Makalah Budidaya Kelinci Menggunakan Pakan Limbah Industri Pertanian


Makalah Budidaya Kelinci Menggunakan Pakan Limbah Industri Pertanian
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah sejak lama (sekitar 20 tahun yang lalu), kelinci dipromosikan sebagai salah satu ternak alternatif untuk pemenuhan gizi (khususnya protein hewani) bagi ibu hamil dan menyusui, serta anak-anak yang kekurangan gizi . Hal ini karena ternak kelinci dapat dijadikan alternatif sumber protein hewani yang bermutu tinggi, dagingnya berwarna putih dan mudah dicerna. Kelebihan kelinci sebagai penghasil daging adalah kualitas dagingnya baik, yaitu kadar proteinnya tinggi (20,10%), kadar lemak, cholesterol dan energinya rendah (Diwyanto et al., 1985), sedangkan menurut Ensminger et al. (1990), daging kelinci berwarna putih, kandungan proteinnya tinggi (25 %), rendah lemak (4%), dan kadar cholesterol daging juga rendah yaitu 1,39 g/kg (Rao et al. dalam Sartika , 1995).
Menurut Farrel dan Raharjo (1984), kelinci menjadi ternak pilihan karena pakannya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, maupun ternak industri yang intensif. Kelinci juga tumbuh dengan cepat, dan dapat mencapai bobot badan 2 kg atau lebih pada umur 8 minggu, dengan efisiensi penggunaan pakan yang baik pada ransum dengan jumlah hijauan yang tinggi..
Kombinasi antara modal kecil, jenis pakan yang mudah dan perkembangbiakannya yang cepat, menjadikan budidaya kelinci masih sangat relevan dan cocok sebagai alternatif usaha bagi petani miskin yang tidak memiliki lahan luas dan tidak mampu memelihara ternak besar. Di negara sedang berkembang, kelinci dapat diberi pakan hijauan yang dikombinasikan dengan limbah pertanian dan limbah hasil industri pertanian (Sitorus et al., 1982 dan Diwyanto et al., 1985). Limbah industri pertanian seperti ampas tahu dan bekatul dapat digunakan sebagai pakan konsentrat untuk kelinci dan banyak terdapat di lingkungan masyarakat Indonesia.

Makalah Budidaya Kelinci
Ketersediaan pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha pemeliharaan ternak. Keberhasilan usaha pemeliharaan ternak banyak ditentukan oleh pakan yang diberikan disamping faktor pemilihan bibit dan tata laksana pemeliharaan yang baik. Agar kelinci dapat berproduksi tinggi, maka perlu dipelihara secara intensif dengan pemberian pakan yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Menurut Ensminger et al. (1990), pakan kelinci dapat berupa hijauan, namun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, sehingga produksinya tidak akan maksimum, oleh karena itu dibutuhkan pakan konsentrat.
Kendala penggunaan konsentrat pabrik adalah harganya yang mahal sehingga memberatkan petani peternak, karena biaya pakan sekitar 70% dari total biaya produksi. Seiring dengan peningkatan kebutuhan pangan untuk manusia, maka limbah industri hasil pertanian pun semakin banyak dan dapat menjadi alternatif penyediaan bahan pakan ternak yang potensial termasuk kelinci.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas kelinci dengan pakan rumput lapangan dan berbagai konsentrat yang berasal dari limbah industri pertanian (ampas tahu dan bekatul) yang dibandingkan dengan penggunaan konsentrat pabrik. Selain itu, juga untuk mengetahui feed cost per gain kelinci dengan pakan tersebut sehingga dapat direkomendasikan alternatif usaha budidaya kelinci dengan pakan limbah industri pertanian bagi petani miskin.

B. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana penggunaan pakan limbah industri dalam meningkatkan produktivitas kelinci?
2.      Sejauhmana ketersedian pakan limbah industri di lingkungan masyarakat?

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui produktivitas kelinci dengan rumupu lapangan.
2.      Untuk meneliti sejauhmana efektif pakan limbah industri pertanian.


D. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian adalah:
1.      Bagi Penulis
Sebagai bahan referensi dan pengetahuan dalam memahami budidaya kelinci menggunakan pakan rumput lapangan.
2.      Bagi Masyarakat
Untuk memahami perkembangan budidaya kelinci dan perkembangan dalam membudidaya kelinci dengan pakan rumput lapangan

E. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tampir Kulon, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang selama 16 minggu. Sebanyak 21 kelinci Vlaamse Reus betina umur 4 bulan dengan bobot badan awal 1.488,09+129,56 g (CV = 8,71%), digunakan dalam penelitian pola Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan ransum, yaitu T1 = rumput lapangan + ampas tahu, T2 = rumput lapangan + ampas tahu dan bekatul, dan T3 = rumput lapangan + bekatul dan konsentrat komersial. Bahan pakan tersebut disusun secara isoprotein sesuai dengan kebutuhan ternak kelinci menurut Cheeke et al.(1982).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsumsi Pakan
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa konsumsi BK total kelinci yang mendapat pakan rumput lapangan dan ampas tahu (T1) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kelinci yang mendapat rumput lapangan, ampas tahu dan bekatul (T2) atau kelinci yang mendapat rumput lapangan, bekatul dan konsentrat (T3). Hal ini menunjukkan, bahwa ransum T1 lebih palatabel daripada ransum T2 dan T3. Selain itu, ransum T1 mengandung ampas tahu basah sehingga lebih mudah dikonsumsi oleh kelinci dan dapat meningkatkan konsumsi BK total. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3, bahwa konsumsi konsentrat pada T1 (ampas tahu) lebih tinggi daripada T2 (ampas tahu dan bekatul) dan T3 (bekatul dan konsentrat komersial). Konsentrat komersial dengan bekatul bahkan tidak palatabel, yang ditunjukkan dengan konsumsi konsentrat yang paling rendah, dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut Aritonang dan Silalahi (1992), palatabilitas pakan pada ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal (kebiasaan, umur dan selera). maupun faktor eksternal (sifat pakan yang diberikan dan kondisi lingkungan). Lebih lanjut dijelaskan bahwa palatabilitas berkaitan dengan bau, rasa, dan tekstur yang dapat mempengaruhi selera makan. Cassady et al. (1971) menjelaskan bahwa kelinci mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membau dan merasakan pakan yang tersedia serta sangat selektif terhadap pakan yang disukai. Menurut Parakkasi (1999), faktor yang dapat mempengaruh konsumsi pakan pada ternak adalah tingkat palatabilitas ternak terhadap pakan yang diberikan dan sifat fisik bahan pakan tersebut.
Konsumsi PK total kelinci dengan ransum T1 lebih tinggi (P<0,05) daripada ransum T2 dan T3. Konsumsi PK total kelinci ini seiring dengan konsumsi BK totalnya. Semakin tinggi konsumsi BK total, maka semakin tinggi pula konsumsi PK totalnya.

B. Pertambahan Bobot Badan Harian
Pertambahan bobot badan harian kelinci tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan. Menurut Tillman et al. (1998), faktor pakan sangat menentukan pertumbuhan, bila kualitasnya baik dan diberikan dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhannya akan menjadi cepat, demikian pula sebaliknya. Pada penelitian ini, konsumsi BK dan PK total yang lebih tinggi pada T1 belum dapat memberikan PBBH yang lebih tinggi pula. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan SK ransum dengan konsentrat berupa ampas tahu pada T1 lebih tinggi (29,77%), dibandingkan dengan konsentrat berupa bekatul (26,88%) atau konsentrat pabrik (4,71%), sehingga konsentrat yang dikonsumsi tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan PBBHnya, tetapi banyak yang terbuang melalui feces. Sanford dan Woodgate (1981) menjelaskan bahwa apabila proporsi SK dalam ransum naik, maka daya cerna zat gizi pakan secara total turun. Dikemukakan oleh Cheeke (1987) bahwa kelinci memerlukan serat di dalam pakannya, bukan karena nilai gizinya, tetapi untuk mencegah enteritis. Rata-rata PBBH kelinci pada penelitian ini adalah 32,14 g.

C. Konversi Pakan
Konversi pakan hasil penelitian ini juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan. Hal ini berarti banyaknya pakan yang digunakan untuk meningkatkan per satuan PBBH kelinci relatif sama. Menurut Campbell dan Lasley (1985), konversi pakan dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh lain serta jenis pakan yang dikonsumsi. Meskipun konsumsi pakan pada penelitian ini dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,05), tetapi PBBH dan konversi pakannya tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini kemungkinan karena kecernaan pakan yang dikonsumsi rendah sehingga ternak tidak mendapatkan cukup zat-zat pakan yang diperlukan untuk berproduksi yang lebih tinggi.
Pada Tabel 3 secara deskriptif terlihat ada kecenderungan pakan yang mengandung konsentrat pabrik mempunyai konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini kemungkinan karena kadar SK ransum yang mengandung konsentrat pabrik lebih rendah sehingga ransum yang dikonsumsi lebih mudah dicerna dan lebih banyak zat pakan yang tersedia bagi ternak untuk berproduksi.
Feed Cost per Gain
Feed Cost per Gain adalah biaya pakan yang digunakan untuk meningkatkan 1 kg pertambahan bobot badan. Pada saat ini harga rumput lapangan adalah Rp 150,-/kg, ampas tahu Rp 300,-/kg, bekatul Rp 700,-/kg dan konsentrat Rp 3.500,-/kg. Hasil perhitungan FC/G hasil penelitian ini adalah Rp. 5.543,08/kg (T1), Rp. 6.911,63/kg (T2) dan Rp. 7.000,46/kg (T3). Pada perlakuan T1 ternyata menghasilkan FC/G yang paling baik. Hal ini karena pada perlakuan tersebut dapat menghasilkan FC/G yang terendah, artinya biaya pakan yang digunakan untuk meningkatkan 1 kg bobot badan ternak paling murah.
Apabila diasumsikan biaya pakan sebesar 70% dari total biaya produksi, maka biaya total yang dibutuhkan pada perlakuan T1 adalah Rp. 7.918,69/kg bobot badan. Harga kelinci Vlaamse Reus di pasaran saat ini adalah Rp. 20.000,-/kg bobot badan, sehingga pemeliharaan kelinci dengan pakan rumput lapangan dan ampas tahu dapat memberikan keuntungan sebesar Rp. 12.081,31/kg. Jika harga kelinci setelah digemukkan lebih tinggi daripada sebelum digemukkan karena kualitas dan kuantitas dagingnya berbeda, maka keuntungan yang akan diperoleh peternak akan lebih tinggi pula.
Pada tingkat petani peternak, rumput lapangan bisa didapatkan dengan mudah tanpa membeli sehingga hal ini dapat mengurangi biaya pakan. Hasil perhitungan FC/G pada kondisi seperti ini untuk perlakuan T1 menjadi Rp 4.848,79/kg. Akibatnya biaya total menjadi Rp. 6.926,84/kg, sehingga keuntungan per kg bobot hidup menjadi Rp. 13.073,16. Jadi keuntungan yang diperoleh dari pemeliharaan kelinci dengan ransum yang terdiri dari rumput lapangan dan ampas tahu di tingkat petani peternak lebih tinggi. Apabila rumput lapangan diberi harga Rp. 50,-/kg sebagai biaya tenaga kerja petani dalam mengambil, maka FC/G menjadi Rp. 4.961,75/kg, biaya total Rp. 7.088,21/kg dan keuntungan yang diperoleh menjadi Rp. 12.911,79/kg bobot badan.

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah limbah industri pertanian dapat digunakan sebagai pakan konsentrat bagi kelinci untuk menghasilkan produktivitas yang setara dengan penggunaan konsentrat pabrik. Penggunaan konsentrat dari limbah industri pertanian untuk ternak kelinci dapat menurunkan biaya pakan sebesar 20,82% dibandingkan dengan penggunaan konsentrat pabrik, sehingga cocok sebagai alternatif usaha dalam pemberdayaan petani miskin.


DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, D dan M. Silalahi. 1992. Ketercernaan nutrisi jagung, onggok, gaplek, ampas sagu, ampas bir, dan ampas tahu untuk babi. Majalah Ilmu dan Peternakan 5 (2):18

Cassady, R.B., P.B. Sawin, dan J.V. Dam. 1971. Commercial Rabbit Raising. United States Department of Agriculture, Washington D.C.

Campbell, J.R. dan J.F. Lasley. 1985. The Science of Animal that Serve Humanity. 2nd Ed., Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi.

Cheeke, P.R., N.M. Patton dan G.S Templeton. 1982. Rabbit Production. 5th Ed. The interstate Printers & Publisher, Inc., Danville.

Diwyanto, K., R. Sunarlin, dan P. Sitorus. 1985. Pengaruh persilangan terhadap karkas dan preferensi daging kelinci panggang. Jurnal Ilmu dan Peternakan 1 (10):427-430.

Ensminger, M.E., J.E. Oldfield dan W.Heinemann. 1990. Feeds and Nutrition. 2nd Ed. The Ensminger Publishing Co., Clovis

Farrel, D.J. dan Y.C.Raharjo. 1984. Potensi ternak Kelinci sebagai Penghasil Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Parakkasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Sartika, T. 1995. Komoditi kelinci peluang agribisnis peternakan. Semianar Nasional Agribisnis Peternakan dan Perikanan pada Pelita VI. Media Edisi Khusus :397-398.

Sitorus, P., S. Soediman, Y.C. Raharjo, I.G. Putu Santoso, B. Sudaryanto dan A. Nurhadi. 1982. Laporan Budidaya Peternakan Kelinci di Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1991. Principles and Procedures of Statistics. A Biometrical Approach. 2nd Ed., McGraw-Hill International Book Company, Tokyo.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Budidaya Kelinci Menggunakan Pakan Limbah Industri Pertanian"

Post a Comment