Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Menggunakan Media Gambar Di Taman Kanak-kanak
Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah
Dengan Menggunakan Media Gambar Di Taman Kanak-kanak
A. Latar Belakang Masalah
Usia anak pra sekolah ialah 0-6 tahun dimana di umur ini adalah masa sangat penting
untuk menempatkan dasar keterampilan anak guna kehidupan selanjutnya.
Sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003
mengenai Sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 Ayat 3 mengaku bahwa: Taman Kanak - kanak
(TK) adalah pendidikan anak umur dini pada jalur edukasi formal, yang bertujuan menolong anak didik mengembangkan sekian banyak potensi baik psikis dan jasmani yang mencakup moral dan nilai agama, sosial, emosional, kemandirian,
kognitif, bahasa, jasmani motorik
dan seni guna kesiapan anak menginjak Sekolah Dasar.
Pentingnya mengenyam edukasi TK juga diperlihatkan melalui hasil riset terhadap anak – anak dari kelompok ekonomi lemah yang diketahui tidak cukup memperoleh rangsangan
mental sekitar masa prasekolah,
ternyata edukasi selama 10 tahun
berikutnya tidak memberi hasil yang memuaskan (Adiningsih, 2001:28). Beberapa
tahun belakangan ini pun, tidak sedikit
sekolah dasar, khususnya sekolah
dasar kesayangan yang memberikan
sejumlah persyaratan masuk pada
calon siswanya. Sekolah ini menyelenggarakan
tes psikologi dan mensyaratkan anak telah harus dapat membaca
(Andriani, 2005:1).
Corak edukasi yang diserahkan di
TK menekankan pada hakikat bermain untuk anak – anak, dengan menyerahkan metode yang beberapa besar memakai sistem bermain
seraya belajar. Materi yang
diserahkan pun bervariasi,
tergolong menjadikan anak siap belajar (ready to learn), yakni siap belajar berhitung, membaca,
dan mencatat (Suyanto, 2005:7).
Mempersiapkan anak guna belajar
di umur ini diinginkan dapat memberi hasil yang
baik, sebab menurut keterangan dari Montessori
(dalam Hainstock, 2002:103) di umur 3,5
– 4,5 tahun anak lebih gampang belajar
menulis, dan di umur 4 – 5 tahun
anak lebih mudah menyimak dan memahami angka.
Membaca adalah sarana yang tepat
guna mempromosikan sebuah pembelajaran
sepanjang hayat (life long learning). Mengajarkan menyimak pada anak berarti memberi anak tersebut suatu masa depan, yakni memberi kiat bagaimana teknik mengekplorasi
“dunia” mana juga yang dia pilih
dan memberikan peluang untuk
mendapatkan destinasi hidupnya
(Bowman, 1991:265)..
Kemampuan menyimak sangat penting
untuk anak-anak guna belajar
ditingkat yang lebih tinggi. Namun tingkat kesiapan anak dan minat anak tetap mesti diperhatikan. Akan namun beberapa berpengalaman mengatakan bahwa anak pra sekolah itu akan merasa
tertekan andai diajari membaca,sebab belum siap menerima pengajaran
yang diberikan. Ironisnya keterampilan membaca
sering dipakai sebagai ukuran
keberhasilan edukasi anak umur dini.
Berdasarkan
keterangan dari Anik Ghufron (2003:2) KBK ialah seperangkat rencana dan pengaturan tentang seperangkat
keterampilan yang mesti dikuasai
peserta didik (siswa/mahasiswa),
pekerjaan belajar mengajar, dan evaluasi
sebagai petunjuk pelaksanaan pekerjaan pembelajaran. KBK ialah kurikulum yang ditunjukkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, supaya dapat mengerjakan sesuatu dalam
format kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan sarat tanggung jawab.
Di sekolah masing-masing harinya
pekerjaan anak terpusat pada 3
lokasi yang sudah ditentukan
guru sebelumnya. Anak diberi peluang untuk
memilih area pekerjaan apa yang hendak dilakukannya terlebih dahulu, urusan inicocok dengan pendapat prinsip belajar trial and error, bahwa anak
– anak memahami dunianya dengan mengupayakan dan menciptakan kesalahan, maka kesudahannya mereka mendapat pemahaman
baru. Namun menurut data yang
ditemukan di lapangan, kurikulum ini memiliki sejumlah kendala teknis yang bersumber dari sisi materi.
Kondisi ini menuntut guru guna berkreasi mengembangkan sendiri keadaan belajar di dalam kelas supaya tetap menyenangkan untuk anak. Namun demikian tantangan tetap saja terjadi karena tidak sedikit anak yang menjadi jenuh dan kehilangan konsentrasi.
Akibatnya, melulu sekitar 20%
dari jumlah anak dalam ruang belajar yang dapat menyelesaikan tugas dan
menguasai ketiga area pekerjaan setiap
harinya. Dalam urusan baca
tulis, lemahnya daya fokus anak
akan dominan terhadap keterampilan membaca pada anak sebab atensi dan semangat perlu ditumbuhkan guna mengembangkan keterampilan membaca (Dardjowidjojo,
2003:300).
Di
samping itu, di ruang
belajar tidak ditemukan huruf –
huruf yang ditempel atau gambar
– gambar disertai artikel di
bawahnya, yang sebetulnya dapat
memberi rangsangan mula bagi
anak dalam urusan baca dan
tulis. Praktik pengajaran baca tulis di dalam kelas pun memuat sejumlah kelemahan.
Materi dalam kitab penunjang
lebih tidak sedikit menuntut
anak guna belajar mencatat dengan menebalkan garis yang telah ditentukan sebelumnya.
Kurangnya peluang siswa dalam
bereksplorasi disebabkan ketersediaan perangkat peraga yang paling terbatas. Akibatnya, menurut keterangan dari keterangan sejumlah orangtua, anak-anak lebih
mudah menciduk pelajaran menyimak yang diserahkan di rumah sebab alat
– perangkat peraga yang
disediakan orangtua di rumah.
Proses menyimak melibatkan ketrampilan diskriminasi visual dan suara,
proses perhatian, dan kenangan (Grainger,
2003:180). Anak disleksia pada lazimnya memiliki kekurangan umum dalam kapasitas kenangan jangka pendek, karenanya cara multisensori dirancang secara
remedial sampai-sampai memungkinkan
mereka mendapatkan pelajaran yang lumayan dalam mengingat kenangan – kenangan verbal. Jika diterapkan pada anak – anak normal, proses
remedial pun akan mengasah keterampilan anak dalam menyimak dengan memperbanyak pelajaran sehingga kata yang baru
lebih cepat dikuasai baik dari sisi penulisan
(ortografis) maupun pengucapan (fonemis).
Namun terdapat pula yang
menuliskan bahwa mengajarkan anak
menyimak sejak dini dapat saja
dilakukan. Bahkan keterampilan ini bisa diperkaya dan memperluas
pengetahuan beranggapan anak
asalkan anak telah siap, punya
minat, rasa hendak tahu yang powerful dan tidak boleh memaksakan anak, sebab bagaimanapun pun kesiapan
anak guna belajar tersebut tidak sama yang sangat penting pekerjaan itu dilakukan dengan
menyenangkan.
Namun fakta yang ada, menurut
pemantauan di TK .... ....,keterampilan
anak sangat bertolak belakang dilihat dari segi anak. Ada anak yang belum
mengenal huruf huruf, ini disaksikan dari anak itu bila disuruh membaca mesti
dibimbing secara bijak. Ada anak yang paling pendiam sehingga
tidak cukup mampu disuruh berkomunikasi,
anak laksana ini seringkali suaranya tidak cukup jelas dan melulu berbisik. Kenyataan itu dapat diakibatkan oleh pembelajaran di ruang belajar yang menjemukan
diantaranya media yang disediakan
tidak cukup menarik minat anak
guna belajar membaca, atau pun dari cara yang dipakai lebih tidak
sedikit memakai papan tulis atau poster sampai-sampai membosankan
untuk anak. Permainan sebagai di
antara metode dalam pembelajaran jarang digunakan.
Berdasarkan masalah itu diatas, maka paling tertarik guna mengusung riset yang berjudul:
“Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah dengan
Menggunakan Media Gambar Gambar di TK. .... .... Kabupaten ....”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka yang menjadi rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah
Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah dengan
Menggunakan Media Gambar di TK. .... .... Kabupaten ....?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka tujuan riset sebagai
berikut: Untuk memahami Pengenalan
Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah dengan Menggunakan Media
Gambar di TK. .... .... Kabupaten ....?
D. Manfaat Penelitian
1) Secara teoritis, riset ini diinginkan dapat memberi
donasi referensi di bidang psikologi perkembangan, terutama pertumbuhan pada masa mula anak-anak; dan psikologi
pendidikan, terutama untuk pendidikan
anak umur dini.
2) Secara praktis, riset ini diharapkan berfungsi bagi:
a) Siswa Taman Kanak – kanak, guna meningkatkan keterampilan membacasemenjak dini.
b) Para guru terutama dan semua praktisi edukasi pada
umumnya, sebagai referensi bahwa dalam
melatih membaca, urgen untuk menyimak anak secara spesifik menurut keterampilan dan tipe belajar
mereka.
c) Para guru terutama dan semua praktisi edukasi pada
umumnya, dalam menyerahkan informasi mengenai metode menyimak lain yang dapat dilaksanakan sebagai pilihan untuk membetulkan proses
menyimak pada anak.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalah pahaman
pembaca dalam penulisan ini, maka pengarang
merasa butuh menjelaskan sejumlah istilah yang bersangkutan dengan judul riset ini. Adapun istilah-istilah
tersebut ialah sebagai berikut:
1) Pengenalan ialah adalah salah satu teknik untuk memperlihat pembelajaran untuk anak didik segala format proses belajar mengajar.
Minat menyimak permulaan ialah kegiatan memperkenalkan dan mengajar anak untuk menyimak kesatu kali (KBBI, 2005).
Adapun maksud dari menyimak permulaan ialah membaca semenjak dini yang diserahkan
pengenalan dan pemahaman terhadap bentuk-bentuk huruf huruf.
2) Media Gambar ialah media visual dalam format grafis yang mengkombinasikan kenyataan dan usulan secara jelas dan kuat melewati suatu kombinasi pengungkapan ucapan-ucapan dan gambar-gambar (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2005).
Adapun media gambar ialah salah satu media pembelajaran
yang menunjukkan bentuk-bentuk huruf bergambar guna mempermudah anak dalam membaca.
F. LANDASAN TEORITIS
1. Pengertian Membaca Permulaan
Berdasarkan
keterangan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:623), “kemampuan”
berarti kesanggupan atau kecakapan. “Membaca” berarti menyaksikan serta
mengetahui isi dari apa yang tertulis, atau melafalkan dan mengeja apa
yang tertulis. Petty dan Jensen (Ampuni, 1998:16) melafalkan bahwa
pengertian membaca memliki
sejumlah prinsip, di antaranya
menyimak adala hinterpretasi simbol – simbol yang berupa tulisan, dan
bahwa membaca ialah mentransfer gagasan yang dikatakan oleh pengarang bacaan.
Maka dengan kata lain menyimak merupakan kegiatan sejumlah kerja kognitif tergolong persepsi dan rekognisi.
Terdapat sejumlah tahap dalam proses belajar membaca. Initial reading
(membaca permulaan) adalah tahap
kedua dalam menyimak menurut keterangan
dari Mercer (Abdurrahman, 2002: 201). Tahap ini ditandai dengan
penguasaan kode alfabetik, di mana anak
melulu sebatas menyimak huruf per
huruf atau menyimak secara teknis. Membaca
secara teknis pun berisi arti bahwa
dalam etape ini anak belajar
mengenal fonem dan menggabungkan (blending) fonem menjadi suku kata atau kata
(Mar’at, 2005:80). Kemampuan menyimak ini bertolak belakang dengan keterampilan membaca secara formal
(membaca pemahaman), di mana seseorang telah mengetahui makna sebuah bacaan.
Tidak terdapat rentang umur yang mendasari pembagian langkah dalam proses membaca, sebab hal ini tergantung pada tugas –
tugas yang mesti dikuasai
pembaca pada langkah tertentu.
Berdasarkan
keterangan dari Depdikbud dalam Chaer (2003:204), huruf konsonan yang mesti
dapat disebutkan dengan benar
untuk menyimak permulaan ialah b, d, k, l, m, p, s, dan t.
Huruf – huruf ini, diperbanyak dengan huruf – huruf vokal akan dipakai sebagai
indikator keterampilan membaca
permulaan, sampai-sampai menjadi
a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diputuskan bahwa pengertian keterampilan membaca permulaan mengacu
pada kemampuan (ability) yang mesti dikuasai pembaca yang berada
dalam tahap menyimak permulaan.
Kecakapan yang dimaksud ialah penguasan
kode alfabetik, di mana pembaca melulu sebatas menyimak huruf per huruf, mengenal
fonem, dan menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata.
Berdasarkan
keterangan dari Soejono (Lestary, 2004:12) mempunyai tujuan yang memuat urusan – urusan yang mesti dikuasai murid secara umum, yaitu:
a) Mengenalkan murid pada huruf-huruf dalam huruf sebagai tanda suara atau tanda bunyi.
b) Melatih ketrampilan murid untuk mengolah huruf-huruf dalam
kata menjadi suara.
c) Pengetahuan huruf –huruf dalam huruf
dan ketrampilan mendengungkan wajib guna dapat dipraktikkan dalam masa-masa singkat saat siswa belajar menyimak lanjut.
2. Tahapan proses belajar menyimak Permulaan
Grainger (2003, h. 185) melafalkan adanya tiga langkah dalam proses membaca. Tahap
prabaca dapat disaksikan dari
kesiapan anak untuk mengawali pengajaran
formal dan tergantung pada kesadaran fonemis anak. Anak yang ditetapkan siap (biasanya pada
anak-anak yang baru menginjak usia
prasekolah) lantas akan melewati tahap kesatu dalam proses membaca.
Tahap kesatu ialah tahap logografis, anak-anak taman kanak – kanak atau mula kelas 1 menebak ucapan-ucapan menurut satu atau
sekelompok kecil huruf sampai-sampai tingkat
diskriminasi paling buruk.
Kemudian sesudah mendapat
pengajaran, diskriminasi menjadi lebih baik. Anak dapat memisahkan kata yang telah
dan belum dikenal, tetapi mereka
belum bisa membaca ucapan-ucapan yang belum dikenal.
Strategi membaca mula pada etape logografis secara umum tidak mempunyai sifat fonologis, namun lebih mempunyai sifat pendekatan global atau visual di mana pembaca mula mencoba mengidentifikasi kata
secara borongan menurut ciri –
ciri yang dapat dikenali. Tahap
kedua ialah tahap alfabetis,
pada etape ini pembaca mula memperoleh lebih tidak sedikit pengetahuan mengenai bagaimana membagi ucapan-ucapan ke dalam fonem-fonem
dan bagaimana merepresentasikan bunyi-bunyi yang mereka baca dan eja dengan
ortografi alfabet. Tahap ketiga
dilewati ketika anak sudah fasih
dalam proses dekoding. Anak pada
etape ini dapat memecahkan ucapan-ucapan yang beraturan dan tak
beraturan dengan memakai konteks.
Biasanya etape ini dilangsungkan ketika anak berada pada
pertengahan hingga akhir ruang belajar 3 dan ruang belajar 4 sekolah dasar.
Berdasarkan uraian di atas dapat diputuskan bahwa anak – anak lazimnya sebagai pembaca mula berada pada tahap menyimak permulaan. Lebih khususnya,
anak – anak berada pada etape kesatu
dan kedua dalam proses membaca, yakni tahap
logografis dan alfabetis. Pembagian
langkah ini menurut keterampilan
yang mesti dikuasai anak, yakni penguasaan kode alfabetik yang melulu memungkinkan anak untuk menyimak secara teknis, belum sampai mengetahui bacaan laksana pada tahap menyimak lanjut.
3. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Membaca Permulaan
Berdasarkan
keterangan dari Farida Rahim (2005: 16), menuliskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan membaca ialah sebagai berikut:
a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologi mencakup kesehatan fisik,
pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Menurut sejumlah ahli, keterbatasan neurologis laksana cacat benak dan
kekurang matangan secara jasmani adalah salah
satu hal yang dapat mengakibatkan peserta didik tidak sukses dalam meningkatkan keterampilan membaca pemahaman mereka.
b. Faktor Intelektual
Terdapat hubungan positif antara kepintaran yang ditunjukkan oleh IQ dengan rata-rata penambahan remedial menyimak tetapi tidak seluruh siswa yang mempunyai keterampilan intelegensi tinggi
menjadi pembaca yang baik.
c. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang mencakup latar belakang dan empiris peserta didik mempengaruhi keterampilan membacanya. Peserta
didik tidak bakal menemukan tantangan yang berarti dalam membaca andai mereka tumbuh dan berkembang di
dalam lokasi tinggal tangga yang
harmonis, lokasi tinggal yang sarat dengan cinta kasih, mengetahui anak-anaknya, dan
mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi.
d. Faktor sosial ekonomi siswa
Status sosial ekonomi murid mempengaruhi keterampilan verbal siswa. Hal ini
dikarenakan andai peserta didik bermukim dengan family yang berada dalam taraf sosial
ekonomi yang tinggi keterampilan verbal
mereka pun akan tinggi. Hal ini
didukung dengan fasilitan yang
diserahkan oleh orang tuanya yang berada pada taraf sosial ekonomi
tinggi. Lain halnya peserta didik yang
bermukim di family yang
sosial ekonomi rendah. Orangtua mereka
tidak bisa memenuhi keperluan anaknya
dan anaknya ingin kurang percaya
diri.
e. Faktor Psikologis
Faktor psikologis mencakup motivasi, minat, dan
kematangan sosial, emosi, serta penyesuaian diri.
4. Pengertian Media Gambar
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2005:42), gambar ialah tiruan
barang (orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya). Gambar adalah media visual dua demensi di atas
bidang yang tidak transparan. Guru dapat memakai
gambar guna memberi cerminan tentang sesuatu sampai-sampai penjelasannya lebih konkret
dari pada bila diuraikan dengan
kata-kata. Melalui gambar, guru bisa menerjemahkan
ide-ide abstrak dalam format yang
lebih realistik.
Berdasarkan
keterangan dari Farida (2010:12)
mengaku bahwa "Alam pikir anak ialah gambar. Dengan
ucapan lain, 'bahasa alam pikir anak ialah bahasa gambar. Semua informasi yang dia terima, bakal dia pikirkan di alam pikirannya
dalam format konkret, format yang cocok dengan pemikirannya sendiri". Agar menjadi efektif,
gambar usahakan ditaruh pada
konteks yang bermakna dan murid harus
berinteraksi dengan gambar (image)
tersebut untuk meyakinkan terjadinya proses informasi.
Berdasarkan
keterangan dari Gerlach dan Ely dalam Sri Anitah (2009:7-8)mengaku bahwa: Gambar tidak melulu bernilai seribu bahasa, tetapi pun seribu tahun atau seribu mil.
Melalui gambar dapat diperlihatkan kepada
pebelajar sebuah tempat, orang,
dan segala sesuatu dari wilayah yang
jauh dari cakupan pengalaman
pebelajar sendiri. Gambar pun dapat
memberikan cerminan dari masa-masa yang sudah lalu atau foto (gambaran)
masa yang bakal datang.
Bentuk media gambar dapat berupa gambar yang diciptakan dari kertas karton atau semacamnya yang tidak tembus cahaya.
Contohnya lukisan, potret, gambar dari majalah atau gambar yang disertai kata
atau kalimat. Dengan adanya media gambar dalam proses belajar tersebut diinginkan guru dan murid dapat mengungkapkan isi tentang gambar tersebut sesudah menganalisa dan memikirkan
informasi yang terdapat dalam
gambar tersebut. Jadi media gambar
ialah gambar yang diciptakan pada
kertas karton atau semacamnya yang bisa memberikan cerminan tentang segala sesuatu laksana binatang, orang, lokasi atau peristiwa. Foto dilaksanakan juga bisa dijadikan media gambar untuk diperlihatkan kepada murid untuk menggali informasi dan di
ajak menyajikan.
5. Manfaat Media Gambar
Berdasarkan
keterangan dari Basuki Wibawa (2001:42), Manfaat yang didapatkan dalam proses belajar menyimak dengan memakai media gambar ialah anak dapat mengetahui isi gambar, sampai-sampai anak lebih termotivasi
dan lebih tertarik untuk menyimak dan memahami isi kisah bergambar. Dengan demikian membaca untuk anak butuh disediakan
media sebagai visualisasi supaya dapat unik minat menyimak sehingga keterampilan
anak bisa lebih bertambah dibanding sebelum memakai media gambar.
Penemuan-penemuan dari penelitian tentang nilai untuk gambar diam tersebut, memiliki sejumlah implikasi untuk pengajaran, yaitu:
a) Bahwa pemakaian gambar dapat
memicu minat atau perhatian siswa
b) Gambar yang dipilih dan
diadaptasi secara tepat, menolong siswa mengetahui dan menilik isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya.
c) Gambar-gambar dengan garis simpel sering kali bisa lebih efektif sebagai paparan informasi ketimbang gambar
dengan bayangan, atau juga gambar
forografi yang sebenarnya. Gambar-gambar realisme yang menyeluruh yang memenuhi penonton
dengan informasi visual yang terlampau banyak,
ternyata tidak cukup baik
sebagai perangsang belajar
dikomparasikan gambar atau foto yang simpel saja.
d) Warna pada gambar diam seringkali menimbulkan masalah.
Sekalipun gambar berwarna lebih memikat perhatian murid dari pada yang hitam putih,tetapi tak tidak jarang
kali gambar berwarna adalah pilihan
terbaik untuk melatih atau
belajar. Suatu studi menyarankan supaya
pemakaian warna mestilah
realistik dan bukan sebatas demi menggunakan warna saja. Kalau pada sebuah gambar hitam putih ditambahkan melulu satu warna, maka barangkali akan meminimalisir nilai pengajarannya. Tapi, bila yang bakal diajarkan tersebut memang mencantol konsep warna, maka
gambar-gambar dengan warna yang realistik memang lebih disukai.
e) Kalau bermaksud melatih konsep yang mencantol soal gerak, suatu gambar diam (termasuk film
rangkai) barangkali akan tidak cukup efektif dikomparasikan dengan sepotong film
bergerak yang mengindikasikan gaya
(action) yang sama. Dalam urusan ini, sebuah urutan gambar diam,laksana yang diciptakan dengan kamera
potret 35 mm dapat meminimalisir
terlalu banyaknya informasi yang
diperlihatkan oleh film bergerak.
f) Isyarat yang mempunyai sifat verbal atau simbol-simbol laksana tanda panah atau pun firasat lainnya pada gambar diam bisa memperjelas atau barangkali pula merubah pesan yang sebetulnya dimaksudkan guna dikomunikasikan.
Berdasarkan
keterangan dari Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001:42)mengaku bahwa: Media visual dalam
proses belajar melatih dapat bermanfaat untuk:
(a) Pengembangan keterampilan visual;
(b) Membantu khayalan anak;
(c) Membantu menambah penguasaan anak terhadap
hal-hal yang abstrak, atau peristiwa yang tidak barangkali dihadirkan di dalam kelas;
(d) Mengembangkan kreativitas
siswa.
Dari uraian di atas dapat dipungut kesimpulan bahwa guna media gambar ialah dapat memicu dan unik minat
siswa, menolong siswa mengetahui dan mengingat, memperjelas
bagian-bagian yang penting, dan mempersingkat sebuah uraian yang panjang.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis
Penelitian
Pendekatan dalam riset ini ialah pendekatan kualitatif. Berdasarkan keterangan dari Moleong (2009:7) riset kualitatif mempunyai sejumlah karakteristik, yaitu: (1)
Manusia sebagai perangkat utama;
(2) Data diteliti secara tertata dan lengkap; (3) Hasil
penelitian menyatakan dan bisa dibuktikan; (4) Adanya batas persoalan yang ditentukan oleh
penelitian; (5) Adanya kriteria
eksklusif yang dibutuhkan untuk
keabsahan data. Jenis riset ini ialah penelitian perbuatan kelas. Artinya format penelitian yang mempunyai sifat refleksi dengan mengerjakan tindakan-tindakan tertentu supaya dapat membetulkan dan menambah praktik-praktik
pembelajaran di ruang belajar secara
professional.
2. Lokasi Penelitian
Dalam rangka mendapat data penelitian ini, pengarang memilih TK.... sebagai tempat penelitian yang beralamat di Kecamatan....
Kabupaten ..... Lokasi penelitian
dilaksanakan di TK .... di sebabkan masih tampak anak didik belum sepenuhnya dapat membaca permulaan.
3. Sumber Data
Sumber data dalam riset ini ialah anak didik TK .... Kecamatan .... Kabupaten .... yang
berada di ruang belajar B yang
berjumlah 20 orang.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pekerjaan penelitian,
teknik memperoleh data diketahui dengan nama teknik pendataan data. Teknik pendataan data pada riset ini dilaksanakan dengan teknik
sebagai berikut.
1) Tes
Tes dilaksanakan dalam riset ini ialah tes mula untuk memahami Pengetahuan
prasyarat yang telah dipunyai siswa,
kemudian diserahkan tes pada masing-masing akhir perbuatan dengan destinasi mengetahui dilangsungkan serta mengerjakan analisis dan refleksi
terhadap keterampilan menulis
permulaan.
2) Wawancara
Wawancara dilaksanakan pada
masing-masing akhir perbuatan untuk mencari informasi tentang keterampilan anak didik terhadap mencatat permulaan menurut hasil tes yang didapatkan dan untuk memahami respon murid terhadap pembelajaran yang
dilakukan. Wawancara melibatkan semua subjek
penelitian.
3) Observasi
Observasi dilaksanakan dengan
destinasi untuk mengamati
pekerjaan anak didik selama
pekerjaan belajar. Hal ini
dilaksanakan untuk memahami adanya kecocokan antara rencana dan
pelaksanaan perbuatan serta
mengkaji sejauh mana pemberian
perbuatan menghasilkan evolusi sesuai
dengan yang dikehendaki.
4) Catatan lapangan
Catatan lapangan merupakan pekerjaan untuk mendokumentasikan
secara tertulis seluruh peristiwa
selama pekerjaan pembelajaran dilangsungkan yang bertujuan guna melengkapi data hasil wawancara
dan observasi. Catatan lapangan memuat
kegiatan siswa dan guru sekitar pembelajaran dilangsungkan yang tidak tedapat dalam
lembaran pengamatan.
5. Teknik Analisis Data
Data yang didapatkan dari hasil
kegiatan siswa berupa wawancara, pengamatan, dan daftar lapangan diteliti dengan memakai analisis kualitatif, yaitu:
1) Tahap Perencanaan
Dalam etape ini dilaksanakan observasi mula untuk mengidentifikasi masalah
dan meneliti akar permasalahan melewati wawancara dengan guru yang terkait dan lantas menetapkan
perbuatan pemecahannya. Kegiatan selanjutnya ialah peneliti dan guru
berkolaborasi untuk menciptakan skenario
pembelajaran, dan menciptakan soal
ujian siklus I guna mengukur keterampilan siswa, eksemplar tanggapan murid terhadap proses belajar
mengajar.
2) Tahap Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus yakni siklus I dan siklus ke II.
Dalam masing-masing siklus dilakukan pembelajaran dalam satu
kali pertemuan 1 x 40 menit. Tiap pertemuan dibentuk satu rencana pembelajaran dan guru mengemban proses pembelajaran cocok dengan rencana pembelajaran
yang dibentuk sebelumnya. Materi
yang diajarkan ialah menulis
permulaan dengan media gambar.
3) Tahap Pengamatan (Observasi)
Dalam etape ini, peneliti
mengerjakan pengamatan terhadap
kegiatan anak didik sekitar berlangsungnya
proses belajar melatih melalui eksemplar pengamatan terhadap kegiatan anak didik. Kegiatan
selanjutnya ialah memberi tes
siklus I untuk memahami hasil
belajar anak didik dan memberi tanggapan
untuk siswa setelah pembelajaran
selesai.
4) Tahap Refleksi
Pada unsur refleksi
dilaksanakan analisis data
tentang proses, masalah, dan hambatan yang dijumpai dan dilanjutkan
dengan refleksi terhadap akibat pelaksanaan perbuatan yang dilaksanakan.
Berdasarkan hasil refleksi itu barulah
dapat diputuskan apakah
pemberian perbuatan dalam siklus
tersebut menjangkau tujuan atau
tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 2002. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharshimi. 2007.
Penelitian perbuatan kelas. Jakata:
Bumi Aksara.
Adiningsih, N. U. 2001.
Pendidikan Anak Dini Usia. Jakarta: Rineka Cipta.
Ampuni, S. (1998). Proses
Kognitif dalam Pemahaman Bacaan. Buletin Psikologi, 6, (2): 16‐26.
Anik Ghufron dkk. 2003. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan
Indonesia.
Andriani, S. 2005. Perbedaan
Efektivitas Metode Lembaga Kata serta Metode Struktural Analisis dan Sintesis
(SAS) dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan. Ringkasan Skripsi.
Semarang: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Basuki Wibawa, Farida Mukti.
2001. Media Pengajaran. Bandung: CV. Maulana.
Bowman, J. D. dan Bowman, S. R.
1991. Dalam Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan untuk Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, S. 2003.
Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
0 Response to "Pengenalan Minat Membaca Permulaan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dengan Menggunakan Media Gambar Di Taman Kanak-kanak"
Post a Comment