK menekankan pada hakikat bermain untuk anak – anak, dengan menyerahkan metode yang beberapa besar memakai sistem bermain seraya belajar. Materi yang diserahkan pun bervariasi, tergolong menjadikan anak siap belajar (ready to learn), yakni siap belajar berhitung, membaca, dan mencatat (Suyanto, 2005:7). Mempersiapkan anak guna belajar di umur ini diinginkan dapat memberi hasil yang baik, sebab menurut keterangan dari Montessori (dalam Hainstock, 2002:103) di umur 3,5 – 4,5 tahun anak lebih gampang belajar menulis, dan di umur 4 – 5 tahun anak lebih mudah menyimak dan memahami angka.




Membaca adalah sarana yang tepat guna mempromosikan sebuah pembelajaran sepanjang hayat (life long learning). Mengajarkan menyimak pada anak berarti memberi anak tersebut suatu masa depan, yakni memberi kiat bagaimana teknik mengekplorasi “dunia” mana juga yang dia pilih dan memberikan peluang untuk mendapatkan destinasi hidupnya (Bowman, 1991:265)..

Kemampuan menyimak sangat penting untuk anak-anak guna belajar ditingkat yang lebih tinggi. Namun tingkat kesiapan anak dan minat anak tetap mesti diperhatikan. Akan namun beberapa berpengalaman mengatakan bahwa anak pra sekolah itu akan merasa tertekan andai diajari membaca,sebab belum siap menerima pengajaran yang diberikan. Ironisnya keterampilan membaca sering dipakai sebagai ukuran keberhasilan edukasi anak umur dini.

Berdasarkan keterangan dari Anik Ghufron (2003:2) KBK ialah seperangkat rencana dan pengaturan tentang seperangkat keterampilan yang mesti dikuasai peserta didik (siswa/mahasiswa), pekerjaan belajar mengajar, dan evaluasi sebagai petunjuk pelaksanaan pekerjaan pembelajaran. KBK ialah kurikulum yang ditunjukkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, supaya dapat mengerjakan sesuatu dalam format kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan sarat tanggung jawab.

Di sekolah masing-masing harinya pekerjaan anak terpusat pada 3 lokasi yang sudah ditentukan guru sebelumnya. Anak diberi peluang untuk memilih area pekerjaan apa yang hendak dilakukannya terlebih dahulu, urusan inicocok dengan pendapat prinsip belajar trial and error, bahwa anak – anak memahami dunianya dengan mengupayakan dan menciptakan kesalahan, maka kesudahannya mereka mendapat pemahaman baru. Namun menurut data yang ditemukan di lapangan, kurikulum ini memiliki sejumlah kendala teknis yang bersumber dari sisi materi.

Kondisi ini menuntut guru guna berkreasi mengembangkan sendiri keadaan belajar di dalam kelas supaya tetap menyenangkan untuk anak. Namun demikian tantangan tetap saja terjadi karena tidak sedikit anak yang menjadi jenuh dan kehilangan konsentrasi. Akibatnya, melulu sekitar 20% dari jumlah anak dalam ruang belajar yang dapat menyelesaikan tugas dan menguasai ketiga area pekerjaan setiap harinya. Dalam urusan baca tulis, lemahnya daya fokus anak akan dominan terhadap keterampilan membaca pada anak sebab atensi dan semangat perlu ditumbuhkan guna mengembangkan keterampilan membaca (Dardjowidjojo, 2003:300).

Di samping itu, di ruang belajar tidak ditemukan huruf – huruf yang ditempel atau gambar – gambar disertai artikel di bawahnya, yang sebetulnya dapat memberi rangsangan mula bagi anak dalam urusan baca dan tulis. Praktik pengajaran baca tulis di dalam kelas pun memuat sejumlah kelemahan. Materi dalam kitab penunjang lebih tidak sedikit menuntut anak guna belajar mencatat dengan menebalkan garis yang telah ditentukan sebelumnya. Kurangnya peluang siswa dalam bereksplorasi disebabkan ketersediaan perangkat peraga yang paling terbatas. Akibatnya, menurut keterangan dari keterangan sejumlah orangtua, anak-anak lebih mudah menciduk pelajaran menyimak yang diserahkan di rumah sebab alat – perangkat peraga yang disediakan orangtua di rumah.

Proses menyimak melibatkan ketrampilan diskriminasi visual dan suara, proses perhatian, dan kenangan (Grainger, 2003:180). Anak disleksia pada lazimnya memiliki kekurangan umum dalam kapasitas kenangan jangka pendek, karenanya cara multisensori dirancang secara remedial sampai-sampai memungkinkan mereka mendapatkan pelajaran yang lumayan dalam mengingat kenangan – kenangan verbal. Jika diterapkan pada anak – anak normal, proses remedial pun akan mengasah keterampilan anak dalam menyimak dengan memperbanyak pelajaran sehingga kata yang baru lebih cepat dikuasai baik dari sisi penulisan (ortografis) maupun pengucapan (fonemis).

Namun terdapat pula yang menuliskan bahwa mengajarkan anak menyimak sejak dini dapat saja dilakukan. Bahkan keterampilan ini bisa diperkaya dan memperluas pengetahuan beranggapan anak asalkan anak telah siap, punya minat, rasa hendak tahu yang powerful dan tidak boleh memaksakan anak, sebab bagaimanapun pun kesiapan anak guna belajar tersebut tidak sama yang sangat penting pekerjaan itu dilakukan dengan menyenangkan.

Namun fakta yang ada, menurut pemantauan di TK .... ....,keterampilan anak sangat bertolak belakang dilihat dari segi anak. Ada anak yang belum mengenal huruf huruf, ini disaksikan dari anak itu bila disuruh membaca mesti dibimbing secara bijak. Ada anak yang paling pendiam sehingga tidak cukup mampu disuruh berkomunikasi, anak laksana ini seringkali suaranya tidak cukup jelas dan melulu berbisik. Kenyataan itu dapat diakibatkan oleh pembelajaran di ruang belajar yang menjemukan diantaranya media yang disediakan tidak cukup menarik minat anak guna belajar membaca, atau pun dari cara yang dipakai lebih tidak sedikit memakai papan tulis atau poster sampai-sampai membosankan untuk anak. Permainan sebagai di antara metode dalam pembelajaran jarang digunakan.

Berdasarkan masalah itu diatas, maka paling tertarik guna mengusung riset yang berjudul: “Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah dengan Menggunakan Media Gambar Gambar di TK. .... .... Kabupaten ....”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah dengan Menggunakan Media Gambar di TK. .... .... Kabupaten ....?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan riset sebagai berikut: Untuk memahami Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah dengan Menggunakan Media Gambar di TK. .... .... Kabupaten ....?

D. Manfaat Penelitian

1) Secara teoritis, riset ini diinginkan dapat memberi donasi referensi di bidang psikologi perkembangan, terutama pertumbuhan pada masa mula anak-anak; dan psikologi pendidikan, terutama untuk pendidikan anak umur dini.

2) Secara praktis, riset ini diharapkan berfungsi bagi:
a) Siswa Taman Kanak – kanak, guna meningkatkan keterampilan membacasemenjak dini.
b) Para guru terutama dan semua praktisi edukasi pada umumnya, sebagai referensi bahwa dalam melatih membaca, urgen untuk menyimak anak secara spesifik menurut keterampilan dan tipe belajar mereka.
c) Para guru terutama dan semua praktisi edukasi pada umumnya, dalam menyerahkan informasi mengenai metode menyimak lain yang dapat dilaksanakan sebagai pilihan untuk membetulkan proses menyimak pada anak.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman pembaca dalam penulisan ini, maka pengarang merasa butuh menjelaskan sejumlah istilah yang bersangkutan dengan judul riset ini. Adapun istilah-istilah tersebut ialah sebagai berikut:

1) Pengenalan ialah adalah salah satu teknik untuk memperlihat pembelajaran untuk anak didik segala format proses belajar mengajar.
Minat menyimak permulaan ialah kegiatan memperkenalkan dan mengajar anak untuk menyimak kesatu kali (KBBI, 2005).
Adapun maksud dari menyimak permulaan ialah membaca semenjak dini yang diserahkan pengenalan dan pemahaman terhadap bentuk-bentuk huruf huruf.

2) Media Gambar ialah media visual dalam format grafis yang mengkombinasikan kenyataan dan usulan secara jelas dan kuat melewati suatu kombinasi pengungkapan ucapan-ucapan dan gambar-gambar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).
Adapun media gambar ialah salah satu media pembelajaran yang menunjukkan bentuk-bentuk huruf bergambar guna mempermudah anak dalam membaca.

F. LANDASAN TEORITIS

1. Pengertian Membaca Permulaan
Berdasarkan keterangan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:623), “kemampuan” berarti kesanggupan atau kecakapan. “Membaca” berarti menyaksikan serta mengetahui isi dari apa yang tertulis, atau melafalkan dan mengeja apa yang tertulis. Petty dan Jensen (Ampuni, 1998:16) melafalkan bahwa pengertian membaca memliki sejumlah prinsip, di antaranya menyimak adala hinterpretasi simbol – simbol yang berupa tulisan, dan bahwa membaca ialah mentransfer gagasan yang dikatakan oleh pengarang bacaan. Maka dengan kata lain menyimak merupakan kegiatan sejumlah kerja kognitif tergolong persepsi dan rekognisi.

Terdapat sejumlah tahap dalam proses belajar membaca. Initial reading (membaca permulaan) adalah tahap kedua dalam menyimak menurut keterangan dari Mercer (Abdurrahman, 2002: 201). Tahap ini ditandai dengan penguasaan kode alfabetik, di mana anak melulu sebatas menyimak huruf per huruf atau menyimak secara teknis. Membaca secara teknis pun berisi arti bahwa dalam etape ini anak belajar mengenal fonem dan menggabungkan (blending) fonem menjadi suku kata atau kata (Mar’at, 2005:80). Kemampuan menyimak ini bertolak belakang dengan keterampilan membaca secara formal (membaca pemahaman), di mana seseorang telah mengetahui makna sebuah bacaan. Tidak terdapat rentang umur yang mendasari pembagian langkah dalam proses membaca, sebab hal ini tergantung pada tugas – tugas yang mesti dikuasai pembaca pada langkah tertentu.

Berdasarkan keterangan dari Depdikbud dalam Chaer (2003:204), huruf konsonan yang mesti dapat disebutkan dengan benar untuk menyimak permulaan ialah b, d, k, l, m, p, s, dan t. Huruf – huruf ini, diperbanyak dengan huruf – huruf vokal akan dipakai sebagai indikator keterampilan membaca permulaan, sampai-sampai menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diputuskan bahwa pengertian keterampilan membaca permulaan mengacu pada kemampuan (ability) yang mesti dikuasai pembaca yang berada dalam tahap menyimak permulaan. Kecakapan yang dimaksud ialah penguasan kode alfabetik, di mana pembaca melulu sebatas menyimak huruf per huruf, mengenal fonem, dan menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata.

Berdasarkan keterangan dari Soejono (Lestary, 2004:12) mempunyai tujuan yang memuat urusan – urusan yang mesti dikuasai murid secara umum, yaitu:

a) Mengenalkan murid pada huruf-huruf dalam huruf sebagai tanda suara atau tanda bunyi.
b) Melatih ketrampilan murid untuk mengolah huruf-huruf dalam kata menjadi suara.
c) Pengetahuan huruf –huruf dalam huruf dan ketrampilan mendengungkan wajib guna dapat dipraktikkan dalam masa-masa singkat saat siswa belajar menyimak lanjut.

2. Tahapan proses belajar menyimak Permulaan

Grainger (2003, h. 185) melafalkan adanya tiga langkah dalam proses membaca. Tahap prabaca dapat disaksikan dari kesiapan anak untuk mengawali pengajaran formal dan tergantung pada kesadaran fonemis anak. Anak yang ditetapkan siap (biasanya pada anak-anak yang baru menginjak usia prasekolah) lantas akan melewati tahap kesatu dalam proses membaca.

Tahap kesatu ialah tahap logografis, anak-anak taman kanak – kanak atau mula kelas 1 menebak ucapan-ucapan menurut satu atau sekelompok kecil huruf sampai-sampai tingkat diskriminasi paling buruk. Kemudian sesudah mendapat pengajaran, diskriminasi menjadi lebih baik. Anak dapat memisahkan kata yang telah dan belum dikenal, tetapi mereka belum bisa membaca ucapan-ucapan yang belum dikenal. Strategi membaca mula pada etape logografis secara umum tidak mempunyai sifat fonologis, namun lebih mempunyai sifat pendekatan global atau visual di mana pembaca mula mencoba mengidentifikasi kata secara borongan menurut ciri – ciri yang dapat dikenali. Tahap kedua ialah tahap alfabetis, pada etape ini pembaca mula memperoleh lebih tidak sedikit pengetahuan mengenai bagaimana membagi ucapan-ucapan ke dalam fonem-fonem dan bagaimana merepresentasikan bunyi-bunyi yang mereka baca dan eja dengan ortografi alfabet. Tahap ketiga dilewati ketika anak sudah fasih dalam proses dekoding. Anak pada etape ini dapat memecahkan ucapan-ucapan yang beraturan dan tak beraturan dengan memakai konteks. Biasanya etape ini dilangsungkan ketika anak berada pada pertengahan hingga akhir ruang belajar 3 dan ruang belajar 4 sekolah dasar.

Berdasarkan uraian di atas dapat diputuskan bahwa anak – anak lazimnya sebagai pembaca mula berada pada tahap menyimak permulaan. Lebih khususnya, anak – anak berada pada etape kesatu dan kedua dalam proses membaca, yakni tahap logografis dan alfabetis. Pembagian langkah ini menurut keterampilan yang mesti dikuasai anak, yakni penguasaan kode alfabetik yang melulu memungkinkan anak untuk menyimak secara teknis, belum sampai mengetahui bacaan laksana pada tahap menyimak lanjut.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Membaca Permulaan

Berdasarkan keterangan dari Farida Rahim (2005: 16), menuliskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan membaca ialah sebagai berikut:

a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologi mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Menurut sejumlah ahli, keterbatasan neurologis laksana cacat benak dan kekurang matangan secara jasmani adalah salah satu hal yang dapat mengakibatkan peserta didik tidak sukses dalam meningkatkan keterampilan membaca pemahaman mereka.

b. Faktor Intelektual
Terdapat hubungan positif antara kepintaran yang ditunjukkan oleh IQ dengan rata-rata penambahan remedial menyimak tetapi tidak seluruh siswa yang mempunyai keterampilan intelegensi tinggi menjadi pembaca yang baik.

c. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang mencakup latar belakang dan empiris peserta didik mempengaruhi keterampilan membacanya. Peserta didik tidak bakal menemukan tantangan yang berarti dalam membaca andai mereka tumbuh dan berkembang di dalam lokasi tinggal tangga yang harmonis, lokasi tinggal yang sarat dengan cinta kasih, mengetahui anak-anaknya, dan mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi.

d. Faktor sosial ekonomi siswa
Status sosial ekonomi murid mempengaruhi keterampilan verbal siswa. Hal ini dikarenakan andai peserta didik bermukim dengan family yang berada dalam taraf sosial ekonomi yang tinggi keterampilan verbal mereka pun akan tinggi. Hal ini didukung dengan fasilitan yang diserahkan oleh orang tuanya yang berada pada taraf sosial ekonomi tinggi. Lain halnya peserta didik yang bermukim di family yang sosial ekonomi rendah. Orangtua mereka tidak bisa memenuhi keperluan anaknya dan anaknya ingin kurang percaya diri.

e. Faktor Psikologis
Faktor psikologis mencakup motivasi, minat, dan kematangan sosial, emosi, serta penyesuaian diri.

4. Pengertian Media Gambar

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:42), gambar ialah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya). Gambar adalah media visual dua demensi di atas bidang yang tidak transparan. Guru dapat memakai gambar guna memberi cerminan tentang sesuatu sampai-sampai penjelasannya lebih konkret dari pada bila diuraikan dengan kata-kata. Melalui gambar, guru bisa menerjemahkan ide-ide abstrak dalam format yang lebih realistik.

Berdasarkan keterangan dari Farida (2010:12) mengaku bahwa "Alam pikir anak ialah gambar. Dengan ucapan lain, 'bahasa alam pikir anak ialah bahasa gambar. Semua informasi yang dia terima, bakal dia pikirkan di alam pikirannya dalam format konkret, format yang cocok dengan pemikirannya sendiri". Agar menjadi efektif, gambar usahakan ditaruh pada konteks yang bermakna dan murid harus berinteraksi dengan gambar (image) tersebut untuk meyakinkan terjadinya proses informasi.

Berdasarkan keterangan dari Gerlach dan Ely dalam Sri Anitah (2009:7-8)mengaku bahwa: Gambar tidak melulu bernilai seribu bahasa, tetapi pun seribu tahun atau seribu mil. Melalui gambar dapat diperlihatkan kepada pebelajar sebuah tempat, orang, dan segala sesuatu dari wilayah yang jauh dari cakupan pengalaman pebelajar sendiri. Gambar pun dapat memberikan cerminan dari masa-masa yang sudah lalu atau foto (gambaran) masa yang bakal datang.

Bentuk media gambar dapat berupa gambar yang diciptakan dari kertas karton atau semacamnya yang tidak tembus cahaya. Contohnya lukisan, potret, gambar dari majalah atau gambar yang disertai kata atau kalimat. Dengan adanya media gambar dalam proses belajar tersebut diinginkan guru dan murid dapat mengungkapkan isi tentang gambar tersebut sesudah menganalisa dan memikirkan informasi yang terdapat dalam gambar tersebut. Jadi media gambar ialah gambar yang diciptakan pada kertas karton atau semacamnya yang bisa memberikan cerminan tentang segala sesuatu laksana binatang, orang, lokasi atau peristiwa. Foto dilaksanakan juga bisa dijadikan media gambar untuk diperlihatkan kepada murid untuk menggali informasi dan di ajak menyajikan.

5. Manfaat Media Gambar

Berdasarkan keterangan dari Basuki Wibawa (2001:42), Manfaat yang didapatkan dalam proses belajar menyimak dengan memakai media gambar ialah anak dapat mengetahui isi gambar, sampai-sampai anak lebih termotivasi dan lebih tertarik untuk menyimak dan memahami isi kisah bergambar. Dengan demikian membaca untuk anak butuh disediakan media sebagai visualisasi supaya dapat unik minat menyimak sehingga keterampilan anak bisa lebih bertambah dibanding sebelum memakai media gambar.

Penemuan-penemuan dari penelitian tentang nilai untuk gambar diam tersebut, memiliki sejumlah implikasi untuk pengajaran, yaitu:

a) Bahwa pemakaian gambar dapat memicu minat atau perhatian siswa
b) Gambar yang dipilih dan diadaptasi secara tepat, menolong siswa mengetahui dan menilik isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya.
c) Gambar-gambar dengan garis simpel sering kali bisa lebih efektif sebagai paparan informasi ketimbang gambar dengan bayangan, atau juga gambar forografi yang sebenarnya. Gambar-gambar realisme yang menyeluruh yang memenuhi penonton dengan informasi visual yang terlampau banyak, ternyata tidak cukup baik sebagai perangsang belajar dikomparasikan gambar atau foto yang simpel saja.

d) Warna pada gambar diam seringkali menimbulkan masalah. Sekalipun gambar berwarna lebih memikat perhatian murid dari pada yang hitam putih,tetapi tak tidak jarang kali gambar berwarna adalah pilihan terbaik untuk melatih atau belajar. Suatu studi menyarankan supaya pemakaian warna mestilah realistik dan bukan sebatas demi menggunakan warna saja. Kalau pada sebuah gambar hitam putih ditambahkan melulu satu warna, maka barangkali akan meminimalisir nilai pengajarannya. Tapi, bila yang bakal diajarkan tersebut memang mencantol konsep warna, maka gambar-gambar dengan warna yang realistik memang lebih disukai.

e) Kalau bermaksud melatih konsep yang mencantol soal gerak, suatu gambar diam (termasuk film rangkai) barangkali akan tidak cukup efektif dikomparasikan dengan sepotong film bergerak yang mengindikasikan gaya (action) yang sama. Dalam urusan ini, sebuah urutan gambar diam,laksana yang diciptakan dengan kamera potret 35 mm dapat meminimalisir terlalu banyaknya informasi yang diperlihatkan oleh film bergerak.

f) Isyarat yang mempunyai sifat verbal atau simbol-simbol laksana tanda panah atau pun firasat lainnya pada gambar diam bisa memperjelas atau barangkali pula merubah pesan yang sebetulnya dimaksudkan guna dikomunikasikan.

Berdasarkan keterangan dari Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001:42)mengaku bahwa: Media visual dalam proses belajar melatih dapat bermanfaat untuk:

(a) Pengembangan keterampilan visual;
(b) Membantu khayalan anak;
(c) Membantu menambah penguasaan anak terhadap hal-hal yang abstrak, atau peristiwa yang tidak barangkali dihadirkan di dalam kelas;
(d) Mengembangkan kreativitas siswa.

Dari uraian di atas dapat dipungut kesimpulan bahwa guna media gambar ialah dapat memicu dan unik minat siswa, menolong siswa mengetahui dan mengingat, memperjelas bagian-bagian yang penting, dan mempersingkat sebuah uraian yang panjang.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan dalam riset ini ialah pendekatan kualitatif. Berdasarkan keterangan dari Moleong (2009:7) riset kualitatif mempunyai sejumlah karakteristik, yaitu: (1) Manusia sebagai perangkat utama; (2) Data diteliti secara tertata dan lengkap; (3) Hasil penelitian menyatakan dan bisa dibuktikan; (4) Adanya batas persoalan yang ditentukan oleh penelitian; (5) Adanya kriteria eksklusif yang dibutuhkan untuk keabsahan data. Jenis riset ini ialah penelitian perbuatan kelas. Artinya format penelitian yang mempunyai sifat refleksi dengan mengerjakan tindakan-tindakan tertentu supaya dapat membetulkan dan menambah praktik-praktik pembelajaran di ruang belajar secara professional.

2. Lokasi Penelitian
Dalam rangka mendapat data penelitian ini, pengarang memilih TK.... sebagai tempat penelitian yang beralamat di Kecamatan.... Kabupaten ..... Lokasi penelitian dilaksanakan di TK .... di sebabkan masih tampak anak didik belum sepenuhnya dapat membaca permulaan.

3. Sumber Data
Sumber data dalam riset ini ialah anak didik TK .... Kecamatan .... Kabupaten .... yang berada di ruang belajar B yang berjumlah 20 orang.

4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pekerjaan penelitian, teknik memperoleh data diketahui dengan nama teknik pendataan data. Teknik pendataan data pada riset ini dilaksanakan dengan teknik sebagai berikut.

1) Tes
Tes dilaksanakan dalam riset ini ialah tes mula untuk memahami Pengetahuan prasyarat yang telah dipunyai siswa, kemudian diserahkan tes pada masing-masing akhir perbuatan dengan destinasi mengetahui dilangsungkan serta mengerjakan analisis dan refleksi terhadap keterampilan menulis permulaan.

2) Wawancara
Wawancara dilaksanakan pada masing-masing akhir perbuatan untuk mencari informasi tentang keterampilan anak didik terhadap mencatat permulaan menurut hasil tes yang didapatkan dan untuk memahami respon murid terhadap pembelajaran yang dilakukan. Wawancara melibatkan semua subjek penelitian.

3) Observasi
Observasi dilaksanakan dengan destinasi untuk mengamati pekerjaan anak didik selama pekerjaan belajar. Hal ini dilaksanakan untuk memahami adanya kecocokan antara rencana dan pelaksanaan perbuatan serta mengkaji sejauh mana pemberian perbuatan menghasilkan evolusi sesuai dengan yang dikehendaki.

4) Catatan lapangan
Catatan lapangan merupakan pekerjaan untuk mendokumentasikan secara tertulis seluruh peristiwa selama pekerjaan pembelajaran dilangsungkan yang bertujuan guna melengkapi data hasil wawancara dan observasi. Catatan lapangan memuat kegiatan siswa dan guru sekitar pembelajaran dilangsungkan yang tidak tedapat dalam lembaran pengamatan.

5. Teknik Analisis Data
Data yang didapatkan dari hasil kegiatan siswa berupa wawancara, pengamatan, dan daftar lapangan diteliti dengan memakai analisis kualitatif, yaitu:

1) Tahap Perencanaan
Dalam etape ini dilaksanakan observasi mula untuk mengidentifikasi masalah dan meneliti akar permasalahan melewati wawancara dengan guru yang terkait dan lantas menetapkan perbuatan pemecahannya. Kegiatan selanjutnya ialah peneliti dan guru berkolaborasi untuk menciptakan skenario pembelajaran, dan menciptakan soal ujian siklus I guna mengukur keterampilan siswa, eksemplar tanggapan murid terhadap proses belajar mengajar.

2) Tahap Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus yakni siklus I dan siklus ke II. Dalam masing-masing siklus dilakukan pembelajaran dalam satu kali pertemuan 1 x 40 menit. Tiap pertemuan dibentuk satu rencana pembelajaran dan guru mengemban proses pembelajaran cocok dengan rencana pembelajaran yang dibentuk sebelumnya. Materi yang diajarkan ialah menulis permulaan dengan media gambar.

3) Tahap Pengamatan (Observasi)
Dalam etape ini, peneliti mengerjakan pengamatan terhadap kegiatan anak didik sekitar berlangsungnya proses belajar melatih melalui eksemplar pengamatan terhadap kegiatan anak didik. Kegiatan selanjutnya ialah memberi tes siklus I untuk memahami hasil belajar anak didik dan memberi tanggapan untuk siswa setelah pembelajaran selesai.

4) Tahap Refleksi
Pada unsur refleksi dilaksanakan analisis data tentang proses, masalah, dan hambatan yang dijumpai dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap akibat pelaksanaan perbuatan yang dilaksanakan. Berdasarkan hasil refleksi itu barulah dapat diputuskan apakah pemberian perbuatan dalam siklus tersebut menjangkau tujuan atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharshimi. 2007. Penelitian perbuatan kelas. Jakata: Bumi Aksara.
Adiningsih, N. U. 2001. Pendidikan Anak Dini Usia. Jakarta: Rineka Cipta.
Ampuni, S. (1998). Proses Kognitif dalam Pemahaman Bacaan. Buletin Psikologi, 6, (2): 1626.
Anik Ghufron dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.
Andriani, S. 2005. Perbedaan Efektivitas Metode Lembaga Kata serta Metode Struktural Analisis dan Sintesis (SAS) dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan. Ringkasan Skripsi. Semarang: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Basuki Wibawa, Farida Mukti. 2001. Media Pengajaran. Bandung: CV. Maulana.
Bowman, J. D. dan Bowman, S. R. 1991. Dalam Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan untuk Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, S. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Menggunakan Media Gambar Di Taman Kanak-kanak"

Post a Comment