Makalah Perencanaan Pembangunan Daerah Partisipatif Dan Perencanaan Daerah Aceh


Makalah Perencanaan Pembangunan Daerah Partisipatif Dan Perencanaan Daerah Aceh
Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang
Pembangunan yang baik bakal terselenggara bilamana diawali dengan perencanaan yang baik pula, sampai-sampai mampu dilakukan oleh semua pelaku pembangunan serta memenuhi keperluan masyarakat. Bagi itu, maka proses perencanaan membutuhkan keterlibatan masyarakat, diantaranya melewati konsultasi public atau musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Musrenbang adalah forum konsultasi semua pemangku kepentingan guna menghasilkan kesepakatan perencanaan pembangunan diwilayah yang bersangkutan cocok tingkatan wilayahnya. Penyelenggaraan musrenbang mencakup tahap persiapan, diskusi dan perumusan prioritas program/kegiatan, formulasi kesepakatan musyawarah dan pekerjaan pasca musrenbang.

Musrenbang adalah wahana utama konsultasi publik yang dipakai pemerintah dalam penyusunan rencana pembangunan nasional dan wilayah di Indonesia. Musrenbang tahunan adalah forum konsultasi semua pemangku kepentingan guna perencanaan pembangunan tahunan, yang dilaksanakan secara berjenjang melewati mekanisme “bottom-up planning”, dibuka dari musrenbang desa/kelurahan, musrenbang kecamatan, forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan musrenbang kabupaten/kota, dan guna jenjang berikutnya hasil musrenbang kabupaten/ kota juga dipakai sebagai masukan guna musrenbang provinsi, Rakorpus (Rapat Koordinasi Pusat) dan musrenbang nasional.

Proses musrenbang pada dasarnya mendata aspirasi dan keperluan masyarakat yang dirumuskan melewati pembahasan di tingkat desa/kelurahan, dilanjutkan di tingkat kecamatan, dikoleksi menurut hal wajib dan opsi pemerintahan daerah, dan selanjutnya diubah dan dilaksanakan prioritisasi program/kegiatan di tingkat kabupaten/kota oleh Bappeda bareng para pemangku kepentingan dicocokkan dengan keterampilan pendanaan dan kewenangan daerah.

Pada tingkat desa/kelurahan, faedah musrenbang ialah menyepakati isu prioritas distrik desa/kelurahan, program dan pekerjaan yang dapatdiongkosi dari Alokasi Dana Desa (ADD), diusulkan ke APBD, maupun yang akan dilakukan melalui swadaya masyarakat dan APBDesa, serta memutuskan wakil/delegasi yang akan mengekor musrenbang kecamatan.

Pada tingkat kecamatan, faedah musrenbang ialah menyepakati isu danpersoalan skala kecamatan, prioritas program dan pekerjaan desa/kelurahan, menyepakati program dan pekerjaan lintas desa/kelurahan di distrik kecamatan yang bersangkutan, sebagai masukan untuk Forum SKPD dan bahan pertimbangan kecamatan, cocok dengan tugas dan kewenangannya dalam merangkai Rencana Kerja Kecamatan.


Musrenbang kecamatan pun menetapkan utusan kecamatan yang akan mengekor Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten/Kota. Musrenbang kecamatan, di samping menjaring keperluan nyata masyarakat desa/ kelurahan, juga bermanfaat untuk memadu serasikan dengan kepandaian pembangunan pemerintah kabupaten/kota, sekaligus mengidentifikasi program-program/kegiatan yang bersumber dari dana non APBD atau program-program nasional yang langsung ke masyarakat, laksana PNPM. Bagi menjamin supaya usulan dari masyarakat ini dikatakan ke tingkat kabupaten/kota, maka semua wakil/delegasi dari tingkat desa/kelurahan, semua wakil dari organisasi lembaga kemasyarakatan, terutama kumpulan wanita dan kumpulan marginal, perwakilan SKPD, pun termasuk anggota DPRD dari wilayah asal pemilihan yang berkaitan diwajibkan guna menghadiri musrenbang kecamatan.

Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penulisan ini pengarang memilih judul “Perencanaan Pembangunan Daerah Partisipatif Dan Perencanaan Daerah Aceh.

1.2 Rumusan Masalah
Melihat persoalan yang sehubungan di atas maka rumusan masalah yang timbul merupakan: bagaimanakah perencanaan pembangunan wilayah partisipatif dan perencanaan Daerah Aceh?

1.3 Tujuan
Adapun destinasi dari penulisan makalah ini ialah untuk memahami bagaimana perencanaan pembangunan wilayah partisipatif dan perencanaan wilayah aceh.

1.4 Manfaat
1. Manfaat Secara Praktis
Sebagai bahan masukan untuk instansi/Dinas berhubungan dalam perencanaan pembangunan wilayah partisipatif dan perencanaan wilayah terutama provinsi aceh.

2. Manfaat Secara Teoritis
Hasil penulisan ini bisa dijadikan sebagai ilmu pengetahuan untuk penulis sendiri dan bisa dijadikan bahan kajian lanjutan untuk pihak yang mengerjakan penelitian sejenis dimasa yang bakal datang dan inidiinginkan dapat menyerahkan manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan pada lazimnya dan Ilmu Administrasi Negara pada khususnya.

BAB II
KONSEP TEORI

2.1. Perencanaan Pembangunan
2.1.1 Teori Perencanaan Pembangunan

Konsep dasar perencanaan ialah rasionalitas, merupakan caraberanggapan ilmiah dalam menuntaskan problem dengan teknik sistematis dan meluangkan berbagai pilihan solusi guna mendapat  tujuan yang diinginkan. Oleh karena tersebut perencanaan sangat diprovokasi oleh karakter masyarakat dalam mengembangkan kebiasaan ilmiah dalammenuntaskan Tugas Filsafat dan Teori Perencanaan Pembangunan 2 persoalan yang dihadapinya. Hal ini cukup berdalih karena perencanaan jugasehubungan dengan pemungutan keputusan (decision maker), sementara kualitas hasil pemungutan keputusan berkorelasi dengan pengetahuan (knowledge), empiris (experience), informasi berupa data yang dikoleksi oleh pengambil keputusan (ekskutor). Bagi lebih jelasnya bisa di lihatberpulang kepada kurva/grafik spatial data dan decesion.

Disisi beda Campbell dan Fainstain (1999:1) mengaku bahwa dalam pembangunan Kota atau wilayah dipengaruhi sistem ekonomi kapitalis atau demokratis. Dalam konteks itu maka pada kenyataannya perencanaan tidak dapat diceraikan dengan keadaan politik kota atau wilayah sebab keputusan-keputusan publik memprovokasi kepentingan-kepentingan lokal. Hal ini menjadi relevan bilamana kekuasaan memprovokasi perencanaan. Ketika perencanaan telah diprovokasi oleh sistem politik sebuah kota atau wilayah sebagaiman pengakuan di atas, maka sebetulnya yang terjadiialah wilayah rasional yang menjadi dasar dalam perencanaan sudah kehilangan independensinya. Selanjutnya perencanaan bakal menjadi tidak efektif dan efesien, mempunyai sifat mendua antara idealisme “kepakaran seorang perencana” atau mengekor selera atau kemauan-kemauan, sampai-sampai berimplikasi pada kualitas perencanaan dalam pencapaian goal (tujuan) dan objektif (sasaran) yang dituju.

Disamping tersebut karena perencanaan adalahpekerjaan yang mencantol wilayah publik maka komitmen semua pemangku kepentingan (stake holder) yang tercebur sangat diperlukan sehingga hasil perencanaan dapatdiperlihatkan dan dialami manfaatnya.

2.2 Paradigma Perencanaan Pembangunan Nasional

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang adalahlandasan konstitusional penyelenggaraan negara, dalam masa-masa relatif singkat (1999-2002), telah merasakan 4 (empat) kali perubahan. Dengan berlakunya amandemen UUD 1945 tersebut, sudah terjadi evolusi dalam pengelolaan pembangunan, yakni : (1) penguatan status lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); (2) ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional; dan (3) diperkuatnya otonomiwilayah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengenai dokumen perencanaan pembangunan nasional yang sekitar inidilakukan dalam praktek ketatanegaraan ialah dalam format GBHN yangdiputuskan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Ketetapan MPR ini menjadi landasan hukum untuk Presiden untuk diulas dalam format Rencana Pembangunan Lima Tahunan dengan menyimak saran DPR,kini tidak terdapat lagi.

2.3 Perencanaan Pembangunan Nasional menurut keterangan dari Teori Tradisional

Pemerintah mempunyai wadah yang paling luas dalam pembangunan. Dengan adanya keterbukaan dalam proses penyelenggaraana negara maka pemerintah mendorong masyarakat guna berpartisifasi aktif dalam pemerintahan atau dalam pengamalan pembangunan, mendorong masyarakat untuk mengerjakan kontrol sosial terhadap setiap kearifan pemerintah, sampai-sampai akan terhindar terjadinya KKN dalam pemerintahan.

Dengan keterbukaan berarti pemerintah atau pelaksana negara mampu bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilaksanakan kepada rakyat. Tanggungjawab ini mencantol masalah proses pengerjaan, pembiayaan dari sisi manfaatnya untuk masyarakat, bangsa dan negara, maka terjalin hubungan yang harmonis antara pemerintah dan rakyat yang pada gilirannyabakal menciptakan situasi yang kondusif untuk pelaksanaan pembangunan nasional.

Berdasarkan keterangan dari Growth (1960) teori perkembangan ekonomi dapat diajukan menjadi sejumlah tahap yaitu:

1. Tahap Masyarakat Tradisional

Masyarakat membuat produksi yang amat rendah sehingga penghasilan per kapita yang tidak cukup pemerataan, di bidang pertanian sumber tenaga mesin sangat tidak cukup maka masyarakat atau pemerintah bahan memperbaiki situasi ekonomi sosial dan budaya sekian banyak  komunitas menginvestasikan ke dalam kehidupan bangsa, menciptakan keterampilan menjalankan bangsa.

2. Tahap Masyarakat Dewasa

Tahap masyarakat dewasa dalam makna masyarakat yang dapat memilih dan memberi respon terhadap evolusi dan dapat mengendalikan masa depannyasampai-sampai tidak bergantung untuk pihak lain.

2.4 Perencanaan Pembangunan Partisipatif Antara Tantangan Dan Harapan

Seiring dengan penerapan UU No 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, maka peranwilayah menjadi paling penting dengan kata lain bagi upaya menambah peran serta dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Semangat laksana itulah yang ketika ini terus bergulir ditengah-tengah masyarakat, meskipun dalam kenyataannya belum sebagaimana yang diharapkan tidak sedikit pihak. Barangkali itulah proses yang mesti dilewati secara bertahap dan berkesinambungan untuk dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik.

Kalau merujuk pada UU No 22 Tahun 1999, yang dimaksud otonomi daerahialah kewenangan wilayah otonom untuk menata dan mengurus kepentingan masyarakat sendiri menurut aspirasi masyarakat cocok dengan ketentuan perundang-undangan. Dengan kata beda bahwa otonomi wilayah memberikan keleluasaan wilayah untuk menata urusan lokasi tinggal tangganya sendiri, tergolong bagaimana suatu wilayah melakukan perencanaan pembangunan di daerahnya masing-masing.

2.6 Perencanaan Pembangunan Partisipatif

Salah satu pola pendekatan perencanaan pembangunan yang sekarang sedang dikembangkan ialah perencanaan pembangunan partisipatif. Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta semenjak tahun 2001 sudah mencoba mengerjakan perencanaan pembangunan partisipatif didalam kerangka mencari aspirasi yang berkembang di masyarakat melewati musyawarah tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan dan kota. Sebuah tahapan positif yang patut dikembangkan lebih lanjut, lagipula hal seperti tersebut masih dalam taraf pembelajaran yang pasti saja disana-sini masih terdapat kekurangan baik dalam tataran konsep maupun implementasinya di masyarakat.

Perencanaan pembangunan partisipatif adalahpola pendekatan perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat pada umumnya tidak hanya sebagai obyek namun sekaligus sebagai subyek pembangunan, sampai-sampai nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up approach).

Nampaknya gampang dan estetis kedengarannya, namun jelas tidak gampang implementasinya karena tidak sedikit factor yang butuh dipertimbangkan,tergolong bagaimana sosialisasi konsep tersebut di tengah-tengah masyarakat.

Meskipun demikian, perencanaan pembangunan yang melibatkan seluruh unsur / komponen yang terdapat dalam masyarakat tanpa membeda-bedakan ras, golongan, agama, kedudukan sosial, pendidikan, tersebut sangat tidak merupakan tahapan positif yang patut untuk diamati dan dikembangkan secara berkesinambungan baik dalam tataran wacana pemikiran maupun dalam tataran implementasinya di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus, pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan ini yang memisahkan dengan pola-pola pendekatan perencanaan pembangunan sebelumnya yang ingin sentralistik.

BAB III
METODEOLOGI

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan keterangan dari Sugiyono (2010:45): Penelitian kualitatifialah penelitian yang bermaksud guna memahami gejala tentang apa yangdirasakan oleh subyek riset misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan teknik deskripsi dalam format kata-kata dan bahasa, pada sebuah konteks eksklusif yang alamiah dan dengan memanfaatkan sekian banyak  metode alamiah.

Penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan guna memberikan cerminan secara jelas mengenai kepandaian pemerintah wilayah dalam pengelolaan PPI baik sarana maupun infastruktur lainnya. Pada riset ini penelitihendak mengetahui Perencanaan Pembangunan Daerah Partisipatif Dan Perencanaan Daerah Acehen.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Provinsi Aceh. Alasan peneliti memilih tempat riset ini ialah di karenakan peneliti menyaksikan masih banyaknya kepandaian pemerintah wilayah terhadap perencanaan pembangunan daerah.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu pendataan data yang dilakukan pada bulan juni 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi ialah segala sesuatu yang bakal dijadikan subyek riset dengan mempunyai sifat dan ciri khas yang sama (M. Nasir, 2003:335). Populasi dalam riset ini ialah Perencanaan Pembangunan Daerah Partisipatif Dan Perencanaan Daerah Aceh yaitu masyarakat, sekdakab, dan bapeda aceh.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam riset ini memakai purposive sampling yakni sampel yang didasarkan pada sebuah pertimbangan tertentu yang diciptakan oleh peneliti sendiri, menurut sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya (Notoadmodjo, 2002). Sampel pada riset ini menurut purposive sampling, dengan kriteria yaitu; masyarakat 5 orang, sekdaprov 3 orang, dan bapeda aceh 4 orang.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan keterangan dari Sugiyono (2010:47), bila disaksikan dari sumber datanya, maka jenis data dipecah dua, yaitu:

1) Sumber primer ialah sumber data yang langsung menyerahkan data untuk pengumpul data.

2) Sumber sekunder adalahsumber yang tidak langsung menyerahkan datauntuk pengumpul data, misalnya melewati orang beda atau melewati dokumen.

Jenis data yang pengarang ambil dari riset ini ialah data primer dan data sekunder. Yang dimaksud dengan data primer ialah sumber data yang langsung menyerahkan data untuk pengumpul data laksana wawancara, sertamelewati dokumen yang dapat menyerahkan data maupun informasi untuk penulis (data sekunder).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilaksanakan dalam sekian banyak  setting, sekian banyak  sumber dan sekian banyak  cara. Bila disaksikan dari setting-nya, data dapat dikoleksi pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan cara eksperimen, di lokasi tinggal dengan sekian banyak  responden, pada sebuah seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain (Sugiyono, 2010:48).

Adapun teknik pendataan data yang dipakai dalam riset ini ialah sebagai berikut:

a) Observasi

Yaitu pemantauan langsung terhadap objek kajian yang sedangdilangsungkan untuk memperoleh penjelasan dan informasi sebagai data yang akurat mengenai hal-hal yang dianalisis serta untuk memahami relevansi antara jawaban informan dengan fakta yang ada, melewati pengamatan langsung yang terdapat di lapangan yang erat kaitannya dengan objek penelitian.

b) Wawancara

Yaitu teknik pendataan data melewati proses tanya jawab langsung dengan informan dengan peneliti yang dilangsungkan secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka memperhatikan secara langsung informasi ataupenjelasan sehubungan dengan rumusan masalah penelitian.

c) Dokumentasi

Dokumentasi bisa terbagi dalam dua ketegori yakni sumber sah dan sumber tidak resmi. Sumber sah adalahdokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh lembaga/perorangan atas nama lembaga. Sumber tidak resmi ialah dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh pribadi tidak atas nama lembaga.

3.6 Teknik Analisis Data

Berdasarkan keterangan dari Meoleng (2007) secara umum, laksana halnya kegiatan-kegiatan yang lain, mesti terdapat persiapan guna berlanjut ketahap berikutnya. Setiap cara analisis mesti dimulai dengan langkah persiapan data. Tahapan persiapan data ini dilaksanakan dengan tujuan:

a. Mengetahui ciri khas umum dari data yang dimiliki, contohnya peubah apa saja yang dimiliki, tipe-tipe dari masing-masing peubah dan sebagainya. Pengetahuan ini diperlukan untuk menilai cara apa yang nanti dapat digunakan.

b. Menyaring data yang akan dipakai dalam analisis. Sebelum dilaksanakan analisis lebih jauh, anda harus dapat menyaring data yang ada. Mungkin saja tidak seluruh data yang digunakan, tapi melulu sebagian.

c. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terdapat pada data. Bukan urusanyang jarang terjadi andai terdapat kekeliruan pada data yang anda miliki.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1 Perencanaan Pembangunan Daerah Partisipatif

Pemberlakuan sistem penyelenggaraan pemerintahan wilayah dalam otonomi sudah paling lama, yaitu semenjak tahun 2001 (menggunakan UU No.22/ 1999mengenai Pemerintah Daerah) dan pada tahun 2004 (menggunakan UU No.32/ 2004 sebagai revisi Undang-undang sebelumnya) hingga sekarang. Dalam dua Undang-undang mengenai Pemerintah Daerah tersebut sudah diberlakukan sistem desentralisasi sebagai antitesa terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan wilayah yang lalu yakni sistem kepandaian sentralistik. Dengan adanya evolusi sistem kepandaian ini, pemerintah wilayah mempunyai kewenangan besar guna merencanakan/ merumuskan, dan melaksanakan kepandaian dan program pembangunan yang cocok dengan aspirasi masyarakat. Di dalam sistem desentralistik dan otonomi, melekat pula kewenangan sekaligus tanggung jawab guna secara pro aktif mengupayakan kepandaian penanggulangan kemiskinan demi kesejahteraan rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanggung jawab ini adalahkonsekwensi logis dari di antara tujuan diberlakukannya otonomi daerah, yakni membuat sistem pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan tepat guna yang pada akhirnya diinginkan dapat menambah kesejahteraan serta kemandirian masyarakat. Oleh karena tersebut kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut tidak melulu menjadi tanggung jawab pemerintah pusat semata.

Adanya kandungan aspek lokalitas yang tinggi dalam perumusan kepandaian publik pun menyebabkan pemerintah wilayah dituntut guna bersikap transparan dan akuntabel sebagai upaya untuk membuat good governance,karena sekarang ini pemerintah wilayah tidak melulu menjadi pelaksanakepandaian pemerintah pusat semata, tetapi mempunyai kewenangan guna merancang program pembangunan daerahnya sendiri dengan dicocokkan atas aspirasi dan keperluan rakyat di daerah. Hal ini ditunjang dengan adanyasejumlah faktor yang memudahkan pelaksanaan otonomi daerah supaya dapatberlangsung secara kondusif terhadap kepandaian pembangunan.

1. DAU (Dana Alokasi Umum). Diberikan untuk pemerintah wilayah dalamformat block grant (pemberian hibah), sampai-sampai pemerintah wilayah mempunyai fleksibilitas yang lumayan tinggi dalam memakai alokasi dana tersebut cocok dengan kepentingan dan prioritas daerah. Dengan kata lain, pemerintah dapat beraksi lebih tanggap dan pro aktif dalam penanggulangan kemiskinan tanpa menantikan instruksi pemerintah di atasnya (propinsi ataupun pusat).

2. Ijin penanaman modal dan pekerjaan dunia usaha umumnya sekarang dapatditamatkan di tingkat daerah. Sehingga pengurusannya lebih gampang danongkos lebih murah.

3. Daerah yang kaya sumber daya alam mendapat  penerimaan alokasi duit yang besar. Dengan dana tersebut wilayah yang terkaitrelatif lebihgampang untuk menilai prioritas langkah-langkah pembangunan dengan berdasar pada partisipasi masyarakat.

4.1.2. Proses Penyusunan Kebijakan Program Pembangunan.

Bahwa guna menjalankan kegiatan pembangunan, pemerintah wilayah harus merumuskan rencana-rencana kebijakan, baik yang berhubungan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ataupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) dan satuan-satuan kerja (SATKER) dinas mesti dicocokkan dengan aspirasi masyarakat yang polanya sudahpulang menjadi bottom up dan tidak lagi top down. Memang mestidinyatakan bahwa dalam pengamalan rencana program pembangunanseringkali dilakukan dengan memakai metode teknokratik dan demokrasi partisipatif. Pertama, perencanaan pembangunan secara teknokratikdilaksanakan secara sepihak oleh semua teknokrat yang duduk di struktur pemerintahan daerah. Mereka akan mengemban penyusunan rencana pembangunan menurut keterangan dari buah benak dan ilmu pembangunan. Kelemahannyaialah perencanaan secara teknokratif ini tidak melibatkan penduduk masyarakat, sampai-sampai perencanaan pembangunan yang dihasilkanseringkali justru tidak cocok dengan apa yang terjadi di lapangan,sebab seringkali jauh dari asa dan keperluan masyarakat. Pada sisi ini masyarakat hanya tidak dipedulikan sebagai penonton/ objek saja, tanpamemiliki hak apapun.

Kedua, perencanaan pembangunan secara demokratis partisipatif ialah metode perencaan pembangunan dengan teknik melibatkan penduduk masyarakat yang diposisikan sebagai subyek pembangunan. Artinya masyarakatdiserahkan peluang memakai hak-hak politiknya untuk menyerahkan masukan dan aspirasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Metode yang kedua ini diinginkan dapat menyerahkan hasil-hasil perencanaan pembangunan yang cocok dengan apa yang terjadi di lapangan ataupun cocok dengan tingkat keperluan masyarakat, sebab memang penduduk masyarakat langsungmengucapkan aspirasi kebutuhannya. Metode ini berkarakteristik bottom up, bagaimana penjelasannya ?

Proses penyusunan kepandaian program pembangunan yang memiliki karakter bottom up ialah sebagai inilah :

1. MUSBANGDES (Musyawarah Pembangunan Desa) atau istilah lainnya MUSRENBANGDES (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa).

Perencanaan pembangunan dibuka dari tingkat desa, yang seringkali dihadiri oleh mereka yang ditunjuk oleh ketentuan perundang-undangan, ataupun cocok dengan kepandaian dari kabupaten, tetapi seringkali dalam prakteknya melulu menjadi semacam lips servis belaka, sebab kegunaan dari musbangdes ini masih butuh dipertanyakan. Mestinya sebelumdilaksanakan musyawarah di tingkat desa, ketua-ketua RT dan RW menyuruh berembuk dengan penduduk mengenai keperluan apa saja yang mestidikemukakan sebagai usulan untuk pemerintah desa, kemudian dilakukanlah musyawarah pembangunan di tingkat desa tersebut.

Biasanya masyarakat memiliki pandangan yang salah bahwa pembangunan yangdilaksanakan di tempatnya biasanya “dikatakan sebagai bantuan”,sebenarnya memang pembangunan tersebut sudah menjadi hak penduduk masyarakat guna mendapatkannya, dan sekali lagi bukan “bantuan pembangunan” sebagaimana yang biasanya digulirkan oleh semua elit politik, baik dari lingkungan partai ataupun pemerintah. Mana terdapat partai politik yang memberikan pertolongan pembangunan, sementara mereka dalam menjalankan roda organisasi saja belum dapat mandiri, masih disupport oleh pemerintah baik melewati APBD maupun APBN.

2. MUSBANGCAM (Musyawarah Pembangunan Kecamatan) atau istilah lainnya MUSRENBANGCAM (Musyawarah Rencana Pembangunan Kecamatan).

Merupakan tindak lanjut dari pengamalan musyawarah pembangunan di tingkat desa. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengumpulkan sekian banyak  masukan dari seluruh area desa dalam satu kecamatan, lantas yang menghadiri biasanya ialah mereka perwakilan dari desa. Karena sudah tidak sedikit masukan dari semua desa, maka harusnya pada tingkatan initelah harus dipikirkan tentang pembuatan “skala prioritas” pembangunan yang bakal diajukan. Penentuan skala prioritas ini mesti ditentukan secara bersama-sama antara pemerintah kecamatan dengan perwakilan-perwakilan desa, dan tidak melulu dari pemerintah kecamatan saja. Kalauurusan ini yang terjadi maka bakal terjadi suatu situasi yang tidak fair, atau tidak adil.

3. MUSBANGKAB (Musyawarah Pembangunan Kabupaten) atau istilah lainnya MUSRENBANGKAB (Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten).

Musyawarah ini dilaksanakan di tingkat Kabupaten yang dihadiri olehsemua perwakilan dari kecamatan-kecamatan untuk lantas melakukan sinkronisasi rencana-rencana pembangunan yang telah dibentuk dengan rencana-rencana yang telah dibuat oleh Dinas-dinas. Nah pada level iniseringkali akan terjadi tarik ulur kepentingan antara masukan aspirasi dari masyarakat dan dinas-dinas. Oleh sebab memang, mesti ditelusuri format skala prioritas pembangunan masyarakat melewati pola perankingan,sampai-sampai dapat dijangkau kesepakatan bersama, dan tidak melulu pada coret-mencoret yang dilaksanakan oleh semua kepala dinas semata. Penentuan skala prioritas ini tidak boleh dilaksanakan secara sepihaksebab hasil dari pelaksanaan pekerjaan ini nantinya bakal menjadi Rencana Anggaran dan Pendapatan Daerah (RAPBD). Draft APBD ini kemudiandikemukakan oleh pemerintah kabupaten guna dimusyawarahkan dengan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).



4.2. Pembahasan

4.2.1 Pendekatan Proses Partisipatif Dalam Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah Aceh

Peraturan dan perundangan di era desentralisasi menunjukkan komitmen politik pemerintah untuk mengatur kembali dan menambah sistem, mekanisme, formalitas dan kualitas proses perencanaan dan penganggaran daerah. Ini dilaksanakan dengan destinasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan wilayah yang lebih baik, demokratis, dan pembangunanwilayah berkelanjutan.

Partisipasi masyarakat seperti dipercayakan dalam ketentuan dan perundangan --sekedar melafalkan sebagian-- seluruhnya mempercayakan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah. UU No. 25/2004mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, mempercayakan bahwa perencanaan pembangunan mesti melewati pelibatan pelaksana negara dan masyarakat. Dengan demikian, ruang partisipasi semua pelaku pembangunandipastikan dan tersingkap luas. Ada tiga asas urgen yang membuka partisipasi masyarakat dalam undang-undang itu yaitu: (1) Asas “kepentingan umum” yakni asas yang mendahulukan kesejahteraan umum denganteknik yang aspiratif, akomodatif, dan selektif; (2) Asas“keterbukaan”yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk mendapat  informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai penyelenggaraan negara dengan tetap menyimak perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara; (3) Asas“akuntabilitas” yakni asas yang menilai bahwa setiap pekerjaan dan hasil akhir dari pekerjaan Penyelenggara Negara mesti bisa dipertanggungjawabkan untuk masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara cocok denganperaturan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan UU No. 32/2004 mengenai Pemerintahan Daerah, partisipasi masyarakat urgen dalam sistem pemerintahan daerah. Partisipasi masyarakatbermanfaat untuk: (1) Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat; (2) Menciptakan rasa mempunyai pemerintahan; (3) Menjamin keterbukaan, akuntabilitas dan kepentingan umum; (4) Mendapatkan aspirasi masyarakat dan; (5) Sebagai wahana guna agregasi kepentingan dan mobilisasi dana.

Di samping itu, dalam UU No. 11/2006 mengenai Pemerintah Aceh, Pasal 141 ayat 3 dilafalkan bahwa “masyarakat berhak tercebur untukmenyerahkan masukan secara lisan maupun tertulis mengenai penyusunan perencanaan pembangunan Aceh dan kabupaten/kota melewati penjaringan aspirasi dari bawah”.

Dalam ketentuan dan perundangan baru, penyusunan rencana dikehendaki memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan top down process. Ini bermakna bahwa perencanaan wilayah selain diinginkan memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan dan akuntabel; konsisten dengan rencana lainnya yang relevan; pun kepemilikan rencana (sense of ownership) menjadi aspek yangbutuh diperhatikan. Keterlibatan masyarakat dan semua stakeholder serta pihak legislatif dalam proses pemungutan keputusan perencanaan menjadi sangat urgen untuk meyakinkan rencana yang dibentuk mendapatkansokongan optimal untuk implementasinya.

RPJMD(K) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah adalahsatu dokumen rencana resmi wilayah yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pembangunan wilayah dalam jangka masa-masa 5 (lima) tahun ke depan masa pimpinan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih. Sebagai sebuah dokumen rencana yang urgen sudah sepatutnya Pemerintah Daerah, DPRD, dan masyarakat menyerahkan perhatian urgen pada kualitas proses penyusunan dokumen RPJMD(K), dan pastinya partisipasi masyarakat menjadi mutlak dalam proses pemantauan, evaluasi, dan review rutin atas implementasinya.

Karena dokumen RPJMD(K) paling bersangkutan dengan visi dan tujuan Kepala Daerah Terpilih, maka kualitas penyusunan RPJMD(K) akanmenggambarkan sejauh mana kredibilitas Kepala Daerah Terpilih dalam memandu, mengarahkan, dan memprogramkan perjalanan kepemimpinannya dan pembangunan daerahnya dalam masa 5 (lima) tahun ke depan dan mempertanggungjawabkan hasilnya untuk masyarakat pada akhir masa kepemimpinannya. Bagi mendapatkan sokongan yang optimal untuk implementasinya, proses penyusunan dokumen RPJMD(K) perlu membina komitmen dan kesepakatan dari seluruh stakeholder untuk menjangkau tujuan RPJMD(K) melewati proses yang transparan, demokratis, dan akuntabel dengan memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, dan politis.

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Perencanaan ialah proses pemilihan pilihan menilai perbuatan setelahmenyaksikan pelbagai pilihan dalam menjangkau tujuan. Baik jangka pendek, jangka menengah ataupun jangka panjang (Conyers and Hills, 1986:27). Ruang lingkupnya dapat mempunyai sifat nasional, regional, atau sektoral; bisa juga mempunyai sifat makro/menyeluruh. Hasil dari rencana ialah kebijakan. Misal, kepandaian menyangkut pembangunanwilayah atau pekerjaan fisik, misalnya membina proyek jalan raya, dan sebagainya.

Perencanaan idealnya mesti melibatkan publik. Fakta di negara kita, perencanaan pembangunan belum melibatkan publik, dan masih mempunyai sifat top down planning. Paradigma community driven yaitu pembuatan iklim guna memberi penguatan peran masyarakat guna ikut dalam proses perencanaan dan pemungutan keputusan, ikut menggerakkan atau mensosialisasikan dan mengerjakan kontrol publik, belum signifikan. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak bakal dapat menjangkau hasil secara optimal. Pembangunan melulu akan mencetuskan produk-produk baru tak sesuai keperluan masyaratnya.

Pembangunan pun membutuhkan strategi yang tepat supaya dapat lebih efisien dari sisi pembiayaan dan efektif dari sisi hasil. Strategi iniurgen untuk menilai peran setiap (pemerintah dan masyarakat). Dalam UU nomor 22/1999, perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya mestiberorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas, melewati pemberian wewenang perencanaan dan pengamalan pembangunan di tingkat daerah. Denganteknik ini pemerintah kian mampu menyerap aspirasi masyarakat, sampai-sampai dapat memberdayakan dan memenuhi keperluan masyarakat itu.

5.2 Saran

Dengan adanya perencanaan yang baik tentu urusan itu dapat diinginkan proses pembangunan yang berjalan cocok dengan yang telah diputuskan tersebut, supaya nantinya destinasi yang telah diputuskan dapatterjangkau dengan sempurna.

DAFTAR PUSTAKA
http://empimuslion.wordpress.com/2008/04/01/paradigma-perencanaan-pembangunan-nasional/
http://dipisolo.tripod.com/content/artikel/partisipatif.htm
http://irmabsalia.blogspot.com/2010/03/teori-perencanaan-pembangunan.html

Semoga Bermanfaat, Jangan like and sharenya, terima kasih...

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Perencanaan Pembangunan Daerah Partisipatif Dan Perencanaan Daerah Aceh"

Post a Comment