MAKALAH DINAMIKA KEBUDAYAAN

MAKALAH DINAMIKA KEBUDAYAAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Mengapa kebudayaan berubah ? Berdasarkan keterangan dari Haviland (1993a: 250-251) keterampilan berubah adalah sifat yang urgen dalam kebudayaan manusia. Tanpa adanya keterampilan itu, kebudayaan tidak dapat menyesuaikan diri dengan suasana yang berubah. Semua kebudayaan pada sebuah waktu tentu berubah sebab bermacam-macam sebab, di antara sebabnya ialah perubahan lingkungan yang bisa menuntut evolusi kebudayaan yang mempunyai sifat adaptif. Kemampuan berubah adalah sifat urgen dalam kebudayaan manusia. Tanpa perubahan, kebudayaan tidak bisa menyesuaikan diri dengan suasana yang senantiasa berubah.
Koentjraningrat (1990a: 89) menyaksikan bahwa semenjak lahirnya, Ilmu Sosiologi telah tidak sedikit memperhatikan masalah evolusi kebudayaan. Pada abad ke-19 sudah ada perhatian terhadap peradaban kebudayaan manusia, sampai-sampai dengan demikian sudah lahir pula teori-teori tentang perubahan kebudayaan, yaitu evolusi kebudayaan bangsa-bangsa di dunia, mulai dari bentuk-bentuk yang simpel sampai dengan ke bentuk-bentuk yang semakin lama semakin kompleks. Pada masa menjelang Perang Dunia II, yakni masa selama tahun 1930 dan khususnya pada waktu-waktu sesudah itu, diantara para berpengalaman sosiologi sudah timbul perhatian baru terhadap masalah evolusi kebudayaan diantara sekian banyak  bangsa di Afrika, Asia, Osenia, dan Amerika.
Kebudayaan (mengacu dari konsep Profesor Parsudi Suparlan, 2004b : 58-61)disaksikan sebagai : (1) pedoman untuk kehidupan masyarakat, yang secara bersama-sama berlaku, namun pemakaiannya sebagai acuan ialah berbeda-beda menurut keterangan dari konteks lingkungan kegiatannya; (2) Perangkat-perangkat pengetahuan dan kenyakinan yang adalah hasil interpretasi atau pedoman untuk kehidupan tersebut. Dan kehidupan masyarakat kota-kota di Indonesia ada tiga kebudayaan yakni : kebudayaan nasional, kebudayaan sukubangsa, dan kebudayaan umum. Kebudayaan nasional yang operasional dalam kehidupan keseharian warga kota melalui sekian banyak  pranata yang tercakup dalam sistem nasional.

Kebudayaan kedua, ialah kebudayaan-kebudayaan suku bangsa. Kebudayaan suku bangsa fungsional dan operasional dalam kehidupan keseharian di dalam suasana-suasana suku bangsa, khususnya dalam hubungan-hubungan kekerabatan dan keluarga, dan dalam sekian banyak  hubungan sosial dan individu yang suasananya ialah suasana suku bangsa.
Kebudayaan yang ketiga yang terdapat dalam kehidupan penduduk masyarakat kota ialah kebudayaan umum, yang berlaku di tempat-tempat umum atau pasar. Kebudayaan umum hadir di dalam dan melewati interaksi-interaksi sosial yang dilangsungkan dari masa-masa ke masa-masa secara spontan guna kepentingan-kepentingan pribadi semua pelakunya, kepentingan ekonomi, kepentingan politik, ataupun kepentingan-kepentingan sosial.
Kebudayan umum ini menekankan pada prinsip tawar-menawar dari semua pelakuya, baik tawar-menawar secara sosial maupun secara ekonomi, yang dibakukan sebagai konvensi-konvensi sosial, yang menjadi pedoman untuk para pelaku dalam beraksi di tempat-tempat umum dalam kehidupan kota.
 
Makalah Dinamika Kebudayaan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep-Konsep Dinamika Kebudayaan

Berdasarkan keterangan dari Koentjaraningrat (1996: 142) seluruh konsep yang anda perlukan guna menganalisa proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan dinamakan sebagai dinamika social. Beberapa konsep itu antara beda sebagai berikut:
1. Proses belajar kebudayaan sendiri, yang terdiri dari internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi;
2. Evolusi kebudayaan dan difusi;
3. Proses pengenalan unsur-unsur kebudayaan asing, yang mencakup akulturasi dan asimilasi;
4. Proses pembauran atau inovasi atau penemuan baru.
5. Selanjutnya keempat konsep itu akan dibicarakan satu persatu di bawah ini.

2.2 Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
1. Proses Internalisasi
Berdasarkan keterangan dari Koentjaraningrat (1996: 142-143) proses internalisasi ialah proses yang dilangsungkan sepanjang hidup individu,yakni mulai dari ia dicetuskan sampai akhir hayatnya. Sepanjang hayatnya seorang pribadi terus belajar untuk mengubah segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang lantas membentuk kepribadiannya.
2. Proses Sosialisasi
Talcott Parson (dalam Koentjaraningrat, 1996: 143-145) mencerminkan proses tentang kebudayaan sebagai unsur dari proses sosialisasi individu. Semua pola perbuatan individu-individu yang menempati sekian banyak  kedudukan dalam msyarakatnya yang dijumpai sesorang dalam kehidupannya keseharian semenjak ia dilahirkan, dipahami olehnya sehingga pribadi tersebut pun bakal menjadikan pola-pola tindakan itu sebagai unsur dari kepribadiannya.
Oleh karena tersebut untuk dapat mengetahui suatu kebudayaan, meneliti jalannya proses sosialisasi baku yang lazim dirasakan sebagian besarpribadi dalam sebuah kebudayaan adalahsustu cara yang semenjak lamadigemari oleh para berpengalaman sosiologi
3. Proses Enkulturasi
Berdasarkan keterangan dari Koentjaraningrat (1996: 145-147) proses enkulturasi ialah proses belajar dan menyesuaikan alam benak serta sikap terhadap adapt, sistem norma, dan semua ketentuan yang ada dalam kebudayaan seseorang. Proses ini telah dibuka sejak mula kehidupan,yakni dalam lingkungan keluarga, dan lantas dalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas.
Pada tadinya seorang anak kecil mulai belajar dengan teknik menirukan tingkah laku orang-orang yang sedang di sekitarnya, yang lama kelamaan menjadi pola yang mantap, dan norma yang menata tingkah lakunya “dibudayakan”. Di samping dalam lingkungan keluarga, norma-norma itu dapat dipelajari dari pengalamannya bergaul dengan sesam penduduk maysarakat dan secara formal di lingkungan sekolah.

2.3 Evolusi Kebudayaan dan Difusi
1. Evolusi Kebudayaan
Evolusi kebudayaan menurut keterangan dari Koentjaraningrat (1996: 142)ialah proses pertumbuhan kebudayaan umat insan mulai dari bentuk-bentuk kebudayaan yang simpel sampai yang semakin lama semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses difusi, yakni penebaran kebudayaan-kebudayaan yang terjadi bersamaan eksodus bangsa-bangsa di muka bumi ini.
Proses perubahan menurut keterangan dari Koentjaraningrat (1996: 147) kebudayaan dapat diteliti secara mikro maupun secara makro. Proses kebudayaan yang diteliti secara mikro (detail) bisa memberikan cerminan mengenai sekian banyak  proses yang terjadi dalam kehidupan keseharian suatu masyarakat. Proses perubahan sosial-budaya secara makro ialah proses yang terjadi dalam jangka masa-masa yang panjang.

2.4 Proses Pengenalan Unsur-Unsur Kebudayaan Asing
1. Akulturasi
Berdasarkan keterangan dari Koentjaraningrat (1996: 155) ialah istilah dalam sosiologi yang memiliki sekian banyak  makna, yang kesemuanyatersebut mencakup konsep tentang proses sosial yang timbul bilamana sekelompok insan dengan kebudayaan tertentu dihadapkan untuk unsur-unsur dari sebuah kebudayaan asing sampai-sampai unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diubah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpamengakibatkan hilangnya jati diri kebudayaan tersebut. Unsur kebudayaan tidak pernah didifusikan secara terpisah, tetapi senantiasa dalam suatucampuran atau perumahan yang terpadu.
a. Proses Akulturasi
Proses akulturasi, Koentjaraningrat lebih lanjut menyatakan bahwa proses akulturasi memang telah terjadi semenjak zaman dulu kala, akan namun akulturasi dengan sifat yang eksklusif baru terjadi saat kebudayaan-kebudayaan bangsa Eropa Barat mulai menyebar ke daerah-daerah beda di muka bumi pada mula abad ke-15 dan mulai memprovokasi masyarakat-masyarakat suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin.
G.M. Foster (dalam Koentjaraningrat 1990a: 97) meringkas proses akulturasi yang seringkali terjadi bila sebuah kebudayaan terpapar kebudayaan asing bahwa :
• Hampir seluruh proses akulturasi mulai dari kelompok atasan yangseringkali tinggal di kota, kemudian menyebar ke golongan-golongan yang lebih rendah di wilayah pedesaan. Proses tersebut seringkali di mulai dengan evolusi sosial-ekonomi.
• Perubahan dalam sektor ekonomi hampi seluruh mengakibatkan perubahan yang urgen dalam asas-asas kehidupam kekerabatan.
• Penanaman tumbuhan untuk ekspor dan pertumbuhan ekonomi duit merusak pola gotong royong tradisional, dan karena tersebut berkembanglah sistem pengerahan tenaga kerja yang baru.
• Perkembangan sistem ekonomi utang pun menyebabkan evolusi dalam kebiasaan-kebiasaan santap dengan segala dampak dengan aspek gizi, ekonomi, maupun sosialnya.
• Proses akulturasi yang berkembang cepat menyebabkan sekian banyak  pergeseran sosial yang tidak seragam dalam seluruh semua bagian dan sektor masyarakat, sampai-sampai terjadi keretakan masyarakat.
• Gerakan-gerakan nasionalisme pun dapat dirasakan sebagai di antara tahap dalam proses akulturasi.
b. Kontra Akulturasi
Kontra akulturasi, menurut keterangan dari Koentjaraningrat (1990a: 112) dalam sebuah masyarakat yang terpapar proses akulturasi dan berada dalam transisi dari kebudayaan tradisional ke kebudayaan masa kini, inilah segala ketegangan, konflik, dan kekacauan sosialnya, tentu tidak sedikit individu atau kelompok sosial yang tidak bisa menyesuaikan diri dengansuasana krisis laksana itu. Mereka ialah orang-orang yang tidak tahan hidup dalam keadaan tegang yang terus menerus. Namun, mereka pun tidak suka dengan pembaharuan, mereka itu ialah orang-orang “kolot”.
Golongan kolot dalam masyarakat yang sedang merasakan transisi yanglumayan kuat, dapat menyusun kekuatan untuk membangkang unsur-unsur baru dan menghentikan proses akulturasi untuk sedangkan waktu.
Sebaliknya bila kelompok ini tidak powerful menghadapi proses akulturasi yang telah sedemikian jauh, maka biasanya mereka berjuang untuk menghindarinya. Mereka akan menggali kepuasan batin seakan-akanunik diri dari kehidupan masyarakat nyata, dan bersembunyi dalam dunia kebatinan mereka, di mana mereka dapat merindukan zaman kebahagiaan masa lampau.
Fenomena ini ialah awal dari gerakan kebatinan kontra-akulturasi, suatufenomena masyarakat yang timbul dalam zaman transisi kebudayaan untukmembangkang proses akulturasi.
c. Permasalahan Psikologi Dalam Proses Akulturasi
Koentjaraningrat (1990a: 105-107) menjelaskan bahwa saya dan anda bisa mengerti bahwa perbedaan proses akulturasi dalam sutu kebudayaan (yaitu akulturasi diferensial) pun dapat diakibatkan karena perbedaan jati diri individu-individu dengan watak kolot, namun ada pun yang berwatak progresif masalah karena musabab yang sudah mendalam tentang adanyapribadi yang lebih progresif dari yang lain, dan masalah bagaimanateknik merangsang supaya individu-individu yang progresif dalam sebuah masyarakat menjadi lebih menonjol sudah menjadi perhatian beberapaberpengalaman sosiologi psikologi dari Amerika.
Beberapa berpengalaman sosiologi meragukan adanya watak kolot atau watak progresif yang dapat memprovokasi suatu proses akulturasi dalam masyarakat, yang karena tersebut mengakibatkan fenomena akulturasi diferensial. Sifat yang kolot atau progresif tidak ditentukan oleh kepribadian pribadi secara psikologi, namun oleh suasana sosial di manapribadi yang bersangkutan tersebut berada.
Sebaliknya pribadi yang progresif ialah individu yang belum atau tidak memiliki status yang baik. Pendapat ini pernah diuji oleh riset E. Vogt. Vogt menganalisis 12 orang bekas pejuang tentara Amerika Serikat yang berasal dari suku-suku Indian Navaho. Ke 12 orang tersebut memiliki latar belakang yang sama, merasakan pendidikan yang sama, memiliki pengalamanpeperangan yang sama pula. Akan namun sewaktu mereka terbit dari tentara terdapat yang hidupnya kembali laksana dulu, menjadi penggembala domba. Adapula yang hidupnya tidak tertata dan adapula sejumlah yangsudah meninggalkan masyarakat Navaho dan mempunyai status di tengah-tengah masyarakat orang bule.
Penelitian Vogt ini dilaksanakan dengan memakai tes psikologi, dansukses menyimpulkan bahwa orang-orang Navaho yang sebelumnya mempunyai kehidupan yang memuaskan di tengah masyarakat Navaho, berubah menjadi orang kolot, sementara mereka yang dulunya belum memiliki status tetap, menjadi orang yang progresif atau menjadi kacau.
2. Asimilasi
Asimilasi menurut keterangan dari Koentjaraningrat (1996: 160) ialah suatu proses sosial yang terjadi pada sekian banyak  golongan insan dengan latar belakang kebudayaan yang bertolak belakang setelah mereka bergaul secara insentif, sampai-sampai sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan tersebut masing-masing pulang menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Biasanya sebuah asimilasi terjadi antara suatu kelompok mayoritas dengankelompok minoritas. Dalam proses ini, seringkali golongan minoritas yang berubah dan menyesuaikan diri dengan kelompok mayoritas, sampai-sampai sifat-sifat khas dari kebudayaan lambat laun berubah dan menyatu dengan kebudayaan kelompok mayoritas.
Dari sekian banyak  proses asimilasi yang pernah dikaji, diketahui bahwa pergaulan intensif saja biasanya belum tentu menyebabkan terjadinyasebuah proses asimilasi, tanpa adanya toleransi dan simpati antara keduakelompok tersebut. Contohnya ialah orang-orang Cina di Indonesia, yang walaupun sudah bergaul secara intensif dengan warga pribumi secara berabad-abad, belum seluruhnya terintegrasi ke dalam msyarakat dan kebudayaan Indonesia.

2.5 Proses Pembauran atau Inovasi atau Penemuan Baru
Inovasi ialah suatu proses pembauran dari pemakaian sumber-sumber alam, energi, dan modal serta pengaturan kembali dari tenaga kerja danpemakaian teknologi baru, sampai-sampai terbentuk sebuah sistem buatan baru dari produk-produk baru. Dengan demikian, inovasi ialah pembauranbagian teknologi dan ekonomi dari kebudayaan (Koentjaraningrat, 1996: 161).
Selanjutnya disebutkan Koentjaraningrat, bahwa sebuah proses inovasi tentu sehubungan dengan penemuan baru dalam teknologi yang seringkali adalahsuatu proses sosial yang bertahap dari discovery (penemuan darisebuah unsur kebudayaan yang baru, baik sebuah alat atau usulan baru dari seorang atau sebanyak individu) mengarah ke invention. Discovery baru bisa menjadi invention bilamana suatu penemuan baru sudah diakui, diterima, dan diterapkan oleh sebuah masyarakat.
Proses berlangsungnya etape discovery hingga pada etape invention menurut keterangan dari Koentjaraningrat (1990: 109) seringkalidilangsungkan lama dan kadang-kadang tidak melulu menyangkut satu individu, yakni si penciptanya yang kesatu, tetapi dapat melibatkan serangkaian pribadi yang terdiri dari sejumlah pencipta.
Hal yang menjadi daya tarik untuk para berpengalaman sosiologi ialah faktor yang mendorong pribadi dalam sebuah masyarakat untuk mengetahui suatu upaya yang akan mengarah ke ke sebuah penemuan baru. Barnett (dalam Koentjaraningrat, 1990: 109) mengemukakan pendapat bahwa parapribadi yang “tidak terpandang dalam masyarakat atau yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya” malah ingin yang tidak jarang termotimavasi untuk menyelenggarakan pembaruan dalam kebudayaan, dan menjadi pendorong terjadinya sebuah penemuan baru yang lantas terjadinyasebuah inovasi.

Koentjaraningrat (1990: 109) menambahkan bahwa guna mendorong kreativitasdibutuhkan pula oleh tumbuhnya, yaitu.
1. Kesadaran para pribadi akan adanya kekurangan-kekurangan dalam kebudayaan mereka;
2. Mutu dari kemahiran para pribadi yang bersangkutan;
3. Adanya sistem perangsang dalam masyarakat yang mendorong mutu;
4. Adanya krisis dalam masyarakat.
Haviland (1993a: 253) membagi penemuan baru (discovery) menjadi dua,yakni penemuan primer dan penemuan sekunder. Penemuan primer ialah penemuan secara tidak sengaja (kebetulan) sebuah prinsip baru, sementara penemuan sekunder perbaikan-perbaikan yang diselenggarakan denganmemutuskan prinsip-prinsip yang telah diketahui.
Sebuah misal penemuan primer sebagaimana yang diuraikan oleh Haviland (1993a: 255-256) ialah penemuan pembakaran tanah liat yang menciptakan bahannya menjadi keras seterusnya. Dapat diperkirakan bahwa tidak jarang terjadi pembakaran tanah liat secara tidak sengaja dalam api guna memasak pada zaman dahulu. Akan tetapi, kejadian secara kebetulan itu bukansebuah penemuan bila orang tidak memahami bahwa penemuan tersebut dapat diterapkan untuk sebuah keperluan.
Kira-kira 25.000 tahun yang kemudian orang melihat teknik penerapannya,karena patung-patung kecil diciptakan dengan tanah yang dibakar. Akan tetapi, orang tidak menciptakan bejana tembikar, dan rupa-rupanya penemuan itu tidak hingga ke Timur Tengah. Kalau terjadi, urusan itu tidak hingga berakar. Baru pada sebuah waktu salah satu 7.000 dan 6.500 tahun S.M. diketahui adanya penerapan pembakaran tanah liat di Timur Tengah dengan dibuatnya wadah-wadah dan bejana guna memasak, yang murah, awet, dan gampang dibuat.
Rekonstruksi pertumbuhan wadah-wadah yang tertua, yang sudah diketahui terjadi sebagai berikut. Menjelang 7.000 tahun S.M. dalam lokasi memasak di Timur Tengah ada wadah yang tepinya tercipta dari tanah liat, yangdiciptakan bersatu menjadi unsur dari lantai, dan perapian sertatungku dari tanah liat. Dalam kondisi yang demikian tersebut terjadinya pembakaran tanah liat secara tidak sengaja tidak barangkali dapat dihindarkan.
Pada zaman tersebut tanah liat juga dipakai dalam pembangunan rumah, untuk menciptakan patung-patung kecil, dan untuk menciptakan dinding lubang-lubang penyimpanan. Jadi, walaupun orang telah biasa bekerja dengan memakai tanah liat, tidak terdapat pembakaran guna mebuat wadah kecuali sebagai dinding lubang penyimpanan. Sebagai wadah, yangseringkali digunakan ialah wadah dari batu, keranjang, atau kantong kulit.
Dengan demikian penemuan tembikar sebagai penemuan primer, dalam proses penemuannya tidak sedikit dijumpai teknik-teknik yang telah dikenal atau diketahui sebelumnya, yaitu kiat atau teknik pembakaran tanah liat yangdigunakan untuk kebutuhan di samping tembikar. Dengan teknik yangtelah diketahui, maka tanah liat dapat disusun menjadi format keranjang biasa, format kantong kulit, atau berbentuk laksana wadah batu denganteknik dibakar dalam api tersingkap atau di dalam perapian yang jugadipakai untuk memasak makanan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka bisa ditarik benang merah sebagai berikut.
Kebudayaaan adalahkendapan dari pekerjaan dan karya manusia, yang tidak lagi ditafsirkan semata-mata sebagai segala pengejawantahan kehidupaninsan yang berbudi luhur laksana agama, kesenian, filsafat dan sebagainya. Sehingga mengakibatkan ada perbedaan definisi antara bangsa-bangsa berbudaya dan bangsa-bangsa primitif.
Konsep kebudayaan sudah diperluas dan didinamisasi, kendatipun secara akademik orang sering memisahkan antara kebudayaan dan peradaban. Tetapi pada dasarnya dua-duanya menyatu dalam definisi kebudayaan secara luas dan dinamis. Sebab kebudayaan sebagai distrik akal budi insan tidakmelulu berisi di antara aspek dari pekerjaan manusia. Dapatdisebutkan bahwa kebudayaan dan kemajuan adalahdua sisi mata dana yang sama dalam definisi kebudayaan secara luas. Jika kebudayaan ialah aspirasi peradabanlah format konkret yang mewujud demi realisasi aspirasi itu.

3.2 Saran
Pada proses pengenalan unsur-unsur kebudayaan asing, yang mencakup akulturasi dan asimilasi. Sebaiknya anda harus selektif dalam menerimamasing-masing kebudayaan asing, sehingga saya dan anda bisa mengambil kebudayaan asing yang bernilai positif untuk perkembangan bangsa dan negara dan menampik setiap kebudayaan asing yang benilai negatif (seperti pergaulan bebas, hedonisme, dll) yang bisa merusak moral bangsa dan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Sosiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1996. Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nugroho, Widodo dan Achmad Muchji. 1993. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Soekanto, Sorjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH DINAMIKA KEBUDAYAAN"

Post a Comment