Ada Apa dengan Anak Muda Zaman Sekarang
Ada Apa dengan Anak Muda Zaman Sekarang
Apakah istilah “anak muda” terdapat gunanya?
Apakah terdapat gunanya kita menciptakan suatu kelompok usia yang kira-kira
berentang antara usia 15-30 tahun? Yang jelas penggolongan ini amat bermanfaat untuk
dunia bisnis, yang gemar menjual nyaris segala sesuatu untuk anak muda. Anak
muda untuk dunia bisnis ialah ladang uang sebab sifatnya yang dirasakan konsumtif,
labil, aktif dan gemar mencoba-coba, sampai-sampai mereka bakal mencoba sekian
banyak macam produk-produk baru dan
mudah dirayu untuk mengkonsumsi.
Ada Apa dengan Anak Muda Zaman Sekarang |
Namun untuk anak muda sendiri, adakah
sebuah keuntungan yang dapat dipetik dari penggolongan umur tersebut? Bagi menjawabnya
kita dapat mulai dengan melihat fakta sosial dari Indramayu. Di wilayah tersebut
orang (terutama perempuan) yang telah akil balik bakal segera diajak nikah oleh
orangtuanya. Dan ada keyakinan setempat bahwa andai ada seorang anak gadis
menampik lamaran kesatu yang ia terima, maka nasibnya bakal buruk dikemudian
hari dan seret jodoh. Tidak heran andai dalam umur yang relatif muda seseorang
telah pernah kawin-cerai sejumlah kali. Sebuah film dokumenter singkat berjudul
“17 Tahun Keatas” yang diciptakan oleh remaja-remaja wanita asal Indramayu
menggambar kelaziman kawin pada umur yang paling muda tersebut dengan jenaka.
Bahkan dicerminkan ada seorang wanita lanjut umur yang dalam hidupnya telah pernah
menikah 12 kali. Pernikahan kesatunya hanya dilangsungkan selama 3 bulan dan
pernikahan keduanya melulu setahun (ini nikah atau pacaran?).
Tentu tidak sedikit penjelasan kenapa
kelaziman ini terjadi di masyarakat, tetapi salah satu keterangan yang masuk
akal ialah karena dalam masyarakat tradisional orang tidak mengenali fase
“remaja” atau “anak muda”. Pada masyarakat Jawa dan tidak sedikit masyarakat
tradisional lainnya, evolusi jenjang kehidupan seorang anak terjadi saat ia
merasakan kematangan seksual. Seseorang dirasakan matang secara seksual saat yang
wanita sudah menemukan haidnya dan saat laki-laki mulai mimpi basah atau
berubah suaranya dan mulai tumbuh kumisnya. Pada ketika ini seseorang dirasakan memasuki
situasi tubuh dewasa, sebab sudah dapat menghasilkan keturunan. Karena itulah
begitu seorang anak matang secara seksual, ia langsung diajak nikah. Ada banyak
dalil bagi orangtua guna segera menikahkan anaknya, contohnya dapat segera mencungkil
tanggung jawabnya untuk merawat anak, daripada terjadi perzinahan lebih baik
segera dinikahkan, dalil ekonomi dan lain-lain.
Namun untuk si anak, kelaziman ini
jelas tidak menguntungkan, sebab walaupun ia telah mulai matang secara seksual,
tetapi secara intelektual ia masih bertumbuh, ia sedang belajar tidak sedikit hal.
Kematangan fisiknya belum pasti seiring dengan kematangan mental dan
intelektualnya. Ini bisa diandaikan dengan meningkatnya keterampilan seorang
bayi yang sudah dapat merangkak, tetapi belum memiliki keterampilan untuk menyerahkan
respon mencukupi terhadap dunia sekitarnya, sampai-sampai ada bisa jadi ia
terjatuh dari lokasi tidur atau terantuk benda yang terdapat dihadapannya.
(By the way, pernahkah kamu heran
mengapa ketika hewan lahir, ia langsung dapat berdiri, bersuara dan kadang
mencari santap sendiri? Sedangkan insan tidak? Ini sebab manusia mempunyai akal
dan pikiran,pertumbuhan ketrampilan fisiknya bakal lebih lambat dari binatang supaya
selaras dengan perkembangan keterampilan intelektualnya. Manusia tidak saja diciptakan,
namun ia pun “menjadi” manusia sebab proses berkembang ini.)
Disinilah gunanya anda memasukkan
sebuah jenjang tersendiri dalam alur hidup seorang manusia, yakni jenjang yang
biasa dinamakan remaja, dan mereka yang terdapat dalam jenjang ini dipanggil
sebagai ‘anak muda’ (walaupun biasanya istilah ‘anak muda’ atau ‘pemuda’
bernada politis). Dengan mengakui jenjang ini kita mendapat kesadaran bahwa ada sebuah periode dalam hidup
insan dimana perkembangan dan kemampuan jasmani seseorang lebih cepat dari
perkembangan mental dan intelektualnya. Fase remaja menyerahkan kesempatan
untuk seseorang guna mengembangkan mental dan intelektualitasnya sampai-sampai pada
kesudahannya menjadi dewasa.
Fase remaja memiliki hak-hak eksklusif
tersendiri. Jika inti hak anak-anak ialah perlindungan, maka inti hak dari
remaja ialah kebebasan. Kebebasan ialah syarat mutlak guna meraih kedewasaan,
termasuk kemerdekaan untuk melakukan kesalahan. Seringkali orangtua malah menerapkan
sekian tidak sedikit larangan dan batasan guna anak muda,sampai-sampai yang
terjadi ialah mengekang perkembangan mental dan emosinya. Anak muda diajak untuk
meredam gejolak mereka, guna mengingkari ritme alam yang dinamis di dalam jiwa
mereka, dan diinginkan menjadi pasukan yang patuh untuk kehendak orangtua.
Alasannya sebab orangtua dirasakan telah melewati fase remaja dan lebih kawakan
sehingga mesti didengarkan. Dengan demikian anak muda tidak belajar kehidupan
secara langsung, tetapi dari empiris yang telah dikunyahkan oleh orangtua dan
dijejalkan untuk pikiran mereka.
Anak muda butuh belajar langsung dari
pengalaman-pengalamannya dan dari usaha-usahanya guna berkembang. Anak muda
sering dituduh sebagai pemberontak, sebenarnya sikap berlawanan dengan kehendak
orangtua tersebut ialah olah intelektual dan emosinya yang sedang menyerahkan makna-makna
tersendiri pada dunia sekitarnya. Kalau anak-anak masih lekat untuk orangtuanya
sebab masih memerlukan perlindungan dan momongan, maka ketergantungan pada fase
remaja mulai digantikan dengan kemauan untuk menjelajahi dunianya. Seringkali
anak muda menjadi lebih dekat dengan temannya dibanding dengan orangtuanya
sebab merasa terdapat persamaan nasib dalam menjelajahi dunia ini. Dan sebisa
barangkali ia butuh mendapat ruang guna eksplorasi ini. Pertukaran pengetahuan
dengan orangtua dilaksanakan dengan dialog, bukan pemaksaan. Orangtua ditantang
untuk dapat menjadi rekan menjelajah untuk anak muda.
Satu-satunya kekeliruan yang jangan ditolerir
dari anak muda ialah ketika ia beraksi anti-sosial terhadap sesamanya (apalagi
bila sifatnya kriminal!) dan mengerjakan hal yang destruktif (merusak) terhadap
dirinya sendiri. Diluar tersebut kesalahan ialah kurikulum belajar yang diantarkan
oleh alam.
Dengan menyadari adanya fase remaja
dan mengakui adanya hak-hak eksklusif pada fase tersebut, saya dan anda bisa mengembangkan
pendekatan dan definisi baru. Misalnya saja pada permasalahan nikah muda diatas.
Ketika anda mengakui adanya fase remaja, maka bakal mudah untuk kita untuk memahami
bahwa kematangan jasmani tidak dapat jadi ukuran guna menikahkan seseorang.
Yang jadi patokan ialah kesiapan mentalnya, kesiapan intelektualnya, dan
kesiapan ekonomi.
Pada dunia edukasi pengakuan ini juga
tidak sedikit gunanya sampai-sampai sekolah tidak akan merealisasikan aturan-aturan
mengherankan yang sebenarnya tidak terdapat hubungannya dengan kedewasaan
seseorang laksana aturan jangan berambut gondrong guna anak laki-laki, atau
mengharuskan menggunakan sepatu berwarna hitam, meningkatkan jam latihan sampai
sore melulu supaya tidak tawuran, aturan mesti berkerudung guna anak wanita dan
aturan-aturan mengherankan lainnya. Dengan adanya pernyataan ini maka
kecanggungan orangtua dalam menyikapi dinamika anak muda bakal berkurang, sebab
dapat memandang dinamika tersebut sebagai proses, bukan sebagai kekacauan. Untuk
orangtua dinamika biasanya dikira kekacauan sebab dunia orangtua telah mulai
mapan, mereka banyak sekali sudah tahu apa yang mereka cari dan mau dan mereka
energinya terbatas guna mengantisipasi perubahan. Mereka mulai cemas (dan
kelemahan energi) menyaksikan hal-hal disekitarnya bergerak diluar pagar-pagar
kemapanan mereka.
Sudah saatnya anak muda mendapat pengakuan dan kebebasan, supaya merekadapat menjadi
orang dewasa yang betul-betul dewasa dalam makna matang dan arif dalam merespon
kehidupan yang sarat dinamika ini.
0 Response to "Ada Apa dengan Anak Muda Zaman Sekarang"
Post a Comment