Peran Pertanian Dalam Sektor Ekonomi Terhadap Pembangunan Nasional


Peran Pertanian Dalam Sektor Ekonomi Terhadap Pembangunan Nasional

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional menghadapi tantangan kronis berupa  kesenjangan masalah kemiskinan dan tantangan dampak krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang terjadi saat ini merupakan akibat dari masalah fundamental dan keadaan khusus (shock). Masalah fundamental adalah tantangan internal berupa kesenjangan yang ditandai adanya pengangguran dan kemiskinan. Tantangan eksternal adalah upaya meningkatkan daya saing menghadapi era perdagangan bebas. Sedangkan keadaan khusus (shock) adalah bencana alam kekeringan yang datang bersamaan dengan krisis moneter yang merembet dari negara tetangga. Krisis ini bukan saja melanda Indonesia tetapi juga negara-negara Asia lainnya. Krisis ekonomi ditandai melemahnya nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat.
Kebijaksanaan pembangunan nasional perlu ditempatkan dalam tatanan strategi pemberdayaan masyarakat, termasuk dalam pelak-sanaan agenda pemulihan ekonomi saat ini, antara lain melalui sistem jaring pengaman sosial, untuk menuntaskan tantangan pembangunan. Pembangunan adalah milik rakyat, agenda pemulihan ekonomi harus memihak rakyat mewujudkan kesejahteraan rakyat secara lestari. Strategi pemberdayaan masyarakat perlu dipahami dan menjadi ko-mitmen segenap komponen bangsa dalam menyelenggarakan ke-bijaksanaan ekonomi melalui sistem perencanaan dan anggaran pembangunan, maupun melalui upaya pemihakan kepada ekonomi rakyat yang masih tertinggal dan rawan kondisi krisis. Upaya pem-berdayaan masyarakat dalam kerangka arah baru pembangunan nasional, merupakan perwujudan paradigma pembangunan yang berorientasi pada manusia (people centered development).

Peran Pertanian Dalam Sektor Ekonomi Terhadap Pembangunan Nasional
Strategi pemberdayaan masyarakat menekankan langkah nyata pembangunan yang demokratis, yang berindikasikan proses pem-bangunan dari, oleh, dan untuk rakyat yang berjalan dalam proses perubahan struktur yang benar. Rakyat dalam pemahaman seluruh warga negara Indonesia. Proses demikian ditujukan agar setiap warga negara Indonesia yang menikmati pembangunan haruslah mereka yang menghasilkan, dan mereka yang menghasilkan haruslah yang me-nikmati.
Sejalan dengan hal tersebut kebijaksanaan pembangunan per-tanian saat ini adalah meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Pembangunan demikian merupakan aras utama dalam penajaman arah baru pembangunan pertanian seiring dengan agenda reformasi pembangunan, yaitu pembangunan yang demokratis. Penajaman arah baru pembangunan pertanian tersebut ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui perkembangan struktur masyarakat tani yang muncul dari kemampuan masyarakat tani sendiri. Menyadari bahwa potensi dan kemampuan masyarakat tani yang tidak merata maka perlu dirumuskan arah dan kebijaksanaan pembangunan pertanian dalam kerangka pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui strategi pemberdayaan dan pemihakan masyarakat tanimenuju masyarakat tani yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   ARAH BARU PEMBANGUNAN NASIONAL
Tujuan pembangunan nasional seperti yang dikemukakan pada Pembukaan UUD 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sedangkan cita-cita pembangunan nasional adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencer-daskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Arah baru pembangunan nasional merupakan strategi pemba-ngunan nasional yang menempatkan secara terintegrasi berbagai upaya: pemberdayaan dan pemihakan masyarakat, pemantapan otonomi daerah, dan modernisasi melalui perubahan struktur ke arah yang benar. Kebijaksanaan makro pembangunan diletakkan pada arah baru pembangunan nasional yang memuat secara sinergi antara paradigma pemberdayaan, otonomi, dan perubahan struktur.
Untuk mencapainya maka perlu disusun kebijaksanaan dasar yang memuat beberapa unsur penting, yaitu: pertama, penerapan mekanisme pasar yang bersahabat, yaitu yang sesuai dengan pemahaman sosial politik serta tujuan pembangunan nasional; kedua, pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama ekonomi, baik sebagai produsen maupun konsumen sehingga masyarakatlah yang merasakan langsung dampak pembangunan; dan ketiga, penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi maju sebagai suatu upaya transformasi sistem produksi dari perilaku  tradisional ke perilaku modern yang lebih kompetitif.

2.2.   PERAN PERTANIAN DALAM SEKTOR EKONOMI
Kedudukan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasi-onal adalah cukup nyata, dilihat dari proporsinya terhadap pendapatan nasional. Pada tahun 1993, sumbangan sektor pertanian terhadap GDP adalah 18%, kemudian turun menjadi 15% pada tahun 1997. Namun dengan adanya krisis ekonomi, kembali sektor pertanian menunjukkan peranannya yang lebih besar yaitu sumbangannya sebesar 17% pada GDP pada tahun 1998. Lihat Statistik Indonesia 1994, 1997, dan 1998, BPS, Jakarta.
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas sehingga mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah pada sektor pertanian. Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut:
-       Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan.
-       Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya.
-       Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya.
-       Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).

1)      Kontibusi terhadap kesempatan kerja
Di suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Di Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7 juta lebih. Jauh lebih besar dari sector manufaktur. Ini berarti sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja yang terbesar. Data Sakernas menunjukkan bahwa pada tahun 1997, dari sekitar 87 juta jumlah tenaga kerja yang bekerja, sekitar 36 juta diantaranya bekerja di sektor pertanian. Lihat Sakernas 1986 dan 1997, BPS, Jakarta
Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.

2)      Kontribusi devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.
3)      Kontribusi terhadap produktivitas
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia.
Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain.
Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial).
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.
2.3.  PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI SEBAGAI KUNCI DALAM MENGURANGI KEMISKINAN
Mengingat pentingnya sektor pertanian sebagai penyangga bagi pemenuhan kebutuhan massyarakat, dan mengingat semakin terus bertambahnya kebutuhan akan pangan yang disebabkan oleh meningktanya jumlah penduduk, maka dalam upaya menanggulangi kemiskinan penting kiranya membicarakan cara efektif dalam memberdayakan masyarakat petani.
Pemberdayaan masyarakat yang perlu dilakukan dalam menyikapi kemiskinan ini adalah dengan mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa sektor pertanian adalah sektor kebutuhan yang paling vital bagi masyarakat Riau. Kian hari jumlah masyarakat yang masih memilih bertani semakin kecil. Masyarakat saat ini lebih tertarik untuk bekerja sebagai karyawan disebuah perusahaan dan di instansi-instansi pemerintah serta swasta lainnya. Sektor pertanian dianggap tidak menjanjikan lagi. Seperti di kabupaten Indra Giri Hilir misalnya, telah terjadi penurunan produksi beras dari tahun-tahun sebelumnya.
Disamping mendorong kesadaran akan pentingnya peran sektor pertanian dalam menyangga pembangunan, masyarakat juga perlu didorong untuk menciptakan dan menjalankan pola pertanian produktif yang padat karya. Selama ini salah satu penyebab semakin berkurangnya minat masyarakat menjadi petani adalah dikarenakan rasio antara kerja dan penghasilan yang mereka peroleh tidak imbang. Mereka, para petani ini mendapat laba yang sangat kecil dari usaha mereka menggarap lahan pertanian. Hal ini disebabkan antara lain oleh, mahalnya bibit, mahalnya pupuk dan obat-obatan kimia, dan mahalnya peralatan pertanian yang harus dibeli petani. Biaya yang sangat tinggi yang harus dikeluarkan petani menjadi persoalan pelik yang menyebabkan masyarakat menganggap berprofesi sebagai petani sama sekali tidak menguntungkan.
Untuk itu perlu dikembangkan pertanian padat karya. Dalam pertanian padat karya ini, petani dapat membuat bibit, pupuk, perlatan pertanian yang murah dan mencari obat-obatan alternatif sebagai pengganti bagi obat-obatan kimia yang berdampak negatif bagi tanaman pertanian.
Sisi padat karya terlaksana dari semakin terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi para pengangguran lainnya. Mereka bisa mendapatkan lapangan pekerjaan dengan memproduksi bibit lokal dan menjualnya kepada para petani dengan harga yang terjangkau. Sebagian lainnya bisa memproduksi pupuk kompos, sebagian masyarakat lainnya bisa memproduksi alat-alat pertanian alternatif yang murah dan efisien, dan menemukan obat-obatan alternatif non kimiawi untuk pertanian.
Masyarakat dalam hal ini bisa diberdayakan dengan memberikan pengetahuan dan skill dan pendampingan dalam memproduksi hal-hal tersebut diatas. Pengetahuan dan skill dan pendampingan tersebut dapat diberikan kepada masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan intensif yang tidak dipungut biaya.
Maka dalam proses pemberdayaan ini diperlukan sinergi kelompok-kelompok seperti sekolah menengah dan sekolah tinggi pertanian, Lembaga Swadaya Masyarakat, Koperasi Unit Desa dan Pemerintah melalui Departemen Pertanian. Lembaga-lembaga ini yang nota bene mempunyai banyak pengetahuan dan skill dibidang pertanian dapat memberikan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat tentang pertanian padat karya. Sedang Koperasi Unit Desa dapat menjadi penyalur bagi bahan, alat dan hasil-hasil pertanian padat karya tersebut.
Perlu dicatat bahwa paradigma partnership adalah hal mendasar yang paling utama dalam melakukan pemberdayaan masyarakat petani. Tanpa anggapan bahwa semua sektor adalah mitra bagi petani, pemberdayaan ini tak akan berhasil dengan baik.
Simpul dari pemberdayaan masyarakat petani ini adalah upaya untuk mengorganisir dan membentuk organisasi institusional bagi para petani untuk bisa menyuarakan dan memperjuangkan kepentingannya, untuk secara perlahan-lahan namun pasti memandirikan dan memberi tempat bagi para petani berupaya dalam lapangan ekonomi-politik di Indonesia. Tanpa mampu mengarahkan para petani pada upaya membentuk organisasi institusional yang sadar, kemiskinan yang banyak berakar dari persoalan struktural ini tidak akan berubah dan selamanya petani tetap akan menjadi miskin.
Namun pemberdayaan bagi masyarakat petani hanya akan sukses jika disertai dengan tindakan advokasi bagi para petani. Pemerintah dapat melakukan tindakan advokasi dengan mengeluarkan kebijakan publik dan produk hukum yang berpihak kepada para petani, diantaranya menyangkut land reform, perlindungan terhadap wilayah pertanian dari rencana industrialisasi serta mengatur mekanisme distribusi dan harga dari hasil pertanian tersebut. Bukan berarti kita apriori terhadap industrialisasi, tetapi idealnya dalam sebuah daerah harus dikelola pembagian wilayah secara proposional antara wilayah untuk sektor industri dan sektor pertanian. Terlalu luasnya wilayah industri akan mengakibatkan terancamnya sektor pertanian, sedang terlalu luasnya wilayah pertanian akan menyebabkan potensi sumberdaya alam di Riau tidak dimanfaatkan sebaik mungkin.
Lembaga Swadaya Masyarakat dapat melakukan fungsi advokasi serupa dalam memperjuangkan land reform dan mengontrol harga pasar, serta melakukan advokasi dari gencar masuknya produk-produk kimia untuk pertanian. Koperasi Unit Desa bisa menjalankan sistem perdagangan yang berorientasssi pada pengutamaan kepentingan petani dalam hal distribusi dan harga. Sedangkan sekolah-sekolah pertanian bisa juga melakukan advokasi juga terhadap masuknya produk-produk kimiawi pertanian.
Tanpa advokasi maka tindakan pemberdayaan tidak berarti apa-apa dalam memperjuangkan para petani. Tindakan yang tidak komprehensif dan masif ini sama saja dengan usaha menegakkan benang basah dalam mengentaskan kemiskinan di masyarakat. Masyarakat kita adalah masyarakat yang tidak memiliki kemandirian penuh sehingga kita menganggap perlu adanya pemberdayaan bagi masyarakat itu sendiri, maka dengan alasan yang sama pula penting bagi kita untuk melakukan fungsi advokasi bagi para petani jika kita menginginkan kemiskinan di Riau ini berkurang.





BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

                Secara umum dapat dikatakan bahwa pembangunan sektor pertanian sangat strategis bagi pembangunan nasional. Posisi ini sepatutnya menjadi pendorong bagi sektor pertanian untuk melakukan evaluasi kembali tentang peran strategisnya.  Sebagai antisipasi maka perlu dimiliki komitmen untuk melaksanakan arah baru pembangunan pertanian, pembangunan yang berorientasi pada manusia berdasarkan kemampuan dan potensi sumberdaya, serta daya dukung lokal, untuk mewujudkan kesejehteraan rakyat luas-luasnya.
            Kemiskinan tidak bisa disikapi hanya dengan memberikan bantuan berupa uang kepada penduduk miskin. Kemiskinan berkaitan dengan struktur sosial yang menyangkut kelemahan suatu struktur tertentu, dalam hal ini masyarakat petani, atas struktur lainnya. Kemiskinan menyangkut ketergantungan struktur masyarakat petani atas struktur lainnya, yakni kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu menyikapi kemiskinan dalam hal ini berarti membuat masyarakat petani menjadi kuat, memiliki peran dan mampu memandirikan massyarakat petani dengan kebijakan ekonomi-politik yang tepat.
            Sebenarnya atonomi sangat berdampak positif dalam mengentaskan kemiskinan jika ada interaksi partnership yang baik antara birokrasi, institusi-institusi profesional dan Lembaga Swadaya Masyarakat itu sendiri. Otonomi daerah dengan demikian akan memberikan peluang yang besar bagi semakin dekat dan semakin intensnya interaksi partnership ini jika dibanding dengan pola sentralitas yang selama ini diterapkan dalam pelaksanaan pengelolaan negara kita.
Pengalaman di beberapa negara seperti Filipina dan RRC telah menunjukkan bahwa suatu sektor pertanian yang pertumbuhannya lamban dapat menghambat pertumbuhan ekonomi pada umumnya dan sektor industri pada khususnya (Lincolin Arsyad, 1999 hal 162). Dan tentunya dengan rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat Riau pada umunya, sektor pertanian yang kurang berkembang ini tentu akan mempercepat merebaknya kemiskinan.
Walaupun kemudian ada anggapan bahwa devisa dapat dipergunakan dalam mengimpor kebutuhan bahan pangan, tetapi jika kita berpikir dalam kontek kemiskinan, maka jelaslah upaya dalam meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian dengan jalan memberdayakan dan melakukan fungsi advokasi terhadap petani ini tidak sekedar persoalan bagaimana memenuhi kebutuhan Riau akan bahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA

http://pksyariahimmciputat.blogspot.com/2007/04/reorientasi-gerakan-mahasiswa.html
http://dayintapinasthika.wordpress.com/2011/03/23/sektor-pertanian/

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peran Pertanian Dalam Sektor Ekonomi Terhadap Pembangunan Nasional"

Post a Comment