Makalah Peraturan Undang-Undangan
Makalah Peraturan Undang-Undangan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengingat akan pentingnya arti sebuah pengaturan yang merupakan
dasar dari pembentukan peraturan perundang-undangan dalam mengatur hubungan
antar Negara dan warga Negara. peraturan
perundang-undangan juga dapat dipahami sebagai bagian dari social contrct (kontrak
social) yang memuat aturan main dalam berbangsa dan bernegara.serta
satu-satunya peraturan yang di buat untuk memberikan batasan-batasan tertentu
terhadaap jalananya pemerinetahan, sehingga dengan hal itu merupkan hal yang
pentinglah kiranya bagi kita untuk mempeljari dan memahami semua hal yang
berhubungan dengan konstitusi dan perundang-undangan.oleh kerena itu kami akan
mencoba memeberikan sedikit gambaran tentang konstitusi ini secara umum dan
bagaimana peranannya dalam sebuah Negara.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami memberikan suatu gambaran yang jelas
tentang muatan peraturan perundang-undangan dalam suatu negara yang dijalankan
melalui penegakan hukum dibawahnya dan
peraturan perundang-undangan.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan
Pengertian peraturan peraturan
perundang-undangan
2. Menjelaskan peraturan
peraturan perundang-undangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peraturan Undang-Undangan
Peraturan perundang-undangan, tolok ukurnya hanya dapat
dikonsepkan secara umum. Semakin tinggi kedudukan suatu peraturan
perundang-undangan, semakin abstrak dan mendasar materi muatannya. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah kedudukan suatu peraturan perundang-undangan,
semakin rinci dan konkrit pula materi muatannya. Kesemuanya itu mencerminkan
adanya tingkatan-tingkatan tentang materi muatan peraturan perundang-undangan
dimana undang-undang merupakan salah satu bentuk peraturan perundang-undangan
yang paling luas jangkauannya.
Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, mengatur materi muatan
yang harus diatur dengan undang-undang berisi hal-hal yang:
1. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
a. Hak-hak asasi
manusia
b. Hak dan kewajiban
warga negara
c. Pelaksanaan dan
penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara
d. Wilayah negara dan
pembagian daerah
e. Kewarganegaraan dan
kependudukan
f. Keuangan Negara
2. Diperintahkan oleh suatu Undang-undang untuk diatur dengan
Undang-undang.
Sedangkan materi muatan Peraturan Pemerintah Penganti
Undang-undang sama dengan materi muatan undang-undang (Pasal 9 Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004). Pasal 10 menyatakan bahwa materi muatan Peraturan
Pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
Kemudian sesuai dengan tingkat hierarkinya, bahwa Peraturan Presiden berisi
materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi yang melaksanakan
Peraturan Pemerintah (Pasal 11). Mengenai Peraturan Derah dinyatakan dalam Pasal
12 bahwa materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung
kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Materi muatan peraturan perundang-undangan juga mengandung
asas-asas yang harus ada dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Asas-asas n
suatu peraturan perundang-undangan, semakin rinci dan konkrit pula materi
muatannya. Kesemuanya itu mencerminkan adanya tingkatan-tingkatan tentang
materi muatan peraturan perundang-undangan dimana undang-undang merupakan salah
satu bentuk peraturan perundang-undangan yang paling luas jangkauannya.
Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, mengatur materi muatan
yang harus diatur dengan undang-undang berisi hal-hal yang:
1. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
a. Hak-hak asasi manusia;
Tersebut sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004. Ayat (1) sebagai berikut, Materi Muatan Peraturan
Perandang-undangan mengandung asas pengayoman, kemanusian, kebangsaan,
kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum dan/atau
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Sedangkan ayat (2), menyatakan
“Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan
tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan”.
Apa yang dimaksudkan dengan asas-asas yang berlaku dalam materi
muatan peraturan perundang-undangan tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal
6 ayat (1) sebagai berikut:
1. Asas pengayoman;
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2. Asas kemanusian;
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
3. Asas kebangsaan;
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap
menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
4. Asas kekeluargaan;
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Asas kenusantaraan;
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila.
6. Asas bhinneka
tunggal ika; Bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus
daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. Asas keadilan; Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8. Asas kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender,
atau status sosial.
9. Asas ketertiban dan
kepastian hukum; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian
hukum.
10. Asas keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan. Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan
bangsa dan negara.
Penjelasan Pasal 6 ayat (2) menjelaskan bahwa “Yang dimaksud
dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang
bersangkutan”, antara lain:
1. Dalam Hukum Pidana,
misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan
narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
2. Dalam Hukum Perdata,
misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan
berkontrak, dan iktikad baik.
Selain kedua ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 tersebut,
pembentukan peraturan perundang-undangan juga harus berpedoman, serta bersumber
dan berdasar pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Hal tersebut terdapat
dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 yang
dirumuskan sebagai berikut, Pasal 2 berbunyi, “Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum Negara”. Selanjutnya Pasal 3 ayat (1) berbunyi,
“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar
dalam Peraturan Perundang-undangan”.
Kedua pasal tersebut dapat dipahami atau dimaknai agar setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan Pancasila sebagai
Cita Hukum (rechtsidee) dan Norma Dasar Negara, sehingga kedua pasal tersebut
berkaitan erat dengan Penjelasan Umum UUD 1945. Dari rumusan Penjelasan UUD
1945 menjadi jelaslah bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 yang tidak lain adalah Pancasila merupakan Norma Dasar Negara atau
Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) dan sekaligus merupakan Cita
Hukum.
Pembukaan UUD 1945 sebagai suatu Norma Fundamental Negara, yang
menurut istilah Notonagoro merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara Indonesia
atau menurut Hans Nawiasky adalah Staatsfundamentalnorm, ialah norma yang
merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu
negara (Staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya. Hakikat hukum suatu
Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau
undang-undang dasar. Ia terlebih dahulu ada sebelum adanya konstitusi atau
undang-undang dasar. Sedangkan konstitusi, menurut Carl Schmitt merupakan
keputusan politik (eine Gessamtenschiedung uber Art und Form einer polistichen
Einheit), yang disepakati oleh suatu bangsa. Apabila Penjelasan UUD 1945
menyatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung Pembukaan UUD 1945 sebagai
suatu Cita Hukum (Recthsidee), maka Pancasila adalah juga berfungsi sebagai
suatu pedoman dan sekaligus tolok ukur dalam mencapai tujuan-tujuan masyarakat,
yang dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Materi muatan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang (Perpu)
sama dengan materi muatan Undang-Undang. Materimuatan Peraturan Pemerintah (PP)
berisi materi untuk
menjalankanUndang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan
Presiden(Perpres) berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undangatau
materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. Materi muatan Peraturan Daerah
(Perda) adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraanotonomi daerah
dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah sertapenjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Daritata urutan
(hirarki) dan jenis di atas, tampak bahwa semakin ke bawah, materimuatan
peraturan masing-masing semakin mengkerucut.Dengan mengkerucutnyamateri muatan,
orang akan lebih mempermudah menentukan materi muatan yang terbawah karena yang
terakhir ini sebagai hasil residu peraturan di atasnya.
Khusus untuk materi muatanPerda di atas harus dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah yang telah
menentukan pembagian urusan pemerintahan danpengaturan mengenai hak dan
kewajiban pemerintah daerah, dan urusan-urusanpemerintah daerah yang lain yang
menjadi kewenangan daerah untuk mengatur dalamPerdanya. Hal ini untuk lebih
mempermudah penentuan materi muatan, norma, danpenerapannya.
Sebagaimana digambarkan di atas, untuk mempermudahpenentuan materi
muatan peraturan perundang-undangan, digunakan penelaahansecara residu, di
samping pemahaman mengenai materi muatan itu sendiri. MateriMuatan peraturan
perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam peraturan
perundang-undangansesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Di dalam ilmu peraturan perundang-undangan, telahdikenal teori
berjenjang yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkatperaturan, semakin
meningkat keabstrakannya. Sebaliknya, semakin rendah tingkatperaturan, semakin
meningkat kekonkritannya. Hipotesis yang dapat digambarkanadalah jika peraturan
yang paling rendah, penormaannya masih bersifat abstrak,maka peraturan tersebut
kemungkinan besar tidak bias dilaksanakan atauditegakkan secara langsung karena
masih memerlukan peraturan pelaksanaan ataupetunjuk pelaksanaan. Undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan presidendan peraturan daerah, seyogyanya
langsung dapat dilaksanakan secara berjenjang,dengan catatan bahwa materi
muatan undang-undang disesuaikan lagi dengan macamundang-undang itu sendiri.
Sebagaimana diketahui bahwa macam undang-undangterdiri atas:
1. undang-undang hukum
pidana
2. undang-undang hukum
perdata
3. undang-undang hukum
administrasi
4. undang-undang
pengesahan
5. undang-undang
penetapan
6. undang-undang arahan
atau pedoman.
2.2 Undang-Undang Dasar
Materi muatanUndang-Undang Dasar (UUD), sudah barangtentu lebih
abstrak daripada materi muatan Undang-Undang. Keabstrakan UUD,biasanya ditunjukkan oleh sifat
keuniversalannya atau sifat keumumannya (normayang umum dan perlu penjabaran
oleh peraturan di bawahnya). Kadangkala, sifattersebut juga mengandung suatu
asas atau mempunyai norma asasi. Asasi atautidak asasinya suatu norma, orang
yang menyatakan itu dalam kesimpulan tesisatau pendapatnya. Hal ini sering pula
berlaku bagi undang-undang karenaundang-undang sering menjadi kendaraan UUD
sehingga muatannya bersinggungan(tumpang tindih) dengan muatan UUD, terutama
dengan macam undang-undang yangberisi arahan atau pedoman.
Pada saat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HakAsasi
Manusia (HAM) diundangkan, orang banyak bertanya mengenai materi
muatanUndang-Undang tersebut apakah materi yang ada di dalamnya bukan materi
muatanUUD (kecuali pengaturan mengenai Komisi Nasional Hak Asasi Manusia).
Pasal 9 Undang-Undangtentang HAM menentukan bahwa “Setiap orang berhak untuk
hidup, mempertahankanhidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya”. Kemudian,
Pasal 11 menentukan “Setiaporang berhak membentuk suatu keluarga dan
melanjutkan keturunan melaluiperkawinan yang sah”.
Jika kita akan membandingkan dengan KUHP, maka akantampak materi
muatan pada kedua Undang-Undang tersebut. Pasal 338 KUHPmenentukan bahwa
“Barangsiapa menghilangkan nyawa orang lain, dipidana denganpidana ….”. Orang
sudah harus menduga bahwa Pasal 338 tersebut sebagai cerminanatau wujud dari
ketentuan “Setiap orang berhak untuk hidup” (Pasal 9Undang-Undang tentang HAM).
Untuk membedakan kedua norma di atas terkait denganmateri muatan adalah dengan
melihat apakah norma tersebut langsung bisadilaksanakan dan ditegakkan. Jika
Bedu membunuh Amin, maka Bedu dikenakan Pasal338 KUHP, bukan Pasal 9
Undang-Undang tentang HAM. Sesuai dengan hukum acarapidana (KUHAP), polisi
dapat menangkap Bedu untuk ditahan dan kemudian diprosesuntuk diajukan ke
penuntut umum, lalu diajukan ke persidangan.
Jika kita setuju dengan cara pemahaman “residu”,dikaitkan dengan
tata urutan peraturan perundang-undangan, maka seyogyanyaperaturan
perundang-undangan di bawah undang-undang juga harus lebih mudah ataulangsung
dilaksanakan (diterapkan) dan ditegakkan dibandingkan denganundang-undang itu
sendiri. Pembentuk peraturan perundang-undangan (di bawah UUD) harus merancang
normanya agar substansi peraturan perundang-undangan dapatlangsung diterapkan
dan ditegakkan, yakni dengan menjauhkan diri untukmerancang normanya kepada
sifat universalitas dan asas-asas yang berlaku umum (nasional). Perancang
peratuarn perundang-undangan harus memikikirkan bagaimanasuatu peraturan tidak
terlalu banyak berisi delegasian dari peraturanperundang-undangan di atasnya
sehingga tidak terjebak pada materi muatan yanglebih abstrak. Agak aneh jika
ada suatu peraturan perundang-undangan di bawahundang-undang berisi asas-asas
dan berisi hak dan kewajiban yang membebanimasyarakat. Aneh juga jika suatu
Perda menentukan bahwa “Setiap orang yang melakukan penganiayaan terhadap orang
lain yang mengakibatkan luka dipidanadengan pidana.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di dalam ilmu peraturan perundang-undangan, telahdikenal teori
berjenjang yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkatperaturan, semakin
meningkat keabstrakannya. Sebaliknya, semakin rendah tingkatperaturan, semakin
meningkat kekonkritannya. Hipotesis yang dapat digambarkanadalah jika peraturan
yang paling rendah, penormaannya masih bersifat abstrak,maka peraturan tersebut
kemungkinan besar tidak bias dilaksanakan atauditegakkan secara langsung karena
masih memerlukan peraturan pelaksanaan ataupetunjuk pelaksanaan. Undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan presidendan peraturan daerah, seyogyanya
langsung dapat dilaksanakan secara berjenjang,dengan catatan bahwa materi muatan
undang-undang disesuaikan lagi dengan macamundang-undang itu sendiri.
Sebagaimana diketahui bahwa macam undang-undangterdiri atas:
1. undang-undang hukum
pidana
2. undang-undang hukum
perdata
3. undang-undang hukum
administrasi
4. undang-undang pengesahan
5. undang-undang
penetapan
6. undang-undang arahan
atau pedoman.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan
dan pengalaman penulis, untuk itu penulis mengharapkan kepada para pembaca
terutama bagi dosen pembimbing mata kuliah sistem hukum Indonesia untuk
memberikan kritik dan sarannya kepada penulis demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Redaksi Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik
Indonesia (4 Jilid) Ichtiar Baru Van
Hoeve Tanggal terbit 2006.
DR. Saifudin, S.H., M.H.
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Jangan lupa, like, share dan comentnya jika ada
masalah.. semoga bermanfaat
0 Response to "Makalah Peraturan Undang-Undangan"
Post a Comment