Analisis Perkembangan Psikologis Peserta Didik
Analisis Perkembangan Psikologis
Peserta Didik
A. Pengertian Perkembangan
Psikologis
Manusia ialah wujud kesatuan yang terdiri dari jasmani dan psikis. Pola-pola prilaku manusia melulu dapat difahami bilamana dilihat dari aspek keduanya, sebab perkembangan kehidupan insan terdiri dari jasmani dan psikis.
Dalam mengetahui perkembangan psikologis, terdapat baiknya diketahui apa yang dimaksud dengan perkembangan,
dimana dalam psikologi yang dibahasialah
perkembangan rohani sejak insan lahir hingga ia dewasa yang perubahannya
secara terus menerus dan adalahsatu
kesatuan yang tidakdapat dipisahkan.
Analisis Perkembangan Psikologis Peserta Didik |
Perkembangan itu tidak terlepas dari dua faktor, yakni pengaruh keturunan atau
pembawaan dan pengaruh dunia lingkungan dimana seorang hidup dan dibesarkan. Berdasarkan keterangan dari Abu Ahmadi
dalam bukunya Psikologi Perkembangan mengungkapkan bahwa : Perkembangan
menunjukan sebuah proses
tertentu yaitu sebuah proses
yang mengarah ke ke depan dan tidak bisa diulang kembai. Dalam
perkembangan insan terjadi
perubahan-perubahan yang sedikit tidak
sedikit bersifat tetap dan tidak
bisa diulangi. Perkembangan menunjukan pada perubahan-perubahan dalamsebuah arah yang mempunyai sifat tetap dan maju.
Dari penafsiran diatas dapat
dipungut pengertian bahwa
pertumbuhan adalahsuatu proses atau tahapan perkembangan yang mesti
dilewati oleh Individu dalam
masing-masing periode perkembangannya yang diinginkan membawa
evolusi kearah yang lebih maju.
Hal ini dipertegas oleh pendapat
Chaplin (2002) sebagaimana yang
dilansir oleh Samsunuwiyati Mar’at dalam bukunya Psikologi pertumbuhan beliaumenafsirkan perkembangan sebagai evolusi yang berkesinambungan dan
progresif dalam organisme, dari
bermunculan sampai mati.
Pernyataan di atas identik dengan
apa yang diungkapkan oleh Oemar Hamalik bahwa : perkembangan mengarah ke pada evolusi yang progresif dalam
organisme namum evolusi ini
tidak mengacu pada perubahan dari sisi fisik
saja (jasmaniah) tetapi perubahan bisa terjadi dari sisi fungsinya,contohnya
kekuatan dan koordinasi.
Berdasarkan uraian-uraian di
atas, pengarang berkesimpulan
bahwa perkembangan sehubungan erat
dengan proses belajar, sebab pada
intinya baik pertumbuhan atau
belajar mengacu untuk perubahan
dari apa yangsudah dipelajarinya,
baik dari sisi jasmani maupun
rohani yang diaktualisasikan melewati tingkah
laku (behaviorisme) tanpa memisahkan organisme
yang ada.
Psikologis yaitu sehubungan dengan psikologi, yakni sifat kejiwaan seseorang.
Sedangkan psikologi sendiri ialah ilmu
yang mempelajarimengenai jiwa
yang dicermati melalui tingkah
laku seseorang. Jiwa ialah daya
hidup rohaniah yang mempunyai sifat abstrak,
yang menjadi penggerak dan pengatur
untuk seluruh perbuatan-perbuatan sebagai hasil proses belajar yang
dimungkinkan oleh suasana jasmaniah,
rohaniah, sosial dan lingkungan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diajukan bahwa pertumbuhan psikologis
ialah suatu evolusi yang
terjadi pada diri pribadi sebagai
hasil dari proses belajar dan
dicocokkan dengan situasi perkembangan
psikologis siswa.
B. Faktor-faktor yang memprovokasi Perkembangan Psikologis
Peserta Didik
Pola pertumbuhan setiap
pribadi berbeda, tidak sedikit dan
luasnyapertumbuhan dalam masing-masing fase-fase yang dilewati juga berbeda,laksana halnya pola pertumbuhan jasmaniah dan pola pertumbuhan rohaniah yang tidak sama
cepat, dapat saja pola pertumbuhan jasmaniah cepat,tetapi belum tentu dari sisi rohaniahnya berkembang
cepat pula, bakal tetapi dapat saja berkembang paling lambat.
Dengan demikian, faktor-faktor
yang memprovokasi perkembangan
psikologisbakal penulis sampaikan menurut keterangan dari para berpengalaman dilihat dari sisi sudut pandang dan keberadaan siswa yang tidak sama.
Adapun faktor-faktor yang memprovokasi perkembangan
psikologis ialah sebagai inilah :
a) Faktot nativisme
Aliran atau teori nativisme
dengan figur utamanya
schopenhover dan figur lainnya
yang masih tergolong aliran ini ialah Plato, Descartes, Lombroso. Berdasarkan keterangan dari pendapat
aliran ini secara ekstrimmengaku bahwa
“perkembangan manusia tersebut sepenuhnya
ditentukan olehhal pembawaan
atau faktor-faktor yang dibawa semenjak
lahir.
Sejak terjadinya konsepsi yaitu proses pembuahan sel telur oleh
sel jantan, anak mendapat warisan-warisan pembawaan dari kedua
orang tuanya yang adalahpotensi
tertentu.
Dari sejumlah pernyataan di atas penulis memutuskan bahwa aliran nativisme mengaku baik buruknya,
sukses atau tidaknya perkembanganpribadi
sepenuhnya bergantung pada pembawaan pribadi yang dibawanyasemenjak
lahir.
Para hali dalam teori ini menjaga kebenaran konsepsi ini dengan
menunjukan sekian banyak kesamaan atau kesamaan antara orang tua dengan anak-anaknya. Keserupaan atau keserupaan antara orang tua dengan anak-anaknya memang benar tidak sedikit terjadi, akan namun yang butuh diragukan apakah benar keserupaan atau kesamaan yang terdapat pada orang tua dan
anak-nakanya tersebut benar
semata-mata menurut pembawaan
yang dibawa semenjak lahir ?
atau mungkin pun terjadi karena desakan rangsangan atau pengaruh dan kemudahan di luar hal pembawaan ?. Untuk kaum nativisme bakal tetap pada pendiriannya, sebab menurut keterangan dari mereka pertumbuhan hanyalah mewujudkan bagian pembawaan semata-mata.
Dengan demikian, hal lingkungan atau edukasi menurut keterangan dari aliran
ini tidak bisa melakukan apa-apa
dalam memprovokasi perkembangan
seseorang. Dalam ilmu edukasi aliran
ini dikenal sebagai aliran “Pedagogik Pessimisme” yaitu edukasi tidak dapat
memprovokasi perkembangan anak kearah kedewasaan yang dikehendaki oleh
pendidikan.
b) Faktor empirisme
Paham empirisme ini figur utamanya merupakan Jhon Locke, “teori ini secara ekstrim menekankan untuk pengaruh lingkungan, teori ini berasumsi bahwa lingkunganlah yang
menjadi penentu pertumbuhan seseorang,
baik buruknya pertumbuhan pribadi
seseorang sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan atau pndidikan.”
Dari pendapat di atas bisa difahami bahwa teori ini menomor
satukan pengaruh lingkungan atau
edukasi dalam pertumbuhan manusia.
Jadi, teori ini memandang hal pembawaan
tidak berperan sama sekali dalam prosespertumbuhan
manusia. Berdasarkan keterangan
dari pendapat kaum empiris, lingkunganlah yang maha kuasa dalam menilai pertumbuhan individu seseorang.
Oleh karena tersebut dalam ilmu edukasi teori ini dinamakan dengan aliran edukasi “Pedagogik Optimisme” dengan kata lain pendidikan maha
kuasa untuk menyusun atau
mengembangkan jati diri seseorang.
Pendidikan adalahsarana untuk pribadi melakukan proses belajar,
dari proses belajar tersebut insan akan merasakan perubahan-perubahan
(perkembangan) baik fisik maupun
rohaninya, yang dalam ilmu edukasi perkembangan
tersebut merangkum ranah
kognitif, afektif dan Psikomotorik.
Permasalahannya apakah benar
lingkungan atau edukasi menjadi
penentuuntuk perkembangan
seseorang, urusan ini paling ironis sekali sebab ada orang yang mempunyai lingkungan atau edukasi yang baik bahkan iadinamakan seorang yang terpelajar, kemudahan yang memadai tetapi ia tidakk
dapat mengalami pertumbuhan yang
baik dan tidak menggambarkan sikap
dan tindakan sebagai orang yang
terpelajar, bahkan kebalikannya ada
orang yang berpendidikan rendah dan tidak memiliki kemudahan lengkap dan
dapat disebut kurang mampu ia dapat mengalami pertumbuhan yang baik dan mempunyai akhlak karimah.
Dari analisa di atas, pengarang berkesimpulan bahwa aliran
empirismeialah aliran yang
mengungkapkan bahwa lingkungnan ialah faktor
utama yang memprovokasi perkembangan
psikologi dan jati diri seseorang.
c) Faktor konvergensi
Teori konvergensi yakni teori yang menjebatani atau
menangani kedua teori atau faham sebelumnya yang mempunyai sifat ekstrim
yakni teori nativisme dan teori empirisme.
Dari definisi di atas dapa difahami bahwa teori konvergensi ialah teori yang memungut jalan tengah, dengan kata lain baik hal pembawaan atau lingkungan
(pendidikan) sama-sama berperan urgen dalam
prosespertumbuhan manusia.
Sesuai dengan namanya konvergensi
yang dengan kata lain perpaduan,
maka berarti teori ini tidak memihak pada di antara teori yang
memprovokasi perkembangan seseorang, bahkan memadukan pengaruh kedua bagian pembawaan dan lingkungan itu dalam proses perkembangan, menurut keterangan dari teori ini baik bagian pembawaan maupun bagian lingkungan sama-sama merupakan hal yang berpengaruh pengaruhnya
untuk perkembangan seseorang. Misalnya seseorang yang berbakat musik
tidak bakal berkembang menjadi
seorang berpengalaman musik bilamana tidak ditunjang oleh
lingkungan atau edukasi yang
memadai.
Berdasarkan uraian di atas tentang aliran-aliran ajaran filosofis yangbersangkutan dengan pertumbuhan seseorang, maka pengarang berkesimpulan bahwa hal yang mempangaruhi tinggi
rendahnya bobot hasilpertumbuhan siswa pada dasarnya
terdiri:
1) Faktor intern, yaitu hal yang terdapat dalam diri siswa
tersebut sendiri yang mencakup pembawaan
dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan diri sendiri.
2) Faktor eksternal, yaitu hal yang datang dari luar diri murid yangmencakup lingkungan dan pengalaman, terutama lingkungan pendidikan.
TAHAPAN (FASE) PERKEMBANGAN
PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK
C. Fase atau Tahapan Perkembangan
psikologis Peserta Didik
a) Perkembangan pra sekolah
Dalam dunia edukasi tingkat keberhasilan belajar murid tidak melulu didukung atau ditentukan oleh fase pada masa sekolah saja, tetapi didukung oleh fase sebelumnya yakni fase pra sekolah, bahkan saat anak masih terdapat dalam kandungan bisa mempengaruhinya. Oleh karenatersebut pengendalian dari pada orang
tua mesti bisa terwujud, supaya perkembangan anak berlangsung secara baik.
Berdasarkan
keterangan dari Syamsu Yusuf dalam bukunya psikologipertumbuhan anak dan remaja mengaku bahwa pada masa umur pra sekolah ini dapat dipisahkan menjadi dua masa, yakni masa vital dan Masa estetik.
1) Masa vital
Masa bayi disebut pun sebagai periode vital, sebab kondisi jasmani dan mental bayi menjadi fundasi kokoh untuk perkembangan dan perkembangan selanjutnya. Pada masa
ini pribadi menggunakan
fungsi-fungsi biologisguna menemukan sekian banyak hal dalam dunianya, guna masa belajar freud menamakan
tahun kesatu dalam kehidupan pribadi itu sebagai masa oral
(mulut), sebab mulut di anggap sebagai sumber kesenangan dan ketidaknikmatan. Anak
memasukan apa saja yang dijumpai kedalam mulutnya itu, tidaklah sebab mulut adalahsumber utama, tetapi
sebab waktutersebut mulut
adalahalat untuk mengerjakan eksplorasi (penelitian)
dan belajar.
Pada tahun kedua anak sudah belajar berlangsung secara bertahap. Pada tahun ini lazimnya terjadi pembiasaan terhadap
keberhasilan (kesehatan) melalui
pelajaran keberhasilan ini, anak belajar mengendalikan impuls-impuls
atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya (umpamanya buang air
kecil dan buang air besar).
2) Masa estetik
Pada masa ini dirasakan sebagai masa pertumbuhan keindahan, kata estetik
disini dalam makna bahwa pada
masa ini, pertumbuhan anak yang
utamaialah fungsi panca
inderanya. Kegiatan pemerasan dan
belajar anak pun terutama memakai Panca Inderanya.
Pada periode pertumbuhan pra Sekolah ini Comenius
lebih menitik beratkan aspek pengajaran dari prose edukasi dan pertumbuhan anak,
tahun-tahun kesatu 0 – 6 tahun dinamakan periode sekolah – Ibu.
Dari pendapat di atas pengarang dapat memutuskan bahwa seorang ibu mempunyai peranan urgen pada masa pertumbuhan pra sekolah, karenanyaris semua usaha tuntunan pendidikan (ditambah
perawatan dan pemeliharaan)
dilangsungkan di tengah-tengah atau lingkungan keluarga,khususnya sekali kegiatan ibu paling menilai kelancaran prosesperkembangan dan
pertumbuhan anak.
b) Perkembangan umur sekolah
1) Tingkat operasional konkret (7
– 12 tahun)
Fase ini anak berada pada umur SD disebut pun Masa Sekolah rendah. Usia 7 – 12
tahun sistem kognitif yang terpadu dalam pengorganisasian mulai berkembang.
Proses berfikir tidak lagi mempunyai
sifat statis, seluruh yang dipakai secara sadar sebagai alat developer fikiran.
Para pendidik menyinggung masa ini dengan umur sekolah dasar sebab pada masa ini anak masanya guna masuk atau mengekor pendidikan di sekolah dasar
dengan harapan mendapat dasar pengetahuan dan kemampuan yang penting, dengan kata lain untuk keberhasilan
penyesuaian hidup dimasa dewasa nanti.
Alisuf Sabri mengaku bahwa periode ini disebut pun “periode kritis dalamdesakan berprestasi.” Karena pada masa
inilah kelaziman untukmenjangkau sukses, tidak berhasil dan paling sukses dibentuk. Sekalikelaziman prestasi ini terbentuk akan ingin menetap selamanya.
Sifat khas umur SD ialah : a) hendak mengetahui yang terdapat dalam dunia nyata, b) tidak
tergantung pada orang lain, c) adanya kbutuhan persahabatan, d) bersaing dengan sehat, e) memiliki sifat kepemimpinan dan, f)
memiliki keterampilan dan
kekuatan.
2) Tingkat operasional formal (12
tahun s/d ke atas)
Masa umur ini bertepatan dengan masa remaja yang selamanya hangat dan
menarik, sebab periode remaja ialah masa transisi dalam periode
anak-anak ke periode dewasa. Periode ini
dirasakan sebagai waktu yang
amat peting dalam kehidupan seseorang
terutama dalam pembentukan jati
diri individu.
Pada fase ini anak mengenal dunia
malalui logika dan praduga secara sistematis, anak dapat merumuskan hipotesis
mengenai dunia sekitar, sehingga
persoalan dapat ditanggulangi dengan sekian banyak cara yang berbeda. Hal ini diajukan bahwa perkembangan dan
pertumbuhan anakmemerlukan orang
dewasa, yaitu melewati guru yang dapat berupayamengetahui prinsip-prinsip
pertumbuhan dan ciri khas anak cocok dengan tingkat usianya.
Dengan demikian guru diinginkan lebih dapat menciptakan suasanapekerjaan belajar melatih yang kondusif sesuai keperluan anak. Dipandang dari sisi pendidikan masa ini adalahmasa yang sukar, sebab anak merasakan goncangan, dalam menghadapi perkembangan dan
pertumbuhan pada masa ini sikap yang sangat bijaksana ialah dengan memungut jalan tengah, yakni menghadapi dengan sikap yang
tidak ekstrim, baik-baikmengurangi maupun
memanjakan.
D. Tujuan memahami perkembangan psikologis siswa
Dilihat dari sisi perkembangan psikologisnya keharusan untuk setiap guru untuk memahami taraf kematangan yang telah dijangkau serta taraf kesediannya guna belajar ialah mutlak. Guru mesti
mengawal taraf kematangan dan taraf keikhlasan siswa pada
masing-masing proses belajar dan pada setiap empiris yang hendak dipelajarinya.
Hal ini dilakukannyasupaya usahanya sukses dan memastikan siswa dapat
memungut menfaat dan unsur-unsur yang dilakukannya dalam pengajaran, tuntunan dan pelatihannya.
Dari pendapat di atas bisa diketahui bahwa edukasi adalahusaha guna meningkatkan keterampilan peserta didik pada taraf
tertentu oleh karenatersebut seorang
guru dituntut penguasaan terhadap
keterampilan sebagai guru yang professional dalam bidangnya.
Ketidakmampuan guru dalammenyaksikan perbedaan
anak didik di dalam ruang belajar yang
dihadapitidak sedikit membawa
pengaruh kegagalan dalam merawat dan membangun tenaga insan secara sfektif.
Dengan demikian, guru mesti dapat menyimak perbedaan-perbedaan individual anak, sampai-sampai tujuan yang hendak dijangkau dapatdidapatkan dengan sebaik-baiknya
adapun perbedaan-perbedaan tersebut antara
lain:
a) Waktu dan irama perkembangan
b) Motif, inteligensi dan emosi
c) Kecepatan belajar atau menciduk pelajaran
d) Pembawaan dan lingkungan.
Dalam prilaku belajar terdapat semangat belajar. Motivasi belajar itu ada yang Interinsik atau
eksrinsik. Penguatan motivasi, semangat
belajaritu berada
ditangan semua guru atau
pendidik dan anggota masyarakat lain.
Oleh sebab itu, guru berkata dengan
anak didiknya cocok dengan akal,
taraf kematangan dan pemahaman mereka, disamping tersebut guru
mestimelatih disesuaikan dengan kematangan jasmani, akal dan emosi
merekacocok dengan situasi kejiwaannya. Banyaknya anak
yang tidak berhasil sekolah atau drop out dikarenakan pun sebagai dampak dari praktekmelatih
yang melupakan perbedaan individual anak, selain hal lainlaksana latar
belakang sosial ekonomi, family atau karena lain. Denganmenyimak segi psikologi siswa, maka
ini dapa memberikan peluang padamurid untuk bisa belajar cocok dengan
minat, bakat, tempo dan teknik belajar
yang efektif untuk mereka.
Dari uraian di atas pengarang dapat memutuskan bahwa tujuan memahami psikologis murid ini bermaksud supaya seorang guru bisa berhati-hati dalam melatih anak didik, sampai-sampai anak didik bisa diperlakukan sebagai insan biasa dan bukanlah sebagai anak
kecil, dengan mengetahuisituasi ini
maka proses pekerjaan belajar
mangajar (KBM) dapatberlangsung secara
efektif dan tepat guna dan
tujuan edukasi yang telahdiputuskan dapat terjangkau dengan sebaik-baiknya
dengan tetap menyimak dan dicocokkan dengan situasi perkembangan psikologis murid yang berbeda.
Referensi
• Abu Ahmadi, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991)
• Ahmad Fauzi, Psikologi Umum,
(Bandung: Pustaka Setia, 1999)
• Alisuf Sabri, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995
• Irwanto, Psikologi Umum,
(Jakarta: Prenhallindo, 2002)
• Kartini Kartono, Psikologi Anak
“Psikologi Perkembangan”, (bandung: Mandar Maju, 1995)
• Oemar Hamalik, Psikologi Belajar
Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995)
• Samsunuwiyati Mar’at, Psikologi
Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005)
• Surnadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Grafindo Persada, 1984)
• Syamsu Yusuf, Psikologi Anak
Dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006)
• Zulkifli, Psikologi
Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995)
0 Response to "Analisis Perkembangan Psikologis Peserta Didik"
Post a Comment