Makalah Pertentangan Sosial Dan Kesamaan Derajat


Makalah Pertentangan Sosial Dan Kesamaan Derajat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kebutuhan merupakan suatu awal dari tingkah laku Individu. Individu itu sendiri bertingkah laku karena adanya motivasi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. Kebutuhan dan kepentingan tersebut sifatnya esensial bagi individu itu sendiri. Jika kebutuhan dan kepentingan itu terpenuhi maka ia akan merasa puas, namun juga sebaliknya, apabila pemenuhan kebutuhan dan kepentingan itu gagal maka akan menimbulkan suatu masalah bagi dirinya pribadi serta lingkungannya.
Dengan berpegang pada prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan manifestasi pemenuhan dari kepentingan itu sendiri.
Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor pembawaan (Hereditas) dan faktor lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu. Perbedaan pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu dalam hal kepentingannya meskipun dengan lingkungan yang sama. Sebaliknya lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan individu dalam hal kepentingan meskipun pembawaannya sama.alat dalam memenuhi kepentingannya, maka kegiatan yang dilakukannya.
Merujuk pada latar belakang tersebut, akhirnya penulis tertarik untuk menyusun sebuah makalah yang mengkaji mengenai tingkah laku individu dalam memenuhi kepentingan ataupun kebutuhannya, dengan judul ”Pertentangan-pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat”.

1.2. Identifikasi Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis mencoba m,engidentifikasikan beberapa pertanyaan yang akan dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan dan penyelesaian makalah. Diantaranya yaitu :
1.      Apa yang dimaksud Pertentangan Sosial ?
2.      Bagaimana pengertian dari prasangka dan diskriminasi ?
3.      Apa yang dimaksud dengan ethnosentrisme dan integrasi sosial?
4.      Bagaimana Perbedaan Kepentingan dapat menyatukan sebuah insprasi?

1.3. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu sosial dasar, tapi juga bertujuan diantaranya untuk :
1.      Mengetahui yang dimaksud dengan kebutuhan
2.      Mengetahui pengertian dari prasangka dan diskriminasi
3.      Mengetahui yang dimaksud dengan ethnosentrisme dam stereotype
4.      Mengetahui eksistensi dari konflik dalam kelompok

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perbedaan Kepentingan
Maksudnya adalah pendapat atau kepentingan seseorang yang berbeda dengan yang lainnya. Terkadang bisa menyebabkan perdebatan yang bisa berakhir secara damai atau sebaliknya berakhir secara anarkis.
1.        Pengertian Sosial
Di kehidupan kita sebagai anggota masyarakat istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Dan juga sering diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan manusia sehingga memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat terhadap yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikataka sebagai mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Pada dunia pendidikanpun istilah sosial dipakai untuk menyebut salah satu jurusan yang harus dipilih ketika memasuki jenjang sekolah menengah atas atau pilihan ketika memasuki perguruan tinggi, dan jurusan tersebut adalah jurusan yang berkaitan dengan segala aktivitas yang berkenaan dengan tindakan hubungan antar manusia.
Sosial disini yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang terikat pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu berarti terdapat hak dan kewajiban dari


2.        Pertentangan Sosial/Ketegangan Dalam Masyarakat
Konflik mengandung pengertian tingkah laku yang lebih luas daripada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar. Terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri dasar dari suatu konflik, yaitu
1.      Terdapat dua atau lebih unit-unit atau bagian yang terlibat dalam konflik
2.      Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan, tujuan, masalah, sikap, maupun gagasan-gagasan
3.      Terdapat interraksi diantar bagian-bagian yang mempunyai perbedaan tersebut
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengan kebencian atau permusuhan, konflik dapat terjadi pada lingkungan diri seseorang, kelompok, dan masyarakat. Adapun cara pemecahan konflik tersebut :
1.        Elimination, pengunduran diri dari salah satu pihak yang terlibat konflik
2.        Subjugation atau Domination, pihak yang mempunyai kekuasaan terbesar dapat memaksa pihak lain untuk mengalah
3.        Majority Rule, artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting
4.        Minority Consent, artinya kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta kesepakatan untuk melakukan kegiatan bersama
5.        Compromise, artinya semua sub kelompok yang terlibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
6.        Integration, artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak

2.2. Prasangka dan Diskriminasi, Etnosentrisme
Prasangka dan diskriminasi merupakan dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai yindakan kekerasan dan destruktif yang merugikan.
Prasangka me4mpunyai dasar pribadi, di mana setiap orang memiliki9nya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudaj tampak. Melalui proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk membeda-bedakan. Perbedaan yang secara sosial silaksanakan antar lembaga atau kelompok dapat menimbulkan prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun menurun) sehingga tidak heran apabila prasangka ada pada mereka yang tergolong cendekiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi prasangka pada dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian dengan seksama, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat multi etnik.
Suatu bhal uang saling berkaitan, apabila seorang individu mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkainya. Rerapi dapat pula yang bertindak diskriminatif tanpa didasari prasangka, dan sebaliknya seorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif. Perbedaan terpokok antara prasangla dan diskriminatif ialah bahwa prasangka menunjuk pada aspek sikap sedangkan diskriminatif menunjuk pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap ialah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, objek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan.
Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh individu masing-masing.
2. Erhnosentrisme
Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok ,e,punyai kecenderungan untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok sendiri sebagai utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan sebagainya, dan segala yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri dipandang kurang baik, tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan sebagainya. Jecenderungan-jecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme, yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati, seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya miskinm rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan menyederhanakan secara maksimal ini disebabkan individu lebih mudaj melakukan hal ini dari pada melakukan penilaian secara majemuk. Dengan demikian stereotype bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebihlebihan. Penyederhanaan dan pemukul rataan mengandung stereotype, sehingga merupakan dasar dari prasangka.

2.3  Golongan Yang Berbeda Dalam Integrasi
1. Pengertian Integrasi
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
·          Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
·          Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
·          Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
·          Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial
2.  Bentuk Integrasi Sosial :
·          Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli.
·          Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.
Masyarakat Indonesia digolongkan sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan golongan sosial yang dipersatukan oleh kesatuan nasional yang berwujudkan Negara Indonesia. Masyarakat majemuk dipersatukan oleh sistem nasional yang mengintegrasikannya melalui jaringan-jaringan pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial. Aspek-aspek dari kemasyarakatan tersebut, yaitu Suku Bangsa dan Kebudayaan, Agama, Bahasa, Nasional Indonesia.
Masalah besar yang dihadapi Indonesia setelah merdeka adalah integrasi diantara masyarakat yang majemuk. Integrasi bukan peleburan, tetapi keserasian persatuan. Masyarakat majemuk tetap berada pada kemajemukkannya, mereka dapat hidup serasi berdampingan (Bhineka Tunggal Ika), berbeda-beda tetapi merupakan kesatuan. Adapun hal-hal yang dapat menjadi penghambat dalam integrasi:
1.      Tuntutan penguasaan atas wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya
2.      Isu asli tidak asli, berkaitan dengan perbedaan kehidupan ekonomi antar warga negara Indonesia asli dengan keturunan (Tionghoa,arab)
3.      Agama, sentimen agama dapat digerakkan untuk mempertajam perbedaan kesukuan
4.      Prasangka yang merupakan sikap permusuhan terhadap seseorang anggota golongan tertentu
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku dari individu. Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini bersifat esensial bagi kelangsungan kehidupan individu itu sendiri. Jika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka mereka akan merasa puas dan sebaliknya bila gagal akan menimbulkan masalah bagi diri sendiri maupun bagi lingkungannya.
Individu yang berpegang pada prinsipnya saat bertingkah laku, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu tersebut dalam masyarakat merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut. Oleh karena itu, individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohaninya. Dengan itu, maka akan muncul perbedaan kepentingan pada setiap individu, seperti:
  1. memperoleh kasih sayang
  2. memperoleh harga diri
  3. memperoleh penghargaan yang sama
  4. memperoleh prestasi dan posisi
  5. dibutuhkan orang lain
  6. memperoleh kedudukan didalam kelompoknya
  7. memperoleh rasa aman dan perlindungan diri
  8. memperoleh kemerdekaan diri
Dalam hal diatas menunjukkan ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang akhirnya akan melahirkan suatu konflik. Hal mendasar yang dapat menimbulkan suatu konflik adalah jarak yang terlalu besar antara harapan dengan kenyataan pelaksanaan. Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi ada beberapa fase, yaitu Fase Disorganisasi dan Fase

2.4. Integrasi Masyarakat dan Nasional
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi, asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat secara keseluruhan.
Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurangi prasangka.
Perlu dicari beberapa bentuk akomodatif yang dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui empat sistem, diantaranya ialah :
1.      Sistem budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
2.      Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial dalam segala bidang
3.      sistem kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan (persepsi), perasaan (cathexis), pola-pola penilaian yang dianggap pola-pola keindonesiaan, dan
4.      Sistem Organik jasmaniah, di mana nasionalime tidak didasarkan atas persamaan ras.
Untuk mengurangi prasangka, keempat sistem itu harus dibina, dikembangkan dan memperkuatnya sehingga perwujudan nasionalisme Indonesia dapat tercapai.

BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Dengan berpegang pada prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan manifestasi pemenuhan dari kepentingan itu sendiri. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor pembawaan (Hereditas) dan faktor lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.

DAFTAR PUSTAKA

1.        Widjaya, A.W. 1985.Ilmu Sosial Dasar. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta
2.        Zen, MT. Sains, Tekhnologi dan Hari Depan Manusia. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta
3.        …….(ed). 1986. Manusia Indonesia : Individu, Keluarga dan Masyarakat. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Pertentangan Sosial Dan Kesamaan Derajat"

Post a Comment