Model Pembeljaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
Model Pembeljaran CTL (Contextual
Teaching and Learning)
1. Pengertian Pendekatan
Kontektual
Pendekatan pembelajaran menurut keterangan dari Syaiful
(2003:68) ialah sebagai kegiatan guru dalam memilih pekerjaan pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran sebagai penjelas dan pun mempermudah untuk para guru menyerahkan pelayanan belajar dan pun mempermudah murid untuk mengetahui materi ajar yang
dikatakan guru, dengan merawat suasana
pembelajaran yang menyenangkan.
Pendekatan kontekstual dapat menciptakan variasi dalam
pembelajaran dan hasil belajar yang
diinginkan dapat dicapai. Pendekatan pembelajaranpasti tidak kaku mesti
memakai pendekatan tertentu,
dengan kata lain memilih pendekatan dicocokkan dengan
keperluan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran yang sering digunakan
oleh semua guru antara
lain: pendekatan konsep dan proses, pendekatan deduktif dan induktif pendekatan
ekspositori dan heuristik, pendekatan
kepintaran dan pendekatan konstektual.
Model Pembelajaran |
Landasan filosofi pendekatan
kontekstual ialah kontruktivisme, yakni filisofi belajar yang
menekankan bahwa belajar tidak melulu sekedar
menghafal namun mengkonstruksikan
atau membina pengetahuan dankemampuan baru lewat fakta-fakta atau
proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya (Masnur 2007:41). Tiap orang mesti mengkontruksi pengetahuan
sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang
telah jadi, tetapi suatu
proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses tersebut keaktifan seseorang yang hendak tahu amat berperan dalam pertumbuhan pengetahuannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja dari seseorang untuk yang lain, namun harus diinterpretasikan sendiri
oleh setiap orang.
Depdiknas (2002:5) mengaku pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) sebagai konsep belajar yang menolong guru mengaitkan antarapelajaran yang diajarkan dengan kondisi dunia nyata murid dan mendorong siswa menciptakan hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yakni: (1) kontruktivisme
(Constuctivism), (2) bertanya (Questioning), (3) mengejar (Inquiri), (4) masyarakat belajar (Learning Community),
(5) permodelan (Modeling), (6) Refleksi (Reflection), (7)evaluasi sebenarnya (Authentic
Assessment).
Jonhson (2007:67) mengaku bahwa pendekatan pembelajaran
konstekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) ialah sebuah proses
edukasi yangmembantu para
siswa menyaksikan makna dalam pelajaran akademik dengan konteks
dalam kehidupan seharian mereka, yakni konteks suasana pribadi, social, dan kebiasaan mereka. Untuk menjangkau tujuan ini sistem tersebut mencakup delapan komponen berikut: (1) menciptakan kebersangkutanan-kebersangkutanan
yang bermakna, (2) mengerjakan pekerjaan
yang berarti, (3) mengerjakan pekerjaan
yang ditata sendiri, (4) mengerjakan kerja sama, (5) berfikir
kritis dan kreatif, (6) membantupribadi
untuk tumbuh dan berkembang, (7)
menjangkau standar yang tinggi, (8) memakai penilaian autentik.
Pendekatan kontektual atau
Contextual Teching and Learning, Wina (2005:109) menjelaskan, sebuah pendekatan pembelajaran yang
menekankanuntuk proses
keterlibatan murid secara sarat untuk dapat mengejar materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan kondisi kehidupan
nyata sampai-sampai mendorong murid untuk bisa menerapkannya dalam kehidupan mereka. Terdapat lima ciri khas penting dalam proses
pembelajaran yang memakai pendekatan
kontekstual yakni :
a) Dalam pendekatan kontekstual
pembelajaran adalahproses
pengaktifan pengetahuan yang telah ada
(activiting knowledge).
b) Pembelajaran yang kontekstual ialah belajar dalam rangka mendapat dan meningkatkan pengetahuan baru (acquiring knowlwdge).
c) Pemahaman pengetahuan
(understanding knowledge), dengan kata
lain pengetahuan yang didapatkan
bukan guna dihafal namun untuk dipercayai dan dipahami.
d) Mempraktekkan pengetahuan dan empiris tersebut (applying knowledge),dengan kata lain pengetahuan dan empiris yang didapatkan harus bisa diaplikasikan
dalam kehidupan siswa, sampai-sampai tampak evolusi prilaku siswa.
e) Melakukan refleksi (reflecting
knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
Setiap unsur pendekatan kontekstual atau CTL yang bertolak belakang ini akan
menyerahkan sumbangan dalam
membantu siswa mengetahui tugas
sekolah. Secara bersama-sama mereka
menyusun suatu sistem yang memungkinkan semua siswa menyaksikan makna
di dalamnya, dan menilik materi
akademik.
Wina (2005:125) menjelaskan sejumlah hal urgen dalam pembelajaranmelewati
pendekatan kontekstual atau CTL sebagai berikut:
a) CTL ialah model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa secara penuh, baik jasmani maupun mental.
b) CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal akan namun porsesempiris dalam kehidupan nyata.
c) Kelas dalam pembelajaran CTL,
bukan sebagai tempat mendapat informasi, akan namun sebagi lokasi untuk
menguji data hasil temuan mereka dilapangan.
d) Materi latihan ditemukan oleh
murid sendiri bukan hasil pemberian orang lain.
2. Langkah-langkah Pembelajaran
Kontektual
Untuk bisa mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam
pembelajarannya mengaitkan antara
pelajaran yang bakal diajarkannya
dengan dunia nyata murid dan
mendorong siswa menciptakan hubungan
antara pengetahuan yang dipunyai dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama CTL yaitu sebagai
berikut.
a) Mengembangkan pemikiran bahwa murid akan belajar lebih bermakna andai ia diberi peluang untuk bekerja, menemukan, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
kemampuan baru (constructivism).
b) Membentuk group belajar yang
saling tergantung (interdependent learning groups) yaitu supaya hasil pembelajaran
didapatkan dari kerjasama dengan orang lain, maka pembelajaran hendaknya
selalu dilakukan dalam
kelompok-kelompok belajar atau proses pembe- lajaran yang melibatkan murid dalam kelompok.
c) Memfasilitasi pekerjaan penemuan (inquiry), yaitu supaya siswamendapat pengetahuan dan kemampuan melalui penemuannya sendiri
(bukan hasil menilik sejumlah
fakta).
d) Mengembangkan sifat hendak tahu siswa melewati pengajuan pertanyaan
(questioning). Bertanya di anggap sebagai pekerjaan guru guna mendorong, membimbing, dan mengetahui kemampuan
beranggapan siswa, sedangkan
untuk siswa pekerjaan bertanya
untuk mencari informasi,
mengkonfirmasikan apa yang telah diketahui
dan mengindikasikan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya bisa diterapkan antaramurid
dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara murid dengan guru, antara
murid dengan orang baru yang didatangkan di kelas.
e) Pemodelan (modeling),
maksudnya dalam suatu pembelajaran tidak jarang kali ada model yang dapat ditiru. Guru memberi model mengenai bagaimanateknik belajar, tetapi demikian guru bukan satu-satunya model. Modelbisa dirancang dengan melibatkan murid atau dapat pun mendatangkan dari luar.
f) Refleksi (reflection), ialah cara beranggapan tentang apa yang baru dipelajari atau beranggapan kebelakang mengenai apa-apa yang sudah saya dan anda lakukan dimasa yang kemudian kuncinya ialah bagaimana pengetahuan tersebut mengendap di pikiran siswa.
g) Penilaian bahwasannya (authentic assesment), ialah proses pengumpulansekian banyak data yang dapat memberikan cerminan
perkembangan belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya
ditekankan pada upayamenolong siswa supaya mampu mempelajari (learning
how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak barangkali informasi diakhir periode
pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan hanya hasil, dan dengan sekian banyak cara. Tes melulu salah satunya itulah akekat evaluasi yang sebetulnya (Direktorat
Pendidikan Lanjutan Pertama, 2003: 10-20).
3. Kekurangan dan Kelebihan
Pendekatan Kontektual
Berdasarkan
keterangan dari Wina (2005:129) ada sejumlah kelebihan dankelemahan
pendekatan kontektuan yaitu:
1) Kelebihan
a) Pembelajaran menjadi lebih
bermakna dan riil. Artinya murid dituntutguna dapat menagkap hubungan antara empiris belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini paling penting, karena dengan bisa mengorelasikan
pelajaran yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja untuk siswa materi tersebut akan bermanfaat secara fungsional, akan namun materi yang dipelajarinya bakal tertanam erat dalam
kenangan siswa, sihingga tidak akan gampang dilupakan.
b) Pembelajaran lebih produktif
dan dapat menumbuhkan penguatan
konsepuntuk siswa sebab metode pembelajaran CTL
menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dibimbing untuk mengejar pengetahuannya
sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswadiinginkan belajar melewati ”mengalami” bukan
”menghafal”.
2) Kelemahan
a) Guru lebih intensif dalam
membimbing. Karena dalam cara CTL.
Gurubukan lagi berperan sebagai
pusat informasi. Tugas guru ialah mengelolaruang belajar sebagai suatu tim yang bekerja bareng untuk mengejar pengetahuan dan ketrampilan yang baru untuk siswa. Siswa di anggap sebagai pribadi yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akandiprovokasi
oleh tingkat pertumbuhan dan
keluasan empiris yang
dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”
penguasa ” yang memaksa kehendak tetapi
guru ialah pembimbing
siswasupaya mereka bisa belajar cocok dengan etape perkembangannya.
b) Guru menyerahkan kesempatan
untuk siswa untuk mengejar ataumerealisasikan sendiri ide–ide dan menyuruh siswa supaya dengan menyadari dan dengan sadar memakai strategi–strategi mereka sendiri guna belajar. Namun dalam konteks ini pastinya guru membutuhkan
perhatian dantuntunan yang tambahan terhadap siswa supaya tujuan pembelajaran cocok dengan apa yang diterapkan
semula
0 Response to "Model Pembeljaran CTL (Contextual Teaching and Learning)"
Post a Comment