Patologi Dalam Kinerja Aparatur Pemerintahan (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Instansi Pemerintah


Patologi Dalam Kinerja Aparatur Pemerintahan (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Instansi Pemerintah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai makhluk yang dibuat paling mulia oleh Tuhan, insan dianugerahi akal benak dan budi pekerti yang bisa mendorong insan untuk menguasai ilmu pengetahuan, baik ilmu yang berhubungan dengan tubuh manusia, teknologi, atau ilmu yang menata kehidupan insan seperti ilmu administrasi atau ilmu manajemen. Dengan akal dan pikiran, insan dapat mengerjakan segala kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh makhluk Tuhan yang lain laksana bekerja guna memenuhi keperluan hidupnya. Dalam bekerja, diperlukan konsistensi dari seorang manusia supaya ia dapat menjangkau tujuan hidupnya. Ada insan yang bekerja dengan membuka usaha sendiri atau menjadi seorang pegawai. Jika menjadi seorang pegawai, maka orang itu harus mematuhi dan menjalankan ketentuan yang telahdi putuskan oleh pimpinan.
A.W. Widjaja (2006) berasumsi bahwa, “Pegawai ialah adalah tenaga kerja insan jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa diperlukan dan oleh karena tersebut menjadi di antara modal pokok dalam usaha kerja sama untuk menjangkau tujuan tertentu (organisasi)”. Pengertian tersebut merangkum pada makna pegawai negeri maupun swasta, tetapi definisi pegawai negeri yang lebih eksklusif menurut keterangan dari Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No. 8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yakni “Pegawai negeri ialah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan untuk Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah, mengadakan tugas pemerintahan dan pembangunan”.
Tetapi tidak sedikit pegawai-pegawai di Indonesia, eksklusif nya yang bekerja di instansi pemerintah terjangkit patologi etos kerja atau yang lebih dikenal dengan virus-virus penyakit yang dapat menular dari satu orang ke orang lain. Virus penyakit yang dimaksut disini bukan virus penyakit tertentu laksana malaria atau demam berdarah, namun yang dimaksud disini ialah fenomena sosial pegawai yang tingkah lakunya berlawanan dengan kaidah-kaidah, norma-norma, moralitas, dan rasionalitas yang dipersyaratkan oleh pimpinan. Fenomena yang sering menghiasi instansi pemerintahan ini seakan tidak bermuara, sebab sudah berjuta teknik dilakukan namun pegawai-pegawai yang badung masih tetap saja ada. Kenakalan pegawai tersebut dibuka dari urusan yang kecil laksana datang terlambat, bolos kerja, bermain game atau social network , dan bahkan mengerjakan korupsi.

Dari uraian di atas, untuk memahami penyebab dan akibat yang terjadi dampak kinerja aparatur pemerintahan yang tidak cocok dengan ketentuan yang sudah dibuat, maka penulis menciptakan paper yang berjudul “Patologi Dalam Kinerja Aparatur Pemerintahan (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Instansi Pemerintah)”.
Patologi Dalam Kinerja Aparatur Pemerintahan (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Instansi Pemerintah)

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Patologi
Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA (1988) menuliskan bahwa pentingnya patologi ialah supaya dapat diketahui sekian banyak  jenis penyakit yang barangkali diderita oleh manusia. Analogi itulah yang berlaku pula untuk suatu birokrasi. Artinya supaya seluruh birokrasi pemerintahan Negara dapat mengahadapi sekian banyak  tantangan yang barangkali timbul baik mempunyai sifat politik, ekonomi, sosiokultur dan teknologikal.
Risman K. Umar (2002) mendefenisikan bahwa patologi birokrasi ialah penyakit atau format perilaku organisasi yang membias dari nilai nilai etis, aturan aturan dan peraturan ketentuan perundang undangan serta norma norma yang berlaku dalam birokrasi.
Berdasarkan keterangan dari Sondang P. Siagian, patologi dalam birokrasi bersumber pada lima masalah pokok. Pertama, persepsi gaya manajerial semua pejabat di lingkungan birokrasi yang membias dari prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini mengakibatkan format patologi seperti: penyalahgunaan wewenang dan jabatan menerima sogok, dan nepotisme. Kedua, rendahnya pengetahuan dan kemampuan para petugas pelaksana sekian banyak  kegiatan operasional, menyebabkan produktivitas dan bobot pelayanan yang rendah, serta pegawai sering melakukan kesalahan. Ketiga, perbuatan pejabat yang melanggar hukum, dengan ”penggemukan” pembiayaan, menerima sogok, korupsi dan sebagainya. Keempat, pengejawantahan perilaku birokrasi yang mempunyai sifat disfungsional atau negatif, seperti: sewenang-wenang, pura-pura sibuk, dan diskriminatif. Kelima, dampak situasi internalsekian banyak  instansi pemerintahan yang berdampak negatif terhadap birokrasi, seperti: imbalan dan situasi kerja yang tidak cukup memadai, ketiadaan pemaparan dan indikator kerja, dan sistem pilih kasih.
Lebih lanjut Sondang P. Siagian (1988) menyebutkan sejumlah patologi birokrasi yang bisa dijumpai antara lain:
1. Penyalahgunaan wewenang dan tanggung jawab
2. Pengaburan masalah
3. Indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme
4. Indikasi menjaga status quo
5. Empire building (membina kerajaan)
6. Ketakutan pada perubahan, inovasi dan resiko
7. Ketidak pedulian pada kritik dan saran
8. Takut memungut keputusan
9. Kurangnya kreativitas dan eksperimentasi
10. Kredibilitas yang rendah, tidak cukup visi yang imajinatif
11. Minimmya pengetahuan dan keterampilan.

B. Kinerja
• Kinerja menurut keterangan dari Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67)
“Kinerja ( prestasi kerja ) ialah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dijangkau oleh seseorang pegawai dalam mengemban tugasnya cocok dengan tanggung jawab yang diserahkan kepadanya”.
• Kemudian menurut keterangan dari Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223)
“Kinerja seseorang adalah kombinasi dari kemampuan, usaha dan peluang yang bisa dinilai dari hasil kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34)menyampaikan “kinerja (prestasi kerja) ialah suatu hasil kerja yangdijangkau seseorang dalam mengemban tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, empiris dan kesungguhan serta waktu”.
Berdasarkan keterangan dari John Whitmore (1997 : 104)
“Kinerja ialah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja ialah suatu perbuatan, sebuah prestasi, sebuah pameran umum ketrampikan”.
Berdasarkan keterangan dari Mangkunegara, (2005 : 67) menyampaikan bahwa istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual performance (prestasi kerja atau prestasi bahwasannya yang dijangkau oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) ialah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dijangkau oleh seoarang pegawai dalam mengemban tugasnya cocok dengan tanggung jawab yang diserahkan kepadanya.
Kinerja memiliki hubungan erat dengan masalah produktivitas sebab adalah indicator dalam menilai bagaimana usaha intuk menjangkau tingkat produktivitas yang tinggi dalam sebuah organisasi. Sehubungan dengan urusan itu maka upaya untuk menyelenggarakan penilaian terhadap kinerja disuatu organisasi adalah hal penting.
C. Pegawai Negeri Sipil
Ada dua definisi pegawai negeri menurut keterangan dari Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu:
1) Pegawai negeri ialah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan untuk Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah, mengadakan tugas pemerintahan dan pembangunan.
2) Pegawai negeri ialah mereka yang telah mengisi syarat-syarat yang ditentukan dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku, diusung oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang diputuskan menurut sesuatu ketentuan perundang-undangan dan digaji menurut keterangan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan keterangan dari Undang-undag no. 43 tahun 1999 pasal 1 bahwa yang dimaksud pegawai negeri ialah setiap penduduk Negara Republik Indonesia yang telah mengisi syarat yang ditentukan, diusung oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sebuah jabatan negeri, atau diserahi tugas Negara lainnya, dan digaji menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai negeri sipil dibaagi menjadi 2yakni Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.

BAB III
PEMBAHASAN

Akhir-akhir ini tidak sedikit media massa yang menyorot tingkat disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bobot layanan publik yang mereka berikan. PNS dirasakan tidak bekerja cocok dengan gaji yang mereka terima. Padahal, sebelum menjadi PNS, seseorang tentu akan terlebih dahulu mendapatkan edukasi dan pelatihan(Diklat) mengenai pola pikir PNS sebagai aparatur negara atau birokrat. Tentang tanggung jawab guna mewujudkan pelayanan prima yang menyerahkan kepuasan untuk masyarakat serta sekian banyak  kewajiban dan etika-etika yang mesti dijaga. Gagal dalam Diklat ini akan mengakibatkan gagal atau tertundanya seseorang guna menjadi PNS. Artinya, secara ideal, pasca mengekor Diklat, seorang PNS itu dirasakan sudah mengisi kriteria dan lulus sebagai seorang PNS sejatinya yang siap menjadi abdi negara yang taat. Ia akan dirasakan sudah paham tentang keharusan dan larangan untuk seorang PNS. Ia juga dipercayai sudah paham mengenai kode etik seorang PNS.
Namun realitanya, hari ini anda tetap melihat masih terdapat masyarakat yang mengeluh atas standar bobot pelayanan yang diserahkan seorang aparatur negara. Adanya PNS yang tidak disiplin dalam mengemban tugas. Suka mengutip disana sini dengan dalih ongkos adm. Tidak menyerahkan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Suka bolos, laksana yang dikabarkan oleh sekian banyak  media sejumlah waktu kemudian perihal ramainya PNS yang tidak masuk kerja dalam bulan Ramadhan. Kita saksikan pun banyaknya aparatur negara ini yang sibuk main game atau nongkrong di warung kopi ketika jam kerja, sampai-sampai masyarakat tidak jarang menikmati sulitnya berurusan dengan aparatur pemerintah.
Etos kerja aparatur negara yang buruk dilatar belakangi oleh sejumlah sebab, yakni :
a. proses perekrutan PNS tidak sedikit diwarnai oleh praktek kolusi dan nepotisme. Ada tidak sedikit kasus dimana PNS yang sukses direkrut tidak mempunyai kapasitas dan kompetensi pada bidang pekerjaannya.
b. Kurangnya kedisplinan dan dedikasi PNS terhadap kegiatan dan tanggung-jawab sosialnya. Bahkan, dalam tidak sedikit temuan, motivasi nasionalisme dan patriotisme PNS telah meluntur.
c. Pengontrolan dan pemantauan terhadap kinerja PNS pun sangat lemah. Penerapan sanksi terhadap PNS yang indisipliner, mankir, bolos pada jam kerja, dan beda sebagainya, masih belum memadai.
d. Pekerjaan yang monoton dan tidak cukup memberikan tantangan sampai-sampai PNS bosan dalam mengemban tugas meskipun telah ada mutasi dan rotasi.
e. Kurang nya reward yang diserahkan terhadap pegawai negeri sipil yang lebih berprestasi, andaikan dua orang PNS yang mempunyai kelompok sama, tugas yang sama,dan di antara mempunyai prestasi yang lebih baik dibanding yang lain namun gaji yang mereka terima sama besarnya. Hal ini mengakibatkan menurunnya semangat untuk bekerja secara maksimal.
Apabila dicari lebih jauh, fenomena patologi dalam birokrasi, menurut keterangan dari Sondang P. Siagian, bersumber pada lima masalah pokok. Pertama, persepsi gaya manajerial semua pejabat di lingkungan birokrasi yang membias dari prinsip-prinsip demokrasi. Maksudnya, masih terdapat penerapan jura ganisme atau sikap hendak dilayani daripada melayani, ketidakjelasan penyaluran tugas pada bawahan. Hal ini mengakibatkan format patologi seperti: penyalahgunaan wewenang dan jabatan menerima sogok, dan nepotisme. Kedua, rendahnya pengetahuan dan kemampuan para petugas pelaksana sekian banyak  kegiatan operasional, menyebabkan produktivitas dan bobot pelayanan yang rendah, serta pegawai sering melakukan kesalahan. Hal ini diakibatkan karena proses perekrutan pegawai yang tidak terseleksi dengan memakai sistem merit tetapi memakai sistem pertemanan (spoil system), sehingga tidak sedikit PNS yang berskill rendah. Ketiga, perbuatan pejabat yang melanggar hukum, dengan ”penggemukan” pembiayaan, menerima sogok, korupsi dan sebagainya. Banyak ditemukan dalam penciptaan KTP, akte lahir, surat penjelasan atau dokumen yang beda pungutan binal yang berkedok ongkos administrasi. Keempat, pengejawantahan perilaku birokrasi yang mempunyai sifat disfungsional atau negatif, seperti: sewenang-wenang, pura-pura sibuk, dan diskriminatif. PNS memisahkan pelayanan antara si kaya dan si kurang mampu atau orang biasa dengan orang yang memiliki status atau pangkat yang lebih tinggi dari mereka. Kelima, dampak situasi internal sekian banyak  instansi pemerintahan yang berdampak negatif terhadap birokrasi, seperti: imbalan dan situasi kerja yang tidak cukup memadai, ketiadaan pemaparan dan indikator kerja, dan sistem pilih kasih.
Kinerja aparatur pemerintah yang buruk ini dominan  negatif pada kegiatan dan tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab mereka guna tercapainya visi tujuan organisasi sektor publik. Dampak yang dimunculkan antara lain ialah tugas yang tidak berlalu tepat masa-masa bahkan terkesan molor dari masa-masa yang ditentukan, tidak sedikit keluhan dari masyarakat sebagai dampak dari tidak cukup baik nya pelayanan yang diserahkan PNS, krisis keyakinan masyarakat (public trust) untuk aparatur pemerintah, tidak tercapainya destinasi dan visitujuan yang sudah dirancang sebelumnya secara maksimal. Kinerja yang baik akan memprovokasi kualitas dan kuantitas pelayanan untuk masyarakat.
  
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pegawai negeri ialah pegawai yang telah mengisi syarat yang ditentukan,diusung oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sebuah jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai negeri sipil sebagai seorang abdi negara mesti mempunyai kinerja yang tidak melanggar norma-norma, kaidah-kaidah, moralitas, dan rasionalitas dalam melayani masyarakat. Namun faktanya, PNS pada ketika ini tidak sedikit yang bekerja secara tidak profesional bahkan melanggar kode etik PNS. PNS seakan terpapar demam patologi etos kerja yang menghambat tercapainya destinasi bersama.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Patologi Dalam Kinerja Aparatur Pemerintahan (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Instansi Pemerintah"

Post a Comment