Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan daerah ialah semua hak wilayah yang dinyatakan sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode perkiraan tertentu (UU.No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah), pendapatan wilayah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, pun yang berasal wilayah itu sendiri yaitu penghasilan asli wilayah serta lain-lain penghasilan yang sah.
Perimbangan finansial pemerintah pusat dan daerah ialah sistem pembagian finansial yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan wilayah serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (UU.No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah).
Pengertian penghasilan asli wilayah menurut keterangan dari Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 mengenai pajak daerah, yakni sumber keuangan wilayah yang digali dari wilayah wilayah yang terkait yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan wilayah yang diceraikan dan lain-lain penghasilan asli wilayah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah ialah penerimaan yang didapatkan dari sumber-sumber dalam wilayahnya tersebut sendiri yang diambil menurut peraturan wilayah yang telah cocok dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri atas:
1)        Hasil pajak wilayah yaitu pungutan yang dilaksanakan oleh pemerintah wilayah kepada seluruh objek pajak, laksana orang / badan, benda bergerak / tidak bergerak.
2)        Hasil retribusi daerah, yakni pungutan yang dilaksanakan sehubungan dengan sebuah jasa/fasilitas yang berlaku oleh pemerintah wilayah secara langsung dan nyata.
3)        Hasil perusahaan milik wilayah dan hasil pengelolaan kekayaan wilayah yang diceraikan antara beda laba dividen, penjualan saham kepunyaan daerah.
4)        Lain-lain penghasilan asli wilayah yang sah antara beda hasil penjualan aset tetap dan jasa giro (Sirozujilam dan Mahalli, 2011).
Berdasarkan keterangan dari Mardiasmo (2002) “PAD ialah penerimaan wilayah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan kepunyaan daerah, hasil pengelolaan kekayaan wilayah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Berdasarkan keterangan dari Halim (2007) PAD adalah semua penerimaan wilayah yang berasal dari sumber ekonomi pribumi daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dalam pengamalan otonomi daerah, dituntut kemandirian pemerintahan wilayah untuk bisa melaksanakan kepandaian desentralisasi fiskal secara lebih bertanggungjawab. Oleh sebab itu, pajak dan Retribusi yang telah di berikan menjadi hal pemerintah wilayah sebagai unsur dari kepandaian desentralisasi fiskal baik guna provinsi maupun kabupaten/kota mesti dikelola dan dinaikkan sebagai di antara sumber penghasilan asli daerah. Hal ini menilik Pajak dan Retribusi adalah pendapatan asli wilayah dan menjadi sumber pendanaan untuk keberlangsungan pembangunan wilayah dalam kerangka otonomi wilayah (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi belum merupakan garansi tingginya penghasilan masyarakat di suatu wilayah (regional income). Namun demikian, tingginya PAD bisa menjadi sumberdaya yang paling penting untuk pemerintah wilayah di dalam pengembangan wilayah tergolong dalam peningkatan penghasilan masyarakatnya (Rustiadi dan Supranto, 2010).
Perolehan PAD dibutuhkan adanya manajemen yang terstruktur dengan pemanfaatan duit yang mampu dipakai untuk semaksimal mungkin untuk kemakmuran masyarakat yang sebesar-besarnya melewati program-program dan kegiatan-kegiatan yang dikenalkan pemerintah wilayah tersebut (Susanto dan Supranto 2010).

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah adalah akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang mengandung Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang mengandung hasil perusahaan kepunyaan daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Bastian, 2002:47). Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan wilayah yang berasal dari sumber ekonomi pribumi daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah ialah meneliti, menilai dan memutuskan mana bahwasannya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan teknik meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber penghasilan tersebut dengan benar sehingga menyerahkan hasil yang maksimal (Elita dalam Pratiwi, 2007:31).
Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam mengemban otonomi daerah ialah minimnya penghasilan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di beda pihak mengakibatkan Pemerintah Daerah mempunyai derajat kemerdekaan rendah dalam mengelola finansial daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik teratur maupun pembangunan, diongkosi dari dana perimbangan, khususnya Dana Alokasi Umum. Alternatif jangka pendek penambahan penerimaan Pemerintah Daerah ialah menggali dari Pendapatan Asli Daerah (Pratiwi, 2007:32).
Wujud dari desentralisasi fiskal ialah pemberian sumber-sumber penerimaan untuk daerah yang dapat dipakai sendiri cocok dengan potensi daerah. Kewenangan wilayah untuk mengambil pajak dan retribusi ditata dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan ketentuan wilayah diberikan kewenangan untuk mengambil 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi (Halim, 2007:21). Berdasarkan keterangan dari Brahmantio (2002:59) pungutan pajak dan retribusi wilayah yang berlebihan dalam jangka pendek dapat menambah Pendapatan Asli Daerah, tetapi dalam jangka panjang bisa menurunkan pekerjaan perekonomian, yang pada kesudahannya akan mengakibatkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan keterangan dari Halim, (2002:22), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan wilayah yang berasal dari sumber ekonomi pribumi daerah. Adapun kumpulan Pendapatan Asli Daerah diceraikan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:
1.         Pajak Daerah adalah pendapatan wilayah yang berasal dari pajak.
2.         Retribusi Daerah adalah pendapatan wilayah yang berasal dari retribusi daerah. Dalam struktur APBD baru dengan pendekatan kinerja, jenis penghasilan yang berasal dari pajak wilayah dan restribusi wilayah menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Rertibusi Daerah, dirinci menjadi:
a.         Pajak Provinsi. Pajak ini terdiri atas: (i) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, (ii) Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan kendaraan di atas air, (iii) Pajak bahan bakar kendaran bermotor, dan (iv) Pajak pemungutan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b.         Jenis pajak Kabupaten/kota. Pajak ini terdiri atas: (i) Pajak Hotel, (ii) Pajak Restoran, (iii) Pajak Hiburan, (iv) Pajak Reklame, (v) Pajak penerangan Jalan, (vi) Pajak pegambilan Bahan Galian Golongan C, (vii) Pajak Parkir.
c.          Retribusi. Retribusi ini dirinci menjadi: (i) Retribusi Jasa Umum, (ii) Retribusi Jasa Usaha, (iii) Retribusi Perijinan Tertentu.
3.         Hasil perusahaan milik wilayah dan hasil pengelolaan kekayaan milik wilayah yang diceraikan adalah penerimaan wilayah yang berasal dari hasil perusahaan milik wilayah dan pengelolaan kekayaan wilayah yang dipisahkan.
Jenis penghasilan ini mencakup objek penghasilan berikut:
a.         Bagian laba perusahaan kepunyaan daerah.
b.         Bagian laba lembaga finansial bank.
c.          Bagian laba lembaga finansial non bank.
d.         Bagian laba atas pengakuan modal/investasi.

Dari uraian di atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) ialah pendapatan yang didapatkan Daerah yang diambil menurut Peraturan Daerah cocok dengan ketentuan perundang-undangan yang telah diputuskan pemerintah.

1. Pajak Daerah

Pajak daerah ialah pajak yang dipungut wilayah menurut ketentuan pajak yang diputuskan oleh wilayah untuk kepentingan pembiayaan lokasi tinggal tangga Pemerintah Daerah itu (Mardiasmo, 1995: 50). Maka dalam mengambil pajak sembarangan, mesti menurut ketentuan daerah. Pajak dikenakan pada mesti pajak seperti diajukan oleh Pratikno. Pratikno mendefinisikan pajak wilayah sebagai, pungutan mesti yang dikenakan pada kumpulan pembayar tertentu (wajib pajak) yang tidak sehubungan langsung dengan pelayanan yang diambil oleh pemerintah wilayah (Pratikno, 2002: 30). Pajak wilayah selain bermanfaat sebagai sumber keuangan wilayah juga adalah instrument pemerintah wilayah untuk menjalankan peran-peran pemerintah, antara beda dalam hal penyaluran atau pemerataan pendapatan, regulasi, stabilitatif, dan alokatif.
Davey mengklasifikasikan definisi pajak wilayah kedalam sejumlah jenis,yaitu :
1.         Pajak yang diambil oleh pemerintah wilayah dengan pengaturan wilayah sendiri.
2.         Pajak yang diambil menurut ketentuan Nasional tetapi penataan tarifnya dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
3.         Pajak yang diputuskan dan diambil oleh pemerintah daerah.
4.         Pajak yang diambil dan diadministrasikan oleh pemerintah wilayah namun hasil pungutan diserahkan kepada, dibagihasilkan dengan, atau diberi beban pungutan ekstra oleh pemerintah daerah.
(Davey, 1998: 39).

Berdasarkan keterangan dari Davey bahwa pajak terdapat sejumlah jenis, dan pengklasifikasiannya menurut penataan dan pemungutannya. Bagi menilai pajak daerah, Devas memakai ukuran inilah ini :
1.         Hasil (yield) : mencukupi tidaknya sebuah pajak dalam kaitan dengan sekian banyak  layanan yang dibiayainya, stabilitas dan gampang tidaknya memperkirakan besar hasil itu, dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, perkembangan penduduk, dan sebagainya, pun perbandingan hasil pajak dengan ongkos pungut.
2.         Keadilan (equity) : dasar pajak dan keharusan membayar mesti jelas dan tidak sewenang-wenang, pajak bersangkutan mesti adil secara horizontal, dengan kata lain beban pajak mestilah sama besar antara sekian banyak  kelompok yang bertolak belakang tetapi dengan status ekonomi yang sama, mesti adil secara vertikal, dengan kata lain kelompok yang mempunyai sumber lebih banyak memberikan sumbangan lebih banyak daripada kumpulan yang tidak tidak sedikit mempunyai sumber daya ekonomi.
3.         Daya untuk ekonomi (economic efficiency) : pajak hendaknya mendorong pemakaian sumber daya secara berdaya untuk dalam kehidupan ekonomi.
4.         Kemampuan mengemban (ability to implement) : sebuah pajak mestilah bisa dilaksanakan, dari sudut keinginan politik dan keinginan tata usaha.
5.         Kecocokan sebagai sumber penerimaan wilayah (suistability as a local revenue source) dengan kata lain harus terdapat kejelasan kepada wilayah mana sebuah pajak mesti dibayarkan dan tempat mengambil pajak sedapat barangkali sama dengan lokasi akhir beban pajak, pajak tidak gampang dihindari, dan pajak hendaknya tidak memunculkan beban yanglebih banyak dari keterampilan tata usaha pajak daerah.

2. Retribusi Daerah

Pengertian retribusi wilayah dikemukakan oleh Mardiasmo, mengaku bahwa yang dimaksud dengan retribusi daerah ialah :
“Retribusi daerah, yang selanjutnya dinamakan retribusi, ialah pungutan wilayah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang eksklusif disediakan dan/atau diserahkan oleh Pemerintah Daerah guna kepentingan individu atau badan” (Mardiasmo, 2002:100).

Retribusi wilayah adalah pungutan daerah, yakni pembayaran atas jenis tertentu yang disediakan oleh pemerintah wilayah yang bersangkutan, dan jasa tersebut dipakai untuk kepentingan individu atau badan. Pendapat lain diajukan oleh Munawir, bahwa retribusi merupakan iuran untuk pemerintah yang bisa dipaksakan dan jasa baik secara langsung bisa ditunjuk (dalam Kaho, 1991:153).
Berdasarkan keterangan dari Munawir bahwa retribusi bisa dipaksakan oleh pemerintah dan jasa baik secara langsung bisa ditunjuk. Pengertian retribusi wilayah secara khusus diajukan oleh Panitia Nasrun, yaitu :
“Pungutan wilayah sebagai pembayaran pemakaian atau sebab memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik wilayah untuk kepentingan umum, atau sebab jasa yang diserahkan oleh wilayah baik langsung maupun tidak langsung” (dalam Kaho,1991:152).

Nasrun menyatakan bahwa retribusi adalah pembayaran atas jasa baik jasa pekerjaan, jasa usaha maupun milik wilayah yang diserahkan secara langsung maupun tidak langsung. Secara terperinci Kaho menyatakan ciri-ciri fundamental retribusi daerah, sebagai berikut:
1. Retribusi diambil oleh Negara;
2. Dalam pengambilan ada paksaan secara ekonomis;
3 Adanya kontra prestasi yang secara langsung bisa ditunjuk;
4.         Retribusi dikenakan pada masing-masing orang/badan yang memakai atau mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.
(Kaho, 1991:152).
Retribusi bertolak belakang dengan pajak disaksikan dari sifat-sifat terutama :
1. Retribusi daerah mempunyai sifat kembar, dengan kata lain dari satu jenis sumber retribusi bisa dikenakan pembayaran guna dua atau tiga jasa instansi dan urusan ini bertolak belakang dengan pajak yang melulu oleh satu instansi atasnya.
2.         Pungutan retribusi didasarkan pada pemberian jasa untuk pemakai jasa.
3.         Pemungutan retribusi bisa dikenakan untuk siapa saja yang sudah mendapatkan jasa dari pemerintah daerah, baik anak-anak maupun orang dewasa sedangkan pajak ditunaikan oleh orang-orang tertentu, yaitu mesti pajak.
4.         Pemungutan retribusi dilaksanakan berulang kali terhadap seseorang sepanjang ia menemukan jasa dari pemerintah wilayah sehubungan jumlahnya relatif kecil maka pembayarannya jarang diangsur.

3. Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan di wilayah yang dipisahkan ialah sumber PAD yang didapatkan dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) BUMD ialah suatu Badan usaha yang dipunyai oleh wilayah yang disusun dan didirikan oleh Pemerintah Daerah, dengan format Badan Hukum Perseroan Terbatas (PT) atau Perusahaan Daerah (PD).
Perusahaan Daerah adalahsalah satu komponen yang diinginkan dapat menyerahkan konstribusi untuk pendapatan wilayah tapi sifat utama dari perusahaan wilayah bukanlah berorientasi pada profit atau keuntungan,bakal tetapi malah dalam menyerahkan jasa dan mengadakan kemanfaatan umum. Dengan kata lain, perusahaan wilayah menjalankan faedah ganda yang tetap mesti terjamin keseimbangannya, yaitu faedah sosial dan faedah ekonomi. Secara terperinci, Pratikno menyampaikan sejumlah dalil yang melatarbelakangi butuh dibentuknya perusahaan wilayah yakni :
1.         Orientasi profit.
2.         Orientasi non profit, antara beda untuk berbenah market failure dan faedah sosial.
3.         Komitmen terhadap perencanaan pembangunan ekonomi Nasional jangka panjang.
4.         Menggeser ekonomi kapitalis ke sosialis. (Pratikno, 2002:35).

Bentuk organisasi perusahaan daerah dapat berupa unsur langsung dari dinas pemerintah wilayah atau mempunyai sifat semi swasta.

4.   Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

Sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, selanjutkan dilafalkan dalam pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa Lain-lain PAD yang sah mencakup :
a.         hasil penjualan kekayaan wilayah yang tidak dipisahkan;
b.         jasa giro;
c.          pendapatan bunga;
d.         keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata duit asing; dan
e.         komisi, potongan, ataupun format lain sebagai dampak dari penjualan dan/jasa oleh daerah.
Kelima komponen lain-lain PAD itu adalah sumber keuangan wilayah dan setiap memberikan konstribusi untuk penerimaan PAD. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan “Lain-lain PAD yang sah” antara beda penerimaan wilayah diluar pajak dan retribusi wilayah seperti jasa giro, hasil penjualan asset daerah. Sumber PAD yang sah ialah dinas-dinas wilayah serta pendapatan-pendapatan lainnya yang didapatkan secara sah oleh pemerintah daerah. Penerimaan lain-lain sebagai sumber PAD dalam APBD mencakup sekian banyak  jenis penerimaan dari hasil penjualan alat-alat dan bahan sisa, penerimaan dari sewa, bunga pinjaman bank dan giro, dan penerimaan denda yang dipikul kontraktor.
Berdasarkan keterangan dari Kaho, sekalipun dinas-dinas wilayah fungsi utamanya ialah memberikan pelayanan terhadap masyarakat tanpa perlu memperhitungkan untung-rugi, namun dalam batas-batas tertentu bisa didayagunakan dan beraksi sebagai organisasi ekonomi yang menyerahkan pelayanan jasa dengan imbalan sebagai sumber pendapatan wilayah (Kaho,1991:170).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pendapatan Asli Daerah (PAD)"

Post a Comment